“They’re using their
sexuality as a weapon.”
Ketika sebuah studio
mengumumkan produksi sekuel dari sebuah film akan muncul pertanyaan dengan
jenis yang begitu familiar, seperti mengapa, untuk apa, bahkan fungsinya apa?
Maksud dan tujuan sekuel beragam misalnya untuk membuat lebih banyak lagi uang,
tapi ada pula niat yang tidak semurah itu seperti ingin mencoba meneruskan
cerita, menjawab pertanyaan yang belum terjawab, hingga membuat kemasan yang
lebih baik dengan berusaha memperbaiki kelemahan di film terdahulunya. Dua
tahun lalu komedi berjudul Neighbors berhasil meraih box office 15 kali
lipat dari budget yang ia punya, tapi menariknya kehadiran Neighbors 2: Sorority Rising (Bad Neighbours 2) ternyata tidak
semurah sekedar untuk mencoba mengulangi pencapaian tersebut.
Mac
(Seth Rogan) dan Kelly
(Rose Byrne) masih berusaha keras mencoba untuk menjadi orangtua yang
“baik” bagi putri mereka Stella, sementara di sisi lain mereka juga sedang
bersiap menantikan kehadiran anak kedua mereka. Oleh karena itu mereka berniat
untuk pindah ke rumah yang lebih besar dan menjual rumah lama mereka. Celakanya
niat tersebut menemui masalah ketika sekelompok gadis-gadis muda yang gemar
berpesta bernama Kappa Nu di bawah
pimpinan Shelby (Chloe Grace Moretz)
datang menempati rumah disamping rumah Mac dan Kelly. Mac dan Kelly dengan
dibantu musuh lama mereka, Teddy Sanders
(Zac Efron), berusaha untuk melakukan “perlawanan” untuk mencegah
kebangkitan Kappa Nu.
Bukankah dari sinopsis tadi akan banyak mengingatkan
kamu pada film pertama, Neighbors,
yang muncul dua tahun lalu? Ya, memang sama persis tapi kali ini musuh bagi dua
karakter utama kita diganti jenis kelaminnya dari pria menjadi wanita. Tapi
yang menarik formula yang copy paste tadi berhasil dibentuk ulang oleh Nicholas Stoller untuk menjadi sajian
komedi yang begitu menghibur, bahkan sedikit lebih baik dari film pertama. Mac
dan Kelly masih berhadapan dengan masalah menjadi orangtua, mereka punya
rencana, dan kemudian rencana mereka bertemu dengan rintangan yang kembali
hadir dalam bentuk yang sama: remaja yang gemar berpesta. Bla bla bla, semua
sama, tapi yang berbeda ketika Neighbors cenderung kearah let’s party sepuas hati film dengan meloncat kesana kemari film ini
menampilkan pesta tersebut dengan tetap berpijak ke bumi.
Sederhananya, ini
terasa lebih padat dan lebih mengikat. Memang efek dari film pertama jadi
penonton sudah mengerti pola dari masing-masing karakter utama, dan karena
usaha untuk membentuk dengan karakter tidak memakan banyak waktu Nicholas Stoller (Forgetting Sarah Marshall,
Get Him to the Greek, The Five-Year Engagement) manfaatkan untuk
menggambarkan masalah secara lebih mendalam. Mendalam di sini dalam artian yang
tidak kompleks, mencoba mengeksplorasi berbagai isu dari tentang gender
misalnya dengan cara mengolok-olok dan tetap mengandalkan sistem berpesta yang
diusung film pertama. Hal tersebut sebenarnya sebuah kejutan besar dari film
ini, karena mengingat cara film pertama hadir di hadapan penonton kemampuannya
untuk menampilkan isu sosial dan budaya dengan cara yang fun dan tanpa terkesan
menggurui tidak pernah saya harapkan dari film ini.
Neighbors
adalah "kekacauan" yang total dengan “something important” yang tipis di dalam cerita, dan Neighbors 2: Sorority Rising berhasil
mempertebal “something important” tadi. Terasa memang dampak hadirnya Nicholas Stoller, Seth Rogen, dan Evan Goldberg sebagai penulis naskah
untuk membantu Andrew J. Cohen dan Brendan O'Brien. Meskipun menggunakan
formula yang sama persis kesan pemalas tidak terasa dari Neighbors 2: Sorority Rising karena kamu akan menemukan berbagai
hal segar di dalamnya. Dalam hal cerita muncul tema yang terasa kuat, seperti
persahabatan, seksisme, feminisme, hingga identitas, tapi di sisi komedi
kualitasnya terasa lebih merata, kemampuannya membuat penonton tertawa lebih
konsisten dan momen laugh out loud
dengan eksekusi yang baik juga lebih banyak. Dan meskipun di bagian akhir
momentum terasa berkurang alur cerita di luar bagian tersebut berhasil tampil
dinamis, aksi kejar-kejaran yang sukses mengikat penontonnya untuk go and stop
bersama tawa.
Kemajuan juga terjadi
di cast, dan meskipun tiga pemeran utama kembali dan berhasil menampilkan
karakter mereka dengan lebih baik lagi dibandingkan dengan film pertama bintang
utama di film ini justru Chloë Grace
Moretz. Chloë berhasil membuat Shelby terasa seperti remaja wanita norak
dan naif yang menjengkelkan tapi menarik untuk diamati. Shelby seperti
pemberontak yang bertugas sebagai goal-getter, dan Chloë Grace Moretz berhasil melakukan itu dengan sangat baik. Tiga
karakter utama yang kembali hadir juga tidak kalah terlalu telak dari Chloë Grace Moretz. Zac Efron misal, ia bertugas sebagai jembatan untuk membangun
“perang” antara Mac-Kelly dan Shelby, dan itu ia lakukan dengan baik. Rose Byrne di sini fungsinya seperti
ketika menjadi Rayna Boyanov di Spy, berhasil menjadi moment stealer yang oke. Ike Barinholtz juga berhasil mencuri
perhatian. Dan Seth Rogen still doing
"Seth Rogen", dan itu menyenangkan.
Neighbors
2: Sorority Rising ini adalah sekuel yang cerdik, ia tidak
mencoba untuk berubah secara frontal, ia masih menggunakan formula yang sama
seperti pendahulunya, tapi dengan memperbaiki kelemahan di film pertama ia
berhasil menjadi sajian komedi rasa sama yang terasa lebih segar. Adalah sebuah
kejutan menemukan berbagai isu seperti sosial dan budaya tampil lebih luas
ketika mengingat apa yang dihadirkan film pertamanya. Neighbors 2: Sorority Rising berkembang dengan cara yang benar,
sebuah pembuktian dari Nicholas Stoller
bahwa ia salah satu sutradara yang ahli menciptakan komedi yang solid, sebuah
komedi yang dinamis berisikan lelucon vulgar penuh tawa tepat guna dengan “something important” yang terselip manis
di sampingnya.
0 komentar :
Post a Comment