Kamu pasti pernah
mendengar lagu Indonesia yang berjudul ‘Kasih Ibu’, salah satu liriknya
berbunyi “…tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali…”
Yup, tidak perlu palu ajaib, teknologi canggih, hingga kemampuan terbang kesana
kemari, ibu merupakan salah satu superhero.
Tapi apakah mereka sosok “sempurna” yang harus tetap berjuang untuk menjadi
contoh “sempurna” bagi anak-anaknya meskipun mereka bukan sosok yang
“sempurna”? Mama bear always a dear one,
helicopter parent dan lain sebagainya, namun this moms mencoba menjadi Freddie Mercury, they want to break free
with a crazy party. It’s like watching the female version of The Hangover.
Amy
Mitchell (Mila Kunis) merupakan seorang ibu dengan rutinitas
sehari-hari yang “intens”, dari mengurus anak, mengurus rumah, penikahan yang
sedang dingin, dan berada di bawah pengawasan Parent-Teacher Association yang diketuai Gwendolyn (Christina Applegate). Suatu ketika Amy marah besar
ketika menemukan bahwa suaminya melakukan online
sexual relationship dengan wanita lain dan kemudian memutuskan bahwa ia
tidak sanggup lagi “berakting” untuk menjadi ibu yang waras dan sempurna. Bersama
dua teman barunya yang juga merasakan hal serupa, Carla (Kathryn Hahn) dan Kiki
(Kristen Bell), Amy memutuskan untuk kembali menjalani hidupnya dengan
bergembira melakukan hal-hal gila. Namun “biaya” yang harus mereka tanggung
tidak kecil.
Jon
Lucas dan Scott
Moore yang pernah bekerja sama di beberapa proyek salah satunya The Hangover melakukan pekerjaan yang
cukup baik di sini dalam hal menampilkan “kegilaan” cerita dan karakter, feel
dari komedi vulgar ciri khas mereka terasa kental di Bad Moms. Tapi itu bukan hal yang paling menarik dari film ini di
bagian awal melainkan ide utama dari cerita, bagaimana ketika ibu yang penuh
tekanan untuk menjadi sosok yang waras akhirnya “meledak” dan menjadi gila?
Dengan setting low-bro sejak awal ‘Bad Moms’ seperti sebuah perayaan sisterhood dengan karakter para ibu,
punya potensi untuk menjadi sebuah pengamatan yang oke terhadap ide utama yang
ia bawa yaitu betapa sulitnya menjadi orang tua di era modern sekarang ini. Tapi
ternyata Lucas dan Moore tidak mencoba terlalu “serius” pada hal tadi,
mereka buat ini tetap terasa ringan, sedikit mentah dan mati rasa, hanya ingin
membawa karakter tampil gila.
Hasilnya? Cukup oke.
Karakter di sini konyol tapi dibentuk dengan cukup serius sehingga penonton merasa
seperti telah mengenal mereka begitu lama. Permasalahan yang Amy, Carla, dan
Kiki hadapi juga berhasil ditampilkan dengan baik sehingga kamu dapat mengerti
tekanan dan beban yang mereka hadapi sehingga akhirnya meledak. Yang
mengejutkan selain cukup lucu Bad Moms
juga berhasil meraih simpati penonton, punya “quite big heart” yang cukup oke di
tengah kekacauan yang dilakukan tiga karakter utama. Saya juga suka salah satu
hal yang dibawa film ini terhadap parenthood,
bahwa menjadi orang tua tidak membuat setiap pria dan wanita harus terikat untuk
menjadi sosok dan contoh yang sempurna. Hal ini terasa kuat di awal tapi
sayangnya semakin lama semakin terasa dipaksakan. Konsep “we don’t give a…” itu memang oke, tapi Bad Moms mendorong “batas” parenthood
tadi hingga sedikit melewati batas berbahaya.
Tidak mengharapkan Jon Lucas dan Scott Moore menampilkan pesan tentang parenthood secara luar biasa
tapi pesan tadi terus tenggelam. Apakah selamat? Ya, pada akhirnya isu
parenthood tadi selamat tapi selama di paruh kedua 101 menit durasi Amy, Carla, dan Kiki tampak
seperti pelajar universitas yang menyamar menjadi seorang ibu untuk berpesta,
bukan sebaliknya. Di babak kedua ini bukan tentang pengalaman motherhood lagi, tidak ada keseimbangan
antara waras dan gila di inti cerita, semuanya mengarah ke gila. Umpatan di
sana-sini, karakter yang awalnya menarik jadi terasa melakukan aksi kartun
meskipun mereka tidak pernah jatuh jadi terasa menjengkelkan. Lucas dan Moore
kurang oke dalam mengolah materi yang mereka punya agar tampil dengan kualitas yang oke pula sampai akhir, mayoritas terasa seperti main aman dan ada
yang terasa datar walaupun tidak menjengkelkan.
Hal tersebut berkat
kinerja para aktris utama yang berhasil menjaga pesona karakter mereka masing-masing.
Chemistry antara Mila Kunis, Kathryn Hahn, dan Kristen
Bell oke, dan kelompok “Mean Girls”
yang dipimpin oleh Christina Applegate
juga oke. Kunis, Hahn, dan Bell tampak seperti tiga wanita yang sudah kenal
lama, mereka terasa nyaman dengan karakter mereka masing-masing tapi juga
saling mengisi satu sama lain. Itu banyak membantu pula kinerja komedi ‘Bad Moms’ yang tampil dengan
mengandalkan slapstick humor rasa modern dan over-the-top. Amy, Clara, dan Kiki dihadapkan pada berbagai aksi
gila dan perilaku kurang “normal” dengan mengandalkan berbagai kata-kata kotor,
tidak semuanya berhasil membuat penonton tertawa besar namun mayoritas punya kualitas yang cukup oke untuk membuat penonton tersenyum
hingga tertawa kecil.
‘Bad Moms’ berhasil menjadi sebuah
“kisah” terkait motherhood yang
terasa cukup menghibur, pesan tentang menjadi ibu tidak harus selalu tampil
sempurna terasa oke walaupun tidak kuat. Di awal punya emosi yang cukup baik
yang selanjutnya kemudian dihajar dengan berbagai komedi vulgar dari batasan normal hingga kurang ajar, 'Bad Moms' berhasil menjadi sebuah in-your-face raunchy comedy yang cukup menghibur. Dapat terasa lebih memikat seandainya
Moore and Lucas berani untuk tampil sedikit lebih total antara membuat ini terasa
“human” atau kartun, dapat membuat
usaha tampil riuh dan segar tidak terasa dipaksa meskipun thanks to kinerja tiga pemeran utamanya tetap berhasil membuat
penonton pulang dengan mood yang
menyenangkan. Not totally funny, but
still fun enough to watch. Warning: Kepada ibu dan bapak jangan menjadi orang tua "gila" dengan membawa anak ketika menonton film ini, mereka bisa trauma nantinya.
0 komentar :
Post a Comment