"The jungle is no longer
safe for you."
The
Jungle Book merupakan kumpulan cerita yang timeless, cerita yang ketika kamu baca
kembali masih akan terasa menarik dan semakin tinggi jenjang usia ketika kamu
membacanya maka akan semakin luas pula kerangka acuan serta perspektif yang
akan kamu temukan dan rasakan, dari tradisi, ketekunan, kesetiaan, keberanian,
kehormatan, hingga integritas. From the
director who brought you Iron Man eight years ago film ini berhasil
melakukan reimagining The Jungle Book
kedalam presentasi yang tidak hanya hanya sekedar proporsional dalam konteks
cerita namun juga menjadi sebuah petualangan gelap dan terang yang thrilling serta eye candy.
Ditemukan oleh Bagheera (Ben Kingsley) ketika masih
bayi, anak manusia bernama Mowgli (Neel
Sethi) tumbuh besar diasuh oleh serigala bernama Raksha (Lupita Nyong'o) bersama gerombolannya yang dipimpin oleh Akela (Giancarlo Esposito). Mowgli
tumbuh bahagia di alam liar hingga suatu ketika di saat gencatan senjata akibat
kekeringan air minum berlangsung harimau bernama Shere Khan (Idris Elba) muncul dengan sebuah ancaman terhadap
Mowgli. Sadar akan bahaya yang mengancam Bagheera memilih untuk mengantar
Mowgli kembali ke dunia manusia. Celakanya jalan mereka tidak mudah, dari
bertemu python Kaa (Scarlett Johansson), Gigantopithecus
King Louie (Christopher Walken), hingga beruang bernama Baloo (Bill Murray).
Meskipun membawa banyak
isu The Jungle Book mencampur itu
semua menjadi sebuah pertunjukkan yang nyaman untuk ditonton bersama keluarga.
Ya, nyaman, apakah juga aman? Tidak sepenuhnya. Banyak karakter menarik, banyak
kombinasi warna yang menyenangkan, sulit rasanya untuk sepenuh hati memberikan
lampu hijau sepenuhnya bahwa film ini merupakan family movie yang ramah.
Di tangan Jon Favreau serta naskah
yang ditulis oleh Justin Marks
berdasarkan kumpulan cerita karya Rudyard
Kipling film ini mencoba menghadirkan pendekatan dengan kombinasi gelap dan
terang. The Jungle Book punya momen
yang dapat terasa menakutkan bagi penonton anak-anak meskipun Jon Favreau berhasil menjaga agar cerita
tidak tampil kelam begitu frontal, salah satunya dengan memanfaatkan visual
yang menyenangkan.
Hal terbaik dari The Jungle Book adalah presentasi visual
yang pretty damn good! Potensi
“menakutkan” juga lahir dari tampilan visual yang terasa nyata, tampil begitu
impresif sampai-sampai terasa sedikit sulit untuk menerima bahwa hewan-hewan
yang tampil anthropomorphic itu merupakan hasil olahan komputer menggunakan
teknik motion capture. Para animator melakukan pekerjaan yang memukau di sini,
live action tidak cuma terasa mulus saja tapi pesona dari masing-masing karakter
berhasil memikat penonton. Semua tampak menakjubkan, reimage karakter terasa
manis dari detail hingga emosi sehingga kehadiran mereka di layar meninggalkan
kesan yang kuat, penyajian 3D juga oke dalam memberikan kedalaman. Tapi
sayangnya elemen yang benar-benar kuat dari The
Jungle Book hanya ini, hanya visual, karena selebihnya tampil seperti
pendekatan yang coba ia berikan, ada yang terang namun ada pula yang gelap.
Di awal perlu waktu
untuk membentuk reimagining
petualangan di alam rimba ini, skenario masih duduk manis menggunakan sinopsis dasar tapi terdapat usaha untuk
membuat “jalan” baru. Cerita seperti
ingin membuat Mowgli menjadi pahlawan dengan menciptakan koneksi dengan
kerajaan hewan. Dampaknya cerita mondar-mandir untuk mengembangkan konflik,
sesekali terasa santai namun memiliki pula bagian yang mampu memompa adrenalin
penontonnya. Masalahnya bukan di situ, tapi terletak pada kombinasi antar nada
cerita yang variatif. Seperti Mowgli yang bergerak liar di hutan nada cerita The Jungle Book juga terasa liar,
walaupun fokus utama kuat tapi transisi tidak selalu halus, dan tampil dengan
menggunakan chapter yang tersirat membuat
petualangan seperti kurang solid, terkadang cepat dan sangat halus, terkadang
kaku dan sedikit draggy.
Apakah minus tadi
mengganggu? Sulit pula untuk memberi lampu hijau pada masalah ini. Jon Favreau kembali berhasil menyajikan
struktur bercerita yang cermat sehingga kekurangan mampu ia tutup dan potensi
mengganggu tidak meledak. Ambil contoh ketika sedikit terlalu tenang ia
memanfaatkan dengan sangat baik interaksi antara Mowgli dan Baloo, bagian
paling menghibur dari film ini. Bagian awal film yang sedikit terlalu tenang
juga punya momen intens menggunakan Shere
Khan. Thrill yang naik dan turun berhasil Jon Favreau kontrol dengan proporsi yang cermat, meskipun
sayangnya karena terombang-ambing di titik tengah ketika di satu sisi ia
berhasil selamat dari kemungkinan menjadi petualangan membosankan di sisi lain The Jungle Book juga tidak berhasil
menjadi petualangan thrilling dan hangat yang membuat kata “wow” muncul ketika ia telah berakhir.
Kualitas kinerja cast
juga mixed, dan minus ada di Neel Sethi.
Ketika tampil loncat dan berlari Mowgli
tampil baik namun ketika ia dituntut untuk menyampaikan emosi lewat ekspresi ia
kurang berhasil. Emosi Mowgli datar! Itu
pula alasan kenapa yang paling memorable dari bagian akting justru para pengisi
suara yang tidak hadir secara fisik di layar. Ben Kingsley memberikan kedalaman yang oke pada Bagheera, kesan peduli dan melindunginya
tampil kuat. Idris Elba memberikan
pesona menakutkan yang kuat pada Shere
Khan, Christopher Walken di sini
tampil sebagai Christopher Walken,
dan Scarlett Johansson menyuntikkan
hembusan “angin” yang begitu chilling ketika Kaa muncul. Dan Bill Murray adalah bintang di bagian
pengisi suara, meskipun ia membuat lagu terasa canggung tapi Baloo benar-benar
terasa “hidup” di dalam cerita berkat suara dari Murray yang begitu klik dengan
karakteristik Baloo yang fun.
The
Jungle Book merupakan petualangan energik dengan
balutan visual yang menawan, sebuah prestasi teknis penuh warna yang impresif.
Naik dan turun dengan pergeseran nada antara gelap dan terang The Jungle Book berhasil menjadi sebuah
reimagining materi lama dengan proporsi cerita yang baik, tidak sekedar
menjadi eye candy yang manis namun
juga sama manisnya ketika mencampur komedi bersama dengan tragedi. Namun karena
terlalu stabil bermain di titik tengah dan fokus yang besar pada action
menyebabkan The Jungle Book kurang
mampu menciptakan rasa “hangat” yang kuat dari petualangan tersebut ketika ia telah
berakhir. Good proportion, engaging,
fancy in visual terms, The Jungle Book is good, but sadly overall not a
"wow".
Cowritten with rory pinem
Bahasanya keren ! Jadi pengen nonton...^^
ReplyDelete