Dunia ini semakin
kejam, segala perkembangan teknologi tidak hanya membantu kemampuan setiap
manusia untuk berkembang tapi juga membuat sikap “manusiawi” kita semakin
berkurang. Manusia berjiwa sosial semakin sulit ditemukan, sikap individualisme
semakin populer. Apakah peradaban manusia perlahan akan berubah menjadi
layaknya robot dengan segala program yang ditanamkan padanya? Bagaimana jika di
masa depan untuk menciptakan dunia yang damai seluruh manusia dipaksa hidup
dengan jiwa individualis di mana emosi dan rasa cinta dianggap sebagai sebuah
penyakit? Itu isi film ini, ketika “zombie” ingin tetap menjadi manusia, Equals is a dystopian version of Romeo &
Juliet when the only crime is, love.
Masyarakat masa depan
kini hidup dalam damai dengan sikap individualisme, belajar dan berinteraksi
secara normal namun tanpa “ikatan” apapun antar individu. Emosi dan rasa cinta
dianggap sebagai "penyakit", keberadaannya dianggap tabu, reproduksi
dilakukan secara inseminasi buatan karena pernikahan dilarang, warga terus
dimonitor dan jika melanggar harus menjalani rehabilitasi dengan berbagai obat
hingga dipaksa bunuh diri. Illustrator muda bernama Silas (Nicholas Hoult) merasakan gejala “penyakit” tersebut ketika
bertemu rekan kerjanya, Nia (Kristen
Stewart), berdua mencoba mengontrol perasaan dari gangguan batin yang
perlahan semakin terasa memusingkan: rasa cinta.
Equals
punya premis yang sangat sangat sangat menarik, coba tilik saja sinopsis di atas, manusia yang
terisolasi harus menghadapi masalah batin karena tetap ingin merasakan indahnya
hidup dengan bersosialisasi. Equals
juga punya potensi untuk menjadi sindiran terhadap kehidupan sosial masyarakat
masa kini yang kini tampaknya mulai lebih tertarik pada gaya hidup
individualis. Cara atau jalan utama yang Equals gunakan juga menarik, pilihan
untuk membuat emosi dan rasa cinta sebagai hal yang berbahaya sangat oke karena
dua hal tersebut merupakan bagian dari elemen penting yang dimiliki oleh manusia.
Dan Equals tampak semakin menjanjikan
karena setting yang digunakan berada di masa depan, menyaksikan Romeo & Juliet mencoba untuk menjaga
agar cinta mereka tetap bersinar meskipun dikelilingi banyak rintangan.
Potensi tadi awalnya mampu dibentuk oleh Drake Doremus (Like Crazy, The Beauty Inside, Breathe In) tapi daya tarik cerita cepat menguap, perlahan menghilang. Konsep Equals adalah mengajak penonton ikut merasakan apa yang karakter rasakan dengan menyaksikan karakter saling mengungkapkan perasaan mereka dalam interaksi yang mengandalkan ekspresi ketimbang dialog. Silas dan Nia selalu berusaha saling mengamati, seperti berusaha untuk meyakinkan diri pada perasaan masing-masing namun juga berusaha menjauh dari emosi dan rasa cinta. Tapi bukannya semakin kuat interaksi mereka terasa kaku, terasa kikuk, Silas dan Nia tidak berhasil membuat penonton merasa simpati dan menaruh empati pada keterbatasan yang mereka alami, perlahan membuat kisah di antara mereka terasa sedikit hampa.
Equals tidak monoton karena punya visual yang oke, musik dan editing juga oke, namun walaupun terlihat menarik dari segi visual, Equals semakin kedodoran ketika bercerita. Penonton terus merasa seperti “digantung” oleh Silas dan Nia karena yang mereka lakukan mayoritas saling tatap dengan rasa ragu. Kita mengerti niat Doremus di sini, ingin membuat kita bertanya tentang kehidupan sosial lewat aksi mencintai dan dicintai dua manusia, tapi dengan sensualitas yang coba ditampilkan pengembangan masalah itu terasa dangkal. Bahkan terasa aneh, sama seperti karakter narasi terasa kaku, kurang berhasil menampilkan perkembangan yang menarik terhadap masalah dan karakter. Ya, karakter juga kurang berkembang, karakterisasi mereka yang sejak awal terbatas semakin terasa stuck, penonton mengerti masalah mereka tapi sulit untuk ikut merasakan gejolak batin mereka secara mendalam.
Niat Drake Doremus untuk menciptakan “dunia”
penuh keterbatasan bagi karakter memang menarik tapi akan terasa lebih menarik
jika ia menyisipkan beberapa pengungkapan kedalam cerita jadi cerita tidak
hanya sekedar berputar-putar saja. Urgensi Equals tidak menarik, intensitas
sensasi cerita utama punya grafik menurun, dan karena kurang berkembang secara
meyakinkan pada narasi bukan tidak mungkin momen ketika rasa jengkel
menghampiri beberapa penonton akan tiba lebih awal dari yang saya alami. Terasa
sayang memang karena penampilan dua pemeran utamanya tidak buruk, dengan segala
kekurangan di cerita Nicholas Hoult
dan Kristen Stewart terhitung tidak
buruk mempertahankan pesona karakter mereka, meskipun itu tadi, sulit untuk
merasakan apa yang mereka rasakan secara mendalam, hal penting dari film yang
menggunakan romance sebagai jualan utamanya.
Penonton tidak butuh
penjelasan yang detail dibalik setting terbatas yang ia gunakan, alasan mengapa
dunia hancur, alasan mengapa emosi dan cinta menjadi tabu, itu tidak perlu.
Yang penonton inginkan adalah konsistensi dari konsep terbatas yang dibawa,
mengembangkan masalah dan karakter yang “terpenjara” untuk mencapai tujuan
utamanya dengan cara yang menarik, menarik untuk diamati, menarik untuk
dirasakan. Equals kurang berhasil
melakukan dua hal tadi, punya potensi besar di awal tapi karena begitu
banyaknya inkonsistensi berakhir
sebagai sci-fi romance yang terlalu biasa. Segmented.
Thanks to rory pinem
0 komentar :
Post a Comment