That
guy, he’s back! Sebuah action spy thriller yang “cerdas” bersama eksekusi pulse-pounding yang intens, dapatkah hal
tersebut kembali ditemukan penonton dari “petualangan” a la Bourne di sini? Apakah “hello again” ini mampu mengangkat
kembali franchise ke posisi semula
atau justru kembali tergelincir seperti yang dialami oleh ‘The Bourne Legacy’ dan menjadi sebuah film action thriller kelas standar dan familiar yang minim kejutan? When an action hero back in a
looks-like-still-not-enough-cooked dish, Jason Bourne: The Bourne Redundancy.
Kini tampil sebagai underground boxer Jason Bourne (Matt Damon) dipaksa
untuk kembali berurusan dengan masa lalunya yang ternyata masih menyisakan
“bisnis” yang belum selesai. Sumbernya berasal dari rekan lamanya Nicolette "Nicky" Parsons (Julia
Stiles) yang muncul kembali di hadapan Bourne dan membawa sebuah informasi
penting baginya. Selama ini Bourne menganggap bahwa kematian sang ayah
merupakan tindakan keji yang dilakukan oleh kelompok teroris namun sebuah
dokumen rahasia pemerintah USA yang berhasil dicuri oleh Nicky menunjukkan
bahwa terdapat sebuah “permainan kotor” dibalik tewasnya ayahnya Bourne.
Celakanya situasi
tersebut justru membawa Bourne keluar dari “sarangnya” dan menjadi target CIA. Bourne yang sempat dianggap sebagai
seorang patriot kini dinilai sebagai seorang pengkhianat yang berbahaya.
Seorang assassin bernama Asset (Vincent Cassel) bertugas di
lapangan dan bergerak di bawah komando Direktur CIA, Robert Dewey (Tommy Lee) serta IT
Manager bernama Heather Lee (Alicia
Vikander) yang memandunya dari markas CIA. Misi utama mereka hanya satu:
membunuh Jason Bourne, namun dengan dilengkapi peralatan canggih usaha untuk
“melindungi” fakta terkait program Ironhand
itu tidak mudah akibat Bourne yang masih memiliki kecepatan dan ketangkasan
serta terdapat agenda yang berbeda di dalam misi tersebut.
Ketika ‘The Bourne Legacy’ hadir empat tahun
lalu muncul anggapan bahwa eksistensinya di dalam Bourne film series seperti dipaksakan. I mean, Bourne movie tanpa Jason
Bourne ibarat sayur yang dimasak tanpa garam dalam perumpamaan paling
sederhana, seperti membuat film Bond tanpa James
Bond di dalamnya, possible but not
interesting. Dan seperti “hantu” yang terbangun dari tidur lelap untuk
sekali lagi mencoba “bergembira”, Jason
Bourne kembali. Jason Bourne sukses menampilkan kembali signature penuh kesan kick-ass yang membuat banyak orang jatuh
hati padanya, pria yang sedikit bicara namun mampu membawa penontonnya masuk ke
dalam sebuah “ride” dengan karisma
yang memikat. Paul Greengrass
melakukan pekerjaan yang sangat baik terhadap karakter Bourne, he does it so well sehingga berhasil
membuat penonton seperti terhipnotis oleh petualangan a la Tom and Jerry itu, dan hal terbaik at least Bourne punya alasan
yang menarik untuk kembali.
Plot utama ‘Jason Bourne’ adalah hunting, sejak awal hingga akhir kita
menyaksikan Bourne masuk dan keluar dari berbagai macam bahaya. Dari kisah tentang masa lalu yang belum tuntas lengkap bersama berbagai subplot seperti
permainan “kotor” di dalam CIA, mereka menjadi alasan yang cukup meyakinkan untuk membawa
kembali action hero ini. Meskipun memang terasa sedikit forced untuk dapat melanjutkan seri Paul Greengrass dan Christopher
Rouse melakukan pekerjaan yang baik dalam menciptakan perputaran konflik,
membuat ini terasa lebih personal bagi Bourne dengan dikelilingi berbagai
konflik lain seperti aksi pengkhianatan serta situasi terancam yang dimiliki
masyarakat. Siapa Jason Bourne
sebenarnya menjadi pertanyaan paling menarik dari proses pengungkapan masa
lalunya itu, tapi ketika pondasi konflik terasa manis sayangnya cara mereka
dibangun terasa kurang manis, dan di akhir eksistensi ‘Jason Bourne’ terasa, well, too
normal.
‘Jason Bourne’ seperti kombinasi berbagai good bang tapi tanpa great
fang, dan itu cukup mengejutkan sebenarnya karena mayoritas durasi diisi dengan aksi kejar. Bourne
tetap seorang showman yang sangat kuat tapi yang terjadi di sekitarnya terasa cukup dingin meskipun pemanfaatan teknologi terasa oke, dia mendapat petunjuk hingga
perintah tapi “main desire” kurang
menarik. Mencoba membawa lebih banyak plot script jadi terasa regang, isu
tentang freedom yang dibawa melalui Deep
Dream itu juga terasa preachy.
Jika dibandingkan dengan tiga film Bourne
(yang memiliki Jason Bourne di
dalamnya) sebelumnya film ini terasa tidak “menonjok” penontonnya dengan sangat kuat, Paul Greengrass oke di elemen action secara struktural tapi thrill
yang dihasilkan less punching, terasa
terlalu “aman” untuk ukuran Bourne film. Itu semua membuat rasa “special” dari
film Bourne (with Jason Bourne) yang penonton kenal terasa kurang kuat di sini, ‘Jason Bourne’ terasa seperti thriller junkies dengan formula
copy and paste serta kebisingan yang tampak intens tapi kurang
mencengkeram.
Ya, Jason Bourne terasa
intens tapi kurang menyengat, not
electrifying. Penonton mengerti motivasi utama tapi di sini Bourne tidak
berkata “trust me, stay with me, it’ll be
fun” kepada penonton. Walaupun masih menggunakan beat seperti ‘The Bourne Ultimatum’ cerita tidak punya
laju yang dapat membuat penonton bertemu dengan banyak pulse-pounding moment yang terasa sangat memikat. Ketimbang go lalu stop sejenak dan kemudian go
lagi dalam rentang waktu singkat di sini kita bertemu dengan beberapa rest area yang meredakan tensi cerita.
Untung saja tensi cerita tidak drop terlalu jauh akibat action sequences yang terasa cukup menghibur. Cukup menghibur, ‘Jason Bourne’ punya dua aksi kejar
berdurasi panjang yang memukau, dari sniper, motor, hingga mobil di beberapa bagian mereka terasa sangat impresif dan
menegangkan berkat gerak cepat yang dihasilkan editing, tapi ketika di film Bourne terdahulu Greengrass menciptakan salah satu ciri khas berupa shakycam di sini
ia coba tambah satu lagi: “blur”
technique.
Sejak awal telah
mengantisipasi shakycam tapi tampilan
“blur” yang cukup dominan, itu
mengejutkan. Paul Greengrass
merupakan master shakycam, membuat
penonton tidak di posisi statis tapi ikut “bergoyang” seolah menjadi mata
karakter lainnya. Namun meskipun “bergoyang” pada dasarnya shakycam dapat pula menciptakan fokus yang stabil, hal yang terasa
lemah di film ini, dan terasa overdid
ketika dikombinasi dengan “blur”.
Manipulasi visual di sini kurang
nikmat, adegan aksi tidak punya clarity
yang sangat mumpuni, mereka intens dan cepat tapi terasa seperti melayang
karena kurang mencengkeram. Itu akibat penonton kerap tidak mendapat tampilan
yang jelas di layar, apa yang terjadi di layar dari momen satu ke momen yang
lain. Dalam enam detik: Matt Damon face,
Asset face, Matt Damon face, Asset face, and boom, done. Tidak masalah jika
pada akhirnya kualitas action sequences
menjadi lebih baik tapi ini terasa seperti show-off
yang malah membuat mata penonton perih.
Bagaimana dengan
kinerja cast? Sembilan tahun berlalu
secara fisik Bourne masih bugar namun emosi kini ia tampak renta, dan itu
berhasil ditampilkan dengan baik oleh Matt
Damon, pria yang masih belum mampu melepas masa lalunya Matt Damon mampu menampilkan gravitas
dan karisma dari Jason Bourne yang
terasa lebih mematikan. Hal menarik lain dari ‘Jason Bourne’ adalah teamwork cast terasa menonjol. Tommy Lee Jones punya momen yang mampu
ia manfaatkan dengan baik sebagai pria yang kompetitif dan kotor, Vincent Cassel berhasil menjadi assassin
yang bergerak layaknya robot terprogram dengan kemampuan mengancam yang oke.
Dan alasan mengapa Jason Bourne tidak
terlalu standout di film ini adalah karena disampingnya terdapat karakter yang
juga tidak kalah menarik, Heather Lee
yang diperankan oleh Alicia Vikander.
Vikander berhasil menyuntikkan rasa segar ke dalam cerita lewat “permainan”
yang Heather Lee kendalikan, menjaga kesan sebagai pedang bermata dua yang berbahaya.
Spoiler alert: tidak ada Jeremy Renner di sini.
Overall, ‘Jason Bourne’ adalah film yang cukup
memuaskan. Senang menyaksikan Bourne kembali dengan berbagai punch yang terasa
oke tapi ada satu hal yang tiga film Bourne pertama miliki dan absen di sini: effective and electrifying thrill.
Terasa intens sayangnya ‘Jason Bourne’
kurang kuat mencengkeram penontonnya, mencoba menjual keganasan namun kerap
terasa cukup "dingin", bermain
dengan nostalgia tapi sempat sedikit terasa seperti telenovela. Ini tidak sloppy,
punya beberapa momen menegangkan yang cukup oke, tapi ini bukan sepenuhnya
Bourne yang selama ini penonton kenal, dari dahulunya sebuah smart, special, and pulse-pounding thriller
kini menjadi action-packed thriller dengan
rasa yang terlalu familiar. Bigger,
bitter, not better, it's a good bang without a great fang.
tolong review sucide squad dong
ReplyDeleteSudah terjadwal. Soon. :)
Delete6/10 ?
ReplyDeletewhat wrong with you dude ?
There's nothing wrong with me. :)
DeleteJust because your opinion is different from other people’s opinions doesn't mean you are right and they are wrong. Sheesh!
DeleteSorry for butting in.
:)
DeleteMana review suicide squad om?
ReplyDeleteTerjadwal untuk besok. Score SS positif. :)
DeleteWell gw ntn jason bourne ketiduran. Ceritanya kejar2an doang smp bosan. Dah gampang ditebak. Jadi gw kasih 5/10.
ReplyDeletePlease make a review for logan movie
ReplyDelete