"I wanted out of my mildly depressive boyfriend, I wanted to blow everything up."
Begitu banyak hal menarik
yang dapat “dimanfaatkan” dari proses mencari, meliput, serta memproduksi
berita yang dilakukan oleh wartawan, bukan hanya dari proses bagaimana berita
itu diperoleh, dibentuk, hingga disajikan kepada penonton namun terdapa sisi
kecil lain yang tidak kalah menarik. Contohnya seperti bagaimana mereka
membangun pendekatan dengan sumber informasi, menjaga hubungan dengan
orang-orang “penting” di sekitar, hingga bagaimana usaha mereka bertahan hidup
untuk dapat kembali pulang ke kasur kesayangan mereka di rumah. Whiskey Tango Foxtrot (mari singkat saja
menjadi WTF) mencoba membawa penonton merasakan pengalaman jurnalistik tersebut
dalam perpaduan drama dan komedi, seperti sebuah soft drinks yang oke.
Akibat rasa kesal
terhadap kekasihnya serta pekerjaannya yang jurnalis berita TV bernama Kim Baker (Tina Fey) memanfaatkan sebuah
kesempatan untuk menjadi reporter di medan perang. Untuk mendapatkan penyegaran
atas kehidupannya yang ia rasa telah macet itu Kim baker terbang ke Kabul untuk
melaporkan berita dari garis terdepan Perang Afghanistan. Ternyata tantangan
tersebut tidak semudah yang Kim kira, budaya serta adat istiadat memberi
kejutan baginya terlebih ia dipaksa terlibat jauh lebih dalam akibat hubungan
dengan orang-orang baru di sekitarnya, dari Kolonel
Hollanek (Billy Bob Thornton), reporter Tanya
Vanderpoel (Margot Robbie), wartawan asal Skotlandia bernama Iain MacKelpie (Martin Freeman), hingga Perdana Menteri Ali Massoud Sadiq (Alfred
Molina).
Bukan karena sinopsis melainkan karena pemeran
utamanya adalah Tina Fey sehingga di awal saya mengira bahwa Whiskey Tango Foxtrot akan menjadi
sebuah komedi tentang perang di mana Tina Fey melakukan berbagai aksi aneh dan
gila andalannya, tapi ternyata WTF lebih “baik” dari perkiraan saya tadi.
Memang hal tadi tetap hadir, Tina Fey dengan cepat menjadikan Kim Baker sebagai sosok buddy bagi penonton, ia adalah wanita
yang kita pahami masalah yang ingin ia lepaskan serta keinginan yang ingin ia
capai, cara sutradara Glenn Ficarra
dan John Requa (I Love You Phillip Morris; Crazy, Stupid, Love) memberikan elemen
keras di bagian awal sebagai pendamping proses perkenalan juga baik. Tapi hal
yang paling menarik dari WTF adalah ketika kamu menganggap ia akan menjadi
komedi yang ringan ternyata ia justru perlahan berubah menjadi kombinasi komedi
dan drama dengan rasa satir yang, well, punya isi yang oke.
Whiskey
Tango Foxtrot ternyata memiliki niat lain ketimbang
sekedar menjadi arena bagi Tina Fey
untuk bersenang-senang liar, ia ingin menggambarkan bagaimana wartawan beruang
di medan perang lengkap dengan berbagai masalah dari yang terkait dunia
jurnalistik hingga di luar itu seperti benturan budaya misalnya. Dari kekacauan
hingga interaksi media berita baik itu dengan sesama jurnalis hingga dengan
informan, WTF terus bergerak dengan penuh percaya diri di antara drama dan
komedi, jadi jangan heran jika kamu akan sering menemukan perpindahan nada di
antara keduanya. Sebenarnya hal tersebut tidak hanya memberikan dampak positif
di mana screenplay yang di tulis oleh Robert
Carlock (30 Rock) menjadi tidak pernah terasa lesu namun juga berpotensi
menjadikan nada cerita sulit untuk dicerna. Tapi apakah hal tersebut merupakan
masalah besar? Itu masalah, namun tidak besar.
Memang pada akhirnya
tidak ada yang dominan di antara dua elemen tadi di WTF, drama tidak begitu
kuat, komedi walaupun sering menghasilkan pukulan oke namun secara keseluruhan
juga tidak luar biasa. Yang menjadi masalah adalah kekurangan tersebut berhasil
diminimalisir dampak merusaknya oleh Glenn
Ficarra dan John Requa. Arah
cerita memang sesekali terasa tidak jelas namun mereka berhasil menjaga hal-hal
ringan seperti lelucon yang segmented untuk mengalahkan minus tadi dan tetap mengikat atensi penonton.
Begitupula dengan bahan cerita, banyak isu yang film ini bawa padahal ruang
main dan sudut pandang yang ia punya sempit, editing juga tidak begitu baik,
tapi menariknya cerita tidak terasa sesak dan menggangu karena sejak awal WTF
terhitung berhasil membawa penonton seolah berada di samping Kim Baker dan mengikuti pengalamannya
berjuang di tengah-tengah medan perang.
Selain kemampuan Glenn Ficarra dan John Requa mengolah materi agar menghindar dari unsur politik yang
terlalu gelap serta mengolah bentrokan budaya menjadi manis, lalu sinematografi
yang oke, kinerja cast juga banyak memberikan kontribusi positif. Selain
memanfaatkan aspek jurnalistik fokus lain film ini adalah mengamati manusia di
medan perang, dan itu cukup berhasil karena ia memiliki banyak karakter
menarik. Margot Robbie, Martin Freeman, hingga
Alfred Molina berhasil menjadi
kompatriot yang pas bagi bintang utama, Tina Fey, mereka berhasil mencuri
atensi tanpa mencuri fokus utama. Tina Fey sendiri berhasil
menyeimbangkan sisi drama dan komedi dengan baik, performanya terasa terkendali
dengan bagian paling menarik adalah kemampuannya membuat Kim Baker punya pesona
yang menarik untuk diikuti.
Jika memakai
perumpamaan Whiskey Tango Foxtrot ini
seperti segelas soft drink, minum dengan rasa manis buatan yang terasa nikmat
tapi pada akhirnya tidak memberikan rasa kenyang. Itu pula penyebab mengapa
film ini berada di zona yang tidak jelas, ia tidak buruk namun juga tidak
sangat menawan, terdapat rasa enjoy yang diperoleh penonton tapi ketika ia
berakhir yang tertinggal hanya senyuman bukan tepuk tangan sambil berkata wtf WTF. Jika kamu datang
dalam kondisi “lapar” maka kemungkinan kamu akan pulang dengan sedikit rasa
kurang puas, namun jika kamu datang dengan perut dalam kondisi yang tidak
begitu kosong maka Whiskey Tango Foxtrot
aja menjadi sajian yang membuat kamu merasa “kenyang” di akhir cerita. Segmented.
Thanks to: rory pinem
0 komentar :
Post a Comment