"Boy, I'm a professional at making a mess of things."
Dianggap sebagai salah
satu penyanyi dan penulis lagu Amerika yang paling berpengaruh di abad ke-20 Hank Williams tentu meninggalkan sebuah
cerita menarik meskipun ia meninggal dunia di usia yang terhitung muda, 29
tahun. Fakta tersebut sesungguhnya merupakan sebuah keuntungan bagi film ini
karena dengan begitu ia memiliki materi atau sesuatu yang “menarik” untuk
diceritakan. Namun pria yang berada dibalik eksistensi The Last Exorcism, Dawn of the Dead, Children of Men, dan RoboCop ternyata memiliki visi yang
sedikit berbeda untuk mengolah materi tadi, sehingga alih-alih menjadi sebuah
biopic tentang musik I Saw the Light
menjadi biografi yang terlalu terobsesi pada hal yang berbeda.
Hank
Williams (Tom Hiddleston) memiliki impian untuk tampil di Nashville Grand Ole Opry, dan untuk
mencapai keinginan tersebut ia mencoba membangun “image” sebagai penyanyi music
country. Dengan dukungan sang istri Audrey
(Elizabeth Olsen) serta ibunya Lillie
(Cherry Jones) Hank mulai mengisi acara di sebuah stasiun radio lokal, dan
perlahan karirnya mulai menanjak naik. Namun sayangnya Hank menderita sakit
kronis di punggungnya dan mulai tenggelam dalam alkohol, kecanduan dan mulai
bertemu dengan berbagai masalah lain di luar musik dengan masalah terbesar
berasal dari wanita bernama Billie Jean
(Maddie Hasson).
Secara struktur tidak
ada hal menarik yang membedakan I Saw the
Light dengan film-film biografi lainnya, terutama yang bercerita tentang
musik. Sang sutradara, Marc Abraham,
pada awalnya terhitung berhasil menciptakan dunia Hank, tokoh sentral dengan
cepat berdiri di pusat dan yang terpenting adalah ia mampu membuat penonton
penasaran tokoh seperti apa itu Hank
Williams? Ambisi Hank berhasil menarik perhatian dan beberapa unsur lain
seperti asmara misalnya juga mampu membuat penonton menantikan apa yang akan
terjadi selanjutnya. Tapi bukankah tugas film biografi lebih dari sekedar
menjawab pertanyaan? Ia harus membuat kehidupan tokoh utama tampak nyata dan
terasa menarik untuk diikuti, dan film ini kurang mampu melakukan hal tersebut.
Bicara masalah di dalam
cerita memang tidak buruk, sinopsis tadi
tampak sederhana tapi di dalamnya sebenarnya banyak konflik lain yang membuat
cerita jadi kompleks, dari alkohol, keuangan (?), pernikahan, hingga musik.
Sayangnya hal terakhir tadi, musik, yang seharusnya menjadi duduk masalah utama
di sini justru terasa seperti pelengkap saja, penggambarannya bahkan terasa
dangkal. Dan semakin lengkap karena Marc
Abraham tidak hanya gagal menjadikan musik di dalam kehidupan Hank Williams terasa menarik tapi ia
juga tidak mampu membuat niat utamanya tampak menarik. Niat utama film ini
sederhana, ia ingin memberikan kamu perjuangan hidup seorang musisi yang tidak
hanya harus berhadapan dengan masalah di bidang musik saja.
Memang tidak salah
memilih untuk fokus pada hal lain di luar prestasi tokoh utama tapi sayangnya
berbagai masalah di luar musik tadi juga hadir dengan kualitas yang, well,
terlalu biasa. Terlalu banyak materi yang diberikan kepada Hank dan ia harus
membuat itu semua bergerak dengan berusaha meyakinkan penonton bahwa
kehidupannya yang bermasalah terasa membosankan. Eksplorasi suram terhadap Hank
bukan hal yang tidak tepat tapi pendekatan Abraham yang kurang tepat. Ia
seharusnya membuat karakter Hank benar-benar kokoh tampak sebagai sosok yang
menarik sehingga ada pesona dan membuat penonton menaruh simpati pada kejatuhan
yang ia alami. Di sini tidak, semua seperti magic, tidak ada pendekatan yang
intim dan menjadi alasan mengapa banyak orang menyukai Hank, informasi tentang
kejeniusan yang Hank miliki di bidang musik juga minim sehingga obsesinya untuk
sukses perlahan terasa monoton.
Itu dia penyebab
mengapa I Saw the Light terasa
hambar, Marc Abraham terlalu sibuk menciptaka kronologi perjalanan hidup
karakter tapi tidak sanggup mempertahankan alasan di awal mengapa Hank
merupakan sosok yang menarik. Tidak heran ketika film ini selesai image yang
tercipta di pikiran saya Hank merupakan pria bodoh yang salah arah, bukan
seorang jenius yang merasa sengsara dalam hidupnya, tidak peduli seberapa kuat Tom Hiddleston coba meyakinkan
penontonnya. Hiddleston berhasil menampilkan “feel” yang menarik bagi karakter
Hank tapi sayangnya seiring dengan tidak menariknya cara script berjalan pesona
Hank juga perlahan berkurang. Pemeran pendukung juga sama, Elizabeth Olsen dan Cherry
Jones punya beberapa momen kuat tapi daya tarik terhadap karakter mereka
juga perlahan memudar.
I
Saw the Light menggunakan cerita hidup yang
menyedihkan ketimbang menelisik kegemilangan sosok Hank Williams di dunia musik, tapi sayangnya ia terlalu terobsesi
pada menggambarkan kronologi dan lupa untuk memoles pesona karakter beserta
masalahnya. Penonton hanya penasaran dan menantikan apa yang akan terjadi
selanjutnya pada Hank namun tidak pernah ditarik lebih jauh untuk menaruh
simpati dan peduli, merasa karakter sebagai sosok yang nyata, dan yang
terpenting mengagumi apa yang ia hasilkan selama hidupnya. Hal paling menarik
dari film ini adalah kinerja akting yang banyak membantu cerita bertahan hidup di durasinya yang panjang, namun selebihnya
merupakan sebuah presentasi yang hambar. Disjointed dan terasa seperti sebuah
fiksi.
Thanks to: rory pinem
0 komentar :
Post a Comment