Sebuah science fiction psychological thriller
berjudul ‘Ex Machina’ berhasil
menjadi salah satu kejutan terbesar di industri film tahun lalu, memainkan isu
klasik tentang teknologi yang digunakan untuk mencoba memprovokasi dan
“mempermainkan” penontonnya lalu in the
end will leave you breathless. Isu yang sama coba dihadirkan kembali oleh
film ini, Morgan, sebuah science
fiction horror dengan fokus utama pada sebuah eksperimen “manusia menciptakan
manusia” yang sedang terancam gagal. It’s
an alike-but-not-alike imitation and an action-horror version of Ex Machina.
Morgan
(Anya Taylor-Joy) “diciptakan” dan dibesarkan oleh Dr. Chen (Michelle Yeoh) dan timnya
dengan tujuan utama untuk dapat tumbuh dan berkembang seperti yang manusia
lakukan. Tumbuh dengan cepat dan mulai memperoleh beberapa kemampuan super
suatu ketika Morgan menciptakan sebuah insiden yang melibatkan salah satu peneliti
bernama Dr. Kathy Grieff (Jennifer Jason
Leigh). Meskipun mendapat perlindungan dari dokter dan peneliti lainnya
aksi Morgan tersebut membuat petugas manajemen resiko bernama Lee Weathers (Kate Mara) tiba di
kompleks sains yang terpencil itu. Tujuan utama kedatangan Lee Weathers adalah
untuk melakukan investigasi dan uji kelayakan terhadap research yang selama ini
dilakukan terhadap Morgan.
Dari sinopsis di atas mungkin kamu akan
dengan mudah mendapat impresi yang serupa dengan apa yang saya peroleh: 2016’s Ex Machina? Ya, tahun lalu Alex Garland sudah melakukan hal serupa
bahkan dapat dikatakan juga dengan konsep, formula, dan konflik yang sama yaitu
manusia menciptakan sesosok makhluk artificial
intelligence dengan tempat penelitian terletak di lokasi terpencil lalu
suatu ketika makhluk tersebut mulai mencoba memberontak. Di tangan Luke Scott (anak Ridley Scott) film ini mencoba melakukan hal serupa tapi bisa
dikatakan sejak awal seluruh elemen di dalam ‘Morgan’ seperti sudah sepakat untuk tidak tertarik dengan berbagai
isu provokatif seperti yang dimiliki Ex
Machina, meskipun memang masih terdapat isu thought-provoking di dalam cerita tapi perannya sangat kecil.
Apa yang dilakukan ‘Morgan’ di sini terasa seperti apa yang
‘The Machine’ lakukan tiga tahun yang
lalu, tidak mau mencoba tampak rumit dan kompleks, terus mencoba menampilkan
kesan horror dari bahaya yang
mengancam manusia dari makhluk yang mereka ciptakan. Bicara setting awal hal
tadi dibentuk dengan cukup oke, kesan “terisolasi” dari proyek terhadap Morgan
tidak terasa buruk dan misteri di dalam cerita at least mampu mengundang rasa
penasaran penonton di awal. Tapi sayang start yang sebenarnya lumayan oke
tersebut perlahan mulai menghilang akibat berbagai hal, dari screenplay yang menggelikan hingga editing yang bergelombang excitement yang diberikan oleh ‘Morgan’
mulai terasa lemah dan ia mulai tampak bingung menggambarkan kisah tentang
manusia melawan “robot” itu, dan itu hadir dari attempt yang sejak awal tidak
ingin tampak rumit dan kompleks.
Niat ‘Morgan’ ini
sebenarnya sederhana, dari proses membesarkan Morgan yang dilakukan tim
peneliti hingga ketika mereka mencoba melindungi ketika Morgan sedang berada
dalam bahaya jelas inti yang ingin dijual film ini adalah koneksi antara
manusia dan “robot” ciptaan mereka. Sayangnya kedalaman di cerita terasa minim,
being predictable bukan masalah tapi Luke Scott kurang berhasil mempermainkan
materi cerita untuk menjaga minat penonton terhadap Morgan dan seluruh tim
peneliti yang “lucu” itu. Feel engaging
yang dimiliki cerita tidak buruk tapi terasa terlalu vanilla, emosi di dalam cerita dan yang dimiliki karakter tidak
mengikat penonton untuk rooting pada
salah satu dari mereka. Alhasil karakter tidak berkembang dan motivasi mereka
jadi tidak kuat dan semakin lengkap karena mereka harus berjalan dengan pacing yang slow dan terasa monoton, bahkan fight
sequences miskin tensi.
Dijual sebagai sebuah science fiction horror ‘Morgan’ punya kesan menakutkan yang
cukup oke di bagian awal tapi sayangnya tidak tumbuh dengan baik. Memiliki
kinerja akting yang oke dari Anya
Taylor-Joy dan Kate Mara ‘Morgan’
tidak punya banyak hal yang ingin disampaikan dan perlahan mulai berjalan
dengan rasa bingung, mencoba menyuntikkan "cheap
thrills" tapi hasilnya lebih banyak yang terasa cheap, mencoba tampak eerie tapi perlahan kehilangan fokus dan
menjadi sloppy. Seandainya cerita
dapat “bermain” lebih baik lagi tidak hanya sekedar mencoba tampak misterius
lalu di akhir memberi kejutan mungkin ‘Morgan’ dapat menjadi sebuah science fiction horror yang at least memorable, bukan too vanilla and easily forgotten seperti ini. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment