“Senyummu, dinding di antara aku dan ketidakwarasan.”
Tidak mudah untuk menemukan film Indonesia yang terasa adiktif, film
yang mampu membuat penontonnya tidak hanya sekedar tersenyum puas bersama rasa
gembira ketika ia telah berakhir namun juga meninggalkan mereka dengan perasaan
ingin untuk mengulang kembali petualangan yang baru saja mereka saksikan. Film
ini berhasil melakukan hal tersebut. Rekonsiliasi isi hati penuh dengan gesekan
rasa benci tapi rindu yang menggoda, gejolak cinta remaja yang kini telah
dewasa dibalut dengan sense of nostalgia, situasi now or never dalam
petualangan sederhana namun rumit di Yogyakarta, mari sambut kembali mereka,
Rangga dan Cinta. Ada Apa dengan Cinta?
2: when memory packaged nicely. Karena aku ingin kamu, itu saja.
Empat belas tahun yang lalu, setelah “bermain-main” dengan perasaan pria
bernama Rangga (Nicholas Saputra)
memilih untuk pergi ke New York dan meninggalkan “wanitanya” kala itu, Cinta (Dian Sastrowardoyo), dalam sebuah
perpisahan yang sangat dramatis di bandara. Kala itu Rangga berjanji dalam
puisinya yang mengandung purnama bahwa ia akan kembali. Mereka memang kembali
bertemu setelah itu namun selama hampir satu dekade kemudian Rangga seperti
tidak lagi bertemu dengan purnama yang mengingatkannya akan janjinya kepada
Cinta. Di jaman yang telah canggih long-distance
relationship di antara mereka berubah menjadi kisah asmara yang dingin
lewat “puisi” singkat di secarik kertas dari Rangga untuk Cinta.
Rangga dan Cinta belajar bahwa mereka berada di dalam sebuah hubungan
tanpa kejelasan. Cinta move on, namun bagaimana dengan Rangga? Menariknya
purnama seperti muncul kembali setelah menghilang lama, Cinta yang sedang
berlibur bersama sahabatnya Maura (Titi
Kamal), Milly (Sissy Priscillia), dan
Karmen (Adinia Wirasti) di Yogyakarta
kembali harus berhadapan dengan masa lalunya. Sebuah “panggilan” dari ibunya
membawa Rangga pulang ke Indonesia, lebih tepatnya pulang ke Yogyakarta. Rangga
bertemu Cinta, namun apa yang kemudian terjadi di pertemuan tersebut ternyata
tidak hanya sekedar upaya penjelasan dan mencari kejelasan dari apa yang telah
terjadi selama ini.
Kata yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan Ada Apa dengan Cinta 2 adalah
nostalgia. You know, seperti fitur find alumni dari salah satu aplikasi instant
messaging yang membawa Cinta bertemu kembali dengan Rangga dua tahun yang lalu
ini merupakan sebuah reuni di mana kita bertemu kembali dengan sosok-sosok lama
yang sebelumnya pernah kita kenal dan kagumi. Salah satu alasan mengapa Ada Apa dengan Cinta? (AADC) masih
begitu lekat memiliki image sebagai salah satu film romance dengan “feel”
terbaik di industri perfilman Indonesia adalah dalam bahasa sederhananya ia
seperti sebuah hangout, ia membawa penonton untuk merasa terlibat dan menjadi
bagian dari kehidupan tokoh-tokohnya dan kisah cinta antara Rangga dan Cinta
kala itu. So, tidak heran ketika sebuah akhir yang menggantung itu hadir kita
tidak hanya sekedar ditinggalkan dengan sebuah perasaan belum tuntas, kita juga
seolah melepas pergi sahabat kita.
Hal tersebut merupakan keuntungan besar yang Ada Apa dengan Cinta? 2 peroleh dari pendahulunya, kini penonton
bersiap menyambut kembali sahabat mereka, kembali dengan formula hangout.
Walaupun begitu misi film ini tidak sesederhana itu, ia harus menjawab apa yang
belum terjawab terutama terkait perasaan cinta di antara dua tokoh utamanya, ia
juga harus menceritakan hal-hal yang telah terjadi selama satu dekade atau
puluhan bahkan mungkin ratusan purnama ketika Rangga terpisah dari Cinta. Dua
hal penting tadi berhasil ditampilkan atau disajikan dengan baik oleh Riri Riza
yang disokong dengan understated script olahan Mira Lesmana dan Prima Rusdi.
Menggunakan konsep yang lebih condong kearah feeling development AADC2 secara perlahan namun tidak berlebihan
mengupas satu per satu jawaban yang penonton ingin temukan sejak awal tentu
saja dengan fokus utama pada kisah cinta antara Rangga dan Cinta.
Empat belas tahun bukanlah waktu yang singkat namun menariknya setelah
tertidur begitu lama Ada Apa dengan Cinta 2 tidak menemukan kendala yang
berarti untuk melanjutkan baton yang telah diciptakan pendahulunya. Dari sektor cerita formulanya ternyata masih
sama, sedari sinopsis Miles dan Prima
Rusdi mencoba melempar berbagai ide atau gagasan dari kisah asmara,
persahabatan, hingga hubungan antara orangtua dan anaknya. Yang menarik adalah
jika di AADC mereka campur aduk sehingga kedalaman masing-masing isu terasa
biasa di sini fokus utama ditampilkan dengan kuat. Memang di awal terasa
sedikit draggy bahkan rasa canggung
terasa begitu kental, namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Wajar
memang, perlu waktu agar karakter dan konflik dapat terbentuk dan klik, namun
yang hadir selanjutnya akan selalu ditemani dengan senyum penonton ketika
menyaksikan Rangga dan Cinta bermain tarik dan ulur mencoba membangun kembali “love electricity” di antara mereka.
Berbicara tentang cerita sebenarnya film ini tidak special, dialog juga
cenderung di set untuk bermain di level antara puitis dan modern, namun
meskipun dinamikanya tidak selalu kuat di semua bagian feeling development dari Ada Apa dengan Cinta 2 mampu untuk terus tumbuh menjadi lebih dan lebih menarik.
Sumbernya bukan hanya dari kemampuan Riri Riza dalam membentuk rasa nostalgia
yang sukses menghipnotis penontonnya saja tapi cara ia “memanfaatkan” karakter
dan cerita dalam eksposisi yang tarik-ulur untuk menampilkan gejolak cinta. Di
awal kita tahu “kondisi” Cinta, seolah tampak sulit kita lalu menilai ini hanya
akan menjadi sebuah usaha rekonsiliasi isi hati, tapi hingga akhir selalu eksis
gesekan yang membuat penontonnya bergumam “come on Rangga” atau “yang mana
Cin?” di dalam hati. Itu mengapa selain Mamet yang masih bernasib sama ada
sosok lain yang juga kurang beruntung di film ini, karena sampai akhir you'll want him lost to Rangga.
Kompleksitas rasa cinta yang digambarkan secara sederhana juga menjadi
salah satu hal terbaik dari Ada Apa dengan Cinta 2. Banyak isu kecil yang coba dituturkan film ini kepada
penontonnya tapi Riri Riza mampu jaga untuk tetap tampil dalam batasan yang
hangat, hanya gejolak perasaan antara Rangga dan Cinta yang terus dibakar
semakin besar. Walaupun begitu AADC2 dapat dikatakan sebagai kemasan yang tricky karena “kerumitan” yang dimiliki
oleh cerita tidak ditampilkan secara frontal. Tidak bisa hanya sekedar diamati
saja, pertarungan batin dan ego masing-masing dari Rangga dan Cinta untuk
memilih juga harus anda rasakan karena di sana letak pesona terbesar film ini.
Jika tidak maka kesan yang dihasilkan film ini adalah hanya berputar-putar di
Yogyakarta tanpa banyak hal yang terjadi di antara dua karakter utama, dan
ujungnya akan membuat beberapa “kejutan” yang hadir setelah itu akan terasa
aneh.
Spotlight lain dari film ini tentu saja karakter. Perubahan yang dialami
masing-masing karakter berhasil dikemas dengan baik, cara pengungkapan apa yang
terjadi pada mereka selama ini juga sama baiknya. Yang paling menarik dari cast
adalah mereka mampu menampilkan karakternya sebagai versi dewasa dari karakter
mereka di film pertama. Getaran cinta AADC2 bersumber dari chemistry antara Nicholas Saputra (Mas Rangga, sabuk
pengamannya) dan Dian Sastrowardoyo,
keduanya sukses menciptakan situasi yang natural ketika sepasang mantan kekasih
bertemu kembali setelah terpisah begitu lama, dari rasa canggung dan bingung
sampai dengan kondisi bimbang terhadap perasaan satu sama lain. Sementara itu
Geng Cinta memiliki fungsi yang sangat baik dalam membangun konflik utama
cerita, Titi Kamal, Sissy Priscillia,
dan Adinia Wirasti kembali tampil
dengan tik-tok yang mumpuni meskipun cukup disayangkan kita tidak lagi bertemu
Alya. Adinia Wirasti yang paling kuat di antara Geng Cinta, Karmen membawa rasa
segar dan membuat anda ingin mengenalnya secara lebih mendalam.
A new lover is possible if you end things
properly, itu dasar utama
film ini, dan dari sana kita dibawa berangkat menuju sebuah petualangan yang
cerdik dalam menggoda, sebuah kesederhanaan dalam kompleksitas yang berhasil
menjawab berbagai pertanyaan yang selama ini tertunda di antara Rangga dan
Cinta. Ini bukan sebuah sajian romance yang luar biasa jika hanya anda amati,
namun ketika anda coba rasakan maka anda akan menemukan sebuah usaha "feeling development" yang
dengan cermat memanfaatkan love
electricity di antara dua karakter utamanya. Sebuah hangout kental dengan
rasa nostalgia yang membuat penontonnya menahan nafas sampai baper (bukan bawa
perut) akibat tenggelam dalam kisah cinta Rangga dan Cinta, Ada Apa dengan Cinta 2 berhasil menjadi
kumpulan memori yang dikemas dengan mumpuni, kelanjutan dari sebuah legenda
yang menyenangkan dan bijaksana.
0 komentar :
Post a Comment