“Every time I turn off
the lights, there’s this woman, waiting in the shadows.”
Apa hal pertama yang
terlintas di pikiran kamu ketika berbicara tentang kondisi gelap? Banyak
memang, salah satunya adalah hantu. Ketika kamu dalam perjalanan pulang di
malam hari dan melewati tempat gelap kamu tiba-tiba merasa ada “sesuatu”
mengikuti di belakang kamu, kamu berhenti kemudian dengan menggunakan cahaya
dari smartphone mencoba mengecek dan
tidak ada apapun di belakangmu, namun ketika kembali melangkah maju perasaan
sedang “diikuti” itu kembali muncul. Produced
by the man behind The Conjuring, Insidious, and Furious 7, ‘Lights Out’ berhasil memanfaatkan dan
mengolah dengan baik kegelapan tadi menjadi sebuah sajian horror yang
menyenangkan. ‘The Ring’ married ‘A Nightmare
on Elm Street’, it’ll make you think twice before turning the lights out.
Wanita bernama Rebecca (Teresa Palmer) merasa khawatir
dengan adik tirinya Martin (Gabriel
Bateman). Martin yang tinggal bersama ibu Rebecca, Sophie (Maria Bello), mengatakan bahwa kini ia merasa tidak nyaman
karena “diganggu” oleh roh jahat bernama Diana
(Alicia Vela-Bailey), roh jahat yang hanya muncul di kegelapan. Rebecca
“tahu” siapa Diana namun ketika ia bersama pacarnya Bret (Alexander DiPersia) mencoba untuk “mengalahkan” Diana mereka
menghadapi rintangan karena Sophie yang telah lama memiliki masalah kesehatan
mental menganggap Diana sebagai teman baiknya, begitu pula sebaliknya.
Hal terbaik dari ‘Lights Out’ dan juga menjadi alasan
mengapa ia bekerja dengan baik adalah karena sutradara David F. Sandberg tetap berpegang teguh pada hal terbaik dari versi
short film: di sana ada hantu,
matikan lampu, hidupkan lampu, matikan lampu lagi, dan boom! Membuat batasan
bahwa roh jahat tersebut hanya muncul ketika lampu dipadamkan merupakan sebuah
setting yang baik, semacam menciptakan ruang untuk mempermainkan adrenalin
penonton, membuat denyut jantung kamu naik lalu melempar masuk sebuah
kepanikan. Kita tidak diberi tahu secara mendalam tentang Diana, karakter naif yang tidak pasif, namun setiap kali kondisi gelap muncul paranoia penonton berhasil ia pompa.
Bahkan ketika ia tidak muncul di layar rasa waspada selalu ada karena statusnya
sejak awal merupakan spirit tukang intip, menunggu momen untuk “menyerang”
manusia. Kondisi tersebut ditampilkan secara periodik oleh Sandberg, dibakar perlahan
tapi tidak terasa monoton dan kehilangan rasa nikmat.
Sebenarnya ‘Lights Out’ merupakan horror yang “cheap” dari segi cerita tapi berbagai tweak yang dilakukan setelah sinopsis berhasil membuat materi dan
eksekusi klise itu menjadi sajian yang oke. Mengandalkan ‘BOO moment” David F. Sandberg berhasil menciptakan dan menjaga tensi serta
atmosfir cerita yang oke lalu kemudian menjaga penonton agar tetap merasa
waspada. Itu penyebab kesuksesan ‘Lights
Out’ meskipun simple karena ia
berhasil mengikat penonton di dalam cerita. Walaupun tidak punya setting yang
rumit anehnya kita peduli pada karakter, hal yang bagi saya merupakan sebuah hook wajib dari film horror. Tapi hook film ini tidak hanya itu, situasi
yang dialami karakter merupakan situasi yang dapat kamu temukan bahkan alami di
keseharianmu, momen ketika kamu baru pulang kerja dan mencoba menghidupkan
lampu tapi tampak “sosok asing” yang berdiri menunggumu di sudut ruang tamu.
Itu membuat penonton tidak hanya waspada saja tapi juga bermain dengan imajinasi
mereka.
Kombinasi tadi bekerja
dengan baik. Sandberg dan Eric Heisserer
berhasil menciptakan variasi antara dramatisasi dan scare sequences sehingga ini tidak mengalami kondisi statis serta rasa
menakutkan yang perlahan berkurang. Saya suka rasa percaya diri Sandberg di
sini, cara ia membawa kita merasakan kembali childhood fears pada kegelapan terasa seperti sebuah rollercoaster yang fun, fast and furious. Sandberg menggunakan banyak trik horror
klasik di sini seperti trik haunted house misalnya dengan perpaduan visual dan suara yang kreatif, itu ia gunakan untuk memanipulasi penonton
berbagai hal-hal “nakal” lainnya. Banyak gimmick
di sini tapi dalam durasi yang
ramping itu kesan mencengkeram yang ‘Lights
Out’ tidak terasa basi, mempermainkan nerve
penonton yang telah terjerat dengan ketegangan yang dingin lalu memberi mereka
penampakan yang mengejutkan dengan kualitas goosebumps atau merinding yang oke.
Lalu apa kekurangan ‘Lights Out’? Lights Out
"laughable." Mudah untuk bertemu dengan tipe penonton film horor
yang menjengkelkan yang "memaksa" tertawa setiap kali momen
menegangkan berlalu, film ini punya banyak "momen" seperti itu. Itu semakin kuat
karena cerita ‘Lights Out’ pada
dasarnya juga terasa sedikit absurd
sehingga akan ada penonton yang tidak merasa “terikat” dan perlahan mulai
menganggap ini sebagai sebuah komedi. Aneh? Ya, mereka memang aneh karena untuk
merasa terikat dengan ‘Lights Out’ sebenarnya sangat mudah apalagi jajaran cast
berhasil membuat situasi yang mereka hadapi terasa oke. Maria Bello tampil baik sebagai ibu dengan mental yang tidak
stabil, sedangkan Gabriel Bateman punya
potensi besar di industri film horror. Teresa
Palmer adalah bintang utamanya, punya tugas sebagai pusat emosi rasa sakit
yang Rebecca alami terpancar dari kepanikan yang ia alami, a merit performance dengan sebuah momen heart-breaking yang memikat.
Saya suka film horror
seperti ‘Lights Out’, terasa sedikit mentah
dan tidak terlalu dipoles untuk terasa kompleks tapi mampu memanfaatkan
kesederhanaan dan berbagai trik klasik genre horror untuk mempermainkan paranoia penontonnya. Manipulasi
kegelapan dengan mengandalkan “gotcha!”
moments, sedikit elemen psychological
ala The Babadook meskipun kurang kuat, tujuan utama film ini adalah membuat
kamu waspada, menahan nafas, lalu kemudian berteriak. Itu dieksekusi dengan
efesien oleh David F. Sandberg
(sutradara Annabelle 2) di debut
layar lebarnya ini, tidak outstanding namun berhasil menantang kegelisahan dan adrenalin penonton dengan
menggunakan sistem “there-not there”
serta fokus untuk menciptakan sentakan yang menggigit. It’s cheap and fun. As a
reminder kondisi studio bioskop juga gelap, so, yeah, selamat “bergembira”
bersama Rebecca. Segmented.
ngiri "lights out" ga tayang di bioskop indo
ReplyDeleteBerdasarkan info terbaru akan tayang di Indonesia tanggal 19 Agustus Mas Yanuar. :)
Deletesalam kenal mas.
ReplyDeleteada rekomendasi film Horor yang paling horor tapi tanpa adegan pembunuhan sadis kira2 apa ya mas?
Film-film horror terbaik versi rorypnm tiga tahun terakhir: http://bit.ly/2acZxIo, http://bit.ly/29UxjCu, http://bit.ly/29YRP08
DeleteMayoritas dari mereka punya bumbu "sadis" yang masih normal. :)
Ada. Brother grimsy. Horor filmnya tanpa pembunuhan sadis
ReplyDelete