“I want my life back.”
Bercerita tentang tokoh
yang punya karir musik gemilang namun memiliki masa kelam bersama obat-obat
terlarang bukan sebuah pekerjaan yang mudah, potensi terburuknya tidak hanya
sekedar berakhir klise saja namun juga monoton bahkan terasa ofensif terhadap
tokoh nyata. Born to Be Blue tidak
berakhir seperti itu, ini berhasil menjadi sebuah kisah tentang kehidupan
musisi yang menyedihkan namun berusaha menggunakan sisi kelam tadi untuk
menjadi sebuah inspirasi yang terasa segar. Oh, jika Oscars tahun depan ingin
“merayakan” kualitas akting di kategori pemeran pria, maka mereka harus
mempertimbangkan Ethan Hawke di film ini.
Di tahun 1966, Chet Baker (Ethan Hawke) menerima
kunjungan dari seorang sutradara ketika masih berada di penjara yang
berniat untuk membuat film tentang hidupnya, terutama masa awal di mana Baker
mencoba narkoba. Beberapa bulan kemudian proses syuting dilakukan di Los Angeles di mana Baker mengajak
pacarnya Jane (Carmen Ejogo) untuk
ikut tampil dalam film tersebut. Namun suatu ketika di saat sedang kencan Baker
diserang oleh orang tak dikenal yang mengakibat kerusakan pada gigi bagian
depannya. Otot bibir Baker cedera dan ia terancam tidak bisa lagi bermain terompet
di atas kelas pemula.
Menyandang status
sebagai sebuah semi-biografi ternyata tidak menghalangi Born to Be Blue untuk mencapai apa yang diimpikan oleh semua film
biografi. Memang terdapat beberapa sentuhan fiksi di dalam cerita yang jujur
saja jika kamu (termasuk saya) tidak begitu “mengenal” Chet Baker maka akan sulit untuk mengidentifikasi namun di tangan Robert Budreau film ini justru berhasil
membuat penonton tertarik kepada karakter utama lengkap dengan rasa
simpati pada perjuangan yang ia hadapi. Fokus utama film ini oke sehingga
begitu mudah pula untuk cepat mengagumi karakter Chet Baker walaupun ia punya kisah kelam. Pesona Born to Be Blue
tidak pernah terasa dipaksakan, sejak awal ia seperti memilih untuk memberi
sedikit pemanis yang menghasilkan sensitifitas dan sisi maskulin yang menarik.
Niat film ini
sebenarnya tidak sederhana, ada upaya untuk menggabungkan antara musik, drama,
dan sedikit romance, tapi semua berakhir padu. Ya kasarnya film ini berhasil
melakukan apa yang I Saw the Light
gagal lakukan, ia berhasil menciptakan kerumitan dengan obsesi yang menarik
diamati dan dirasakan buat penontonnya. Born to Be Blue punya proses yang menarik sehingga perjuangan
karakter tidak campur aduk dan juga tidak monoton, Robert Budreau memberi kita
sebuah kronologi tapi ia juga tidak lupa memoles pesona karakter bersama dengan
pesona dari konflik di cerita. Born to Be
Blue menarik kamu untuk merasakan alasan untuk mengagumi Chet Baker sehingga perjuangan yang ia
lakukan menarik karena penonton berada di misi yang sama dengan cerita, bahwa Chet Baker merupakan seorang berbakat
yang layak untuk bahagia.
Struktur cerita Born to
Be Blue juga menarik. Formula yang dipakai klise, standar film biografi, dari
segi naskah juga sebenarnya tidak ada yang special sejak sinopsis walaupun tidak sepenuhnya pula terasa tumpul. Lalu apa
alasan mengapa Born to Be Blue berhasil
tampil sebagai sebuah biografi yang menarik? Ini membuat penonton merasakan apa
yang Chet Baker rasakan, tidak peduli
apakah mereka pernah atau tidak mengalami apa yang pernah Baker alami.
Alih-alih menjadi sebuah drama biografi yang
niatnya hanya ingin “bercerita” tentang sisi tragis dari kehidupan sang artis Born to Be Blue menggunakan pendekatan
di mana penonton seolah berada di samping Chet
Baker, memberikan koneksi yang punya sensitifitas begitu asyik sehingga
konteks perjuangan Baker terus tumbuh menjadi semakin menarik.
Dan kesuksesan itu
tercapai bukan hanya berkat kemampuan Robert
Budreau mengolah cerita, kemampuan visual dan soundtrack jazz untuk menciptakan feel yang menarik, namun juga
berkat kinerja akting yang mampu menampilkan proses penuh catatan tragis
menjadi sebuah perjuangan yang menarik dan mempesona. Ethan Hawke begitu bersinar sebagai Chet Baker. Oscar-worthy?
YES. Hawke memberikan performa yang terasa tajam, penyampaian isi dari hati dan
pikiran Chet Baker terasa begitu presisi, dari kerapuhan emosi, rasa cemburu,
hingga ambisi. Cara ia menangani scene ketika bermain terompet juga begitu
meyakinkan sehingga semakin besar keinginan penonton agar karakternya berakhir
bahagia. Chemistry Hawke dengan Carmen Ejogo juga menarik, cinta mereka
tampilkan dengan lembut namun punya sisi erotis yang tersimpan di dalamnya.
Born
to Be Blue berhasil menyajikan kehidupan salah satu musisi
jazz ternama kedalam sebuah biografi yang inspiratif dalam bentuk sederhana dan
segar. Punya masalah yang menarik, punya pesona yang menarik, Born to Be Blue menggunakan kerapuhan
karakter untuk menggambarkan sebuah perjuangan yang menarik emosi
penonton bersamanya. Born to Be Blue tidak
special namun terasa menarik sejak awal hingga akhir berkat kemampuan Robert Budreau memoles pesona dan
masalah agar memiliki sisi sensitif dan sisi maskulin yang berimbang sehingga
walaupun menggunakan formula yang klise hasil akhir yang diberikan berhasil
meninggalkan kesan yang tidak biasa. Oh, last but not least, di sini Ethan Hawke juara! Segmented.
Thanks to: rory pinem
My Funny Valentine – Chet Baker
ReplyDeletehttps://www.youtube.com/watch?v=ulYN99ftQLU