Berbicara tentang film
biografi banyak di antara mereka yang sukses atau sekedar mampu menceritakan
kembali kehidupan atau peristiwa yang dialami oleh seseorang dengan baik, namun
sesungguhnya tugas film biografi bukan hanya itu. Harus atau wajib meninggalkan
makna yang menarik dari peristiwa yang dialami oleh tokoh yang ia gambarkan
merupakan tugas lain dari film biografi, bagaimana dengan cara yang
se-realistis mungkin membuat penonton mengerti pada sebab dan akibat dari
peristiwa yang tokoh tersebut alami namun juga merasakan arti dari perjuangan
yang ia jalani atau lakukan. Neerja
berhasil melakukan itu, sebuah biografi yang berhasil mencampur drama dan
thriller menjadi sajian yang dingin dan hangat.
Meskipun ditentang oleh
ibunya Rama Bhanot (Shabana Azmi),
wanita berusia 22 tahun bernama Neerja
Bhanot (Sonam Kapoor) tetap teguh pada pilihannya untuk menjadi seorang
pramugari. Pada tanggal 5 September 1986 mantan model yang memiliki kisah cinta
kelam di masa lalu itu bertugas pada penerbangan Pan Am Flight 73 yang membawa 361 orang penumpang. Celakanya ketika
mendarat di Karachi, Pakistan, empat
orang teroris asal Palestina dari organisasi Abu Nidal masuk ke dalam pesawat dengan membawa senjata.
Neerja merupakan yang
cerdik dalam mempermainkan materi yang ia miliki, menaruh elemen thriller di
posisi utama namun dengan manis menempatkan pula drama di sampingnya. Upaya
tersebut memang bukan sesuatu yang baru dan sutradara Ram Madhvani serta penulis script Saiwyn Quadras juga memberikan eksekusi yang dapat dikatakan tidak
membawa film drama thriller masuk ke level yang berbeda, level yang belum
pernah kamu saksikan sebelumnya. Tapi ada satu hal yang kecil namun memberikan
dampak krusial sehingga Neerja sejak
awal hingga berakhir berhasil memberikan sebuah pengalaman yang membekas di
memori: emosi. Ya, Neerja merupakan
sebuah petualangan emosi dalam ruang sempit yang menyenangkan, terasa dingin
karena konflik utama yang menegangkan namun di sisi lain juga berhasil
memancarkan kehangatan yang datang dari berbagai arah.
Kisah tentang
pembajakan pesawat Pan Am Flight 73
di tahun 1986 itu sebenarnya sudah cukup untuk membuat pembaca yang pada
awalnya tidak mengenal sosok Neerja
Bhanot secara instan kemudian berubah mengagumi keberanian wanita muda
tersebut. Dan film ini berhasil mempertebal rasa kagum tadi. Keunggulan utama
film ini adalah Ram Madhvani langsung
menempatkan karakter Neerja di titik
pusat dengan kuat, berbagai masalah dibebankan kepadanya dengan fokus utama
pada orangtua yang tidak setuju pada keputusannya menjadi pramugari meskipun
faktanya itu membantu usaha Neerja untuk
lepas dari masa lalunya yang kelam. Kita sebagai penonton dengan mudah mengerti
dan merasakan apa yang sedang Neerja hadapi,
seperti ada beban hidup yang berat di balik senyum yang ia tampilkan.
Dan ketika itu semua
telah terbangun, dari rasa sayang kepada orang tua hingga keinginan untuk
tumbuh menjadi sosok yang lebih baik, boom, sebuah bencana datang menghampiri Neerja Bhanot. Itu yang membuat film ini
bersinar, pertama ia membuat kamu menaruh simpati dan empati pada karakter
utama, rooting dan tenggelam pada usahanya, ingin agar Neerja menemukan
kebahagiaan, namun setelah itu semua terbentuk kita dihadapkan pada sebuah
tembok besar yang sulit untuk diruntuhkan. Pendekatan yang realis pada
langkah-langkah tadi membuat Neerja
memiliki sebuah manipulasi emosi yang menyenangkan, alur yang bergerak
mondar-mandir cepat kemudian ditemani dengan sesekali menghadirkan kilas balik,
mereka sukses memaku penonton pada kemungkinan terburuk namun secara padat
terus mendorong usaha berani Neerja dalam menghadapi kesulitan.
Bukan berarti Neerja tidak memiliki kelemahan, itu
hadir di bagian akhir meskipun tidak bersifat merusak. Hal tersebut terjadi
karena perjuangan Neerja untuk
menyelamatkan penumpang pesawat sejak awal pembajakan telah berhasil membuat
penonton seolah menjadi salah satu dari penumpang tadi. Penonton bersama rasa
tegang dan waspada terus menanti kemungkinan “meledaknya” emosi dari teroris, score terus mempertahakan nuansa dan cinematography berhasil menampilkan
kecemasan yang secara perlahan meningkat. Posisi di mana kamu dibuat menanti
menyebabkan aksi yang dilakukan oleh Neerja
terasa begitu mendebarkan dan perlahan kamu akan terpesona dengan tindakannya,
tapi pencapaian tersebut juga berkat kemampuan para teroris dalam menciptakan
image yang mudah untuk dibenci sehingga dramatisasi tidak terasa canggung.
Bukan hanya kemampuan Ram Madhvani dalam membentuk materi saja
yang menjadi kunci sukses film ini dalam mempermainkan emosi penonton bersama
thrill yang menyenangkan, kesuksesan tersebut juga berkat kinerja cast yang
memikat. Empat pria yang berperan sebagai teroris berhasil menebar ancaman yang
menenggelamkan penonton dalam rasa waspada dengan Jim Sarbh yang berperan sebagai Khalil menjadi sosok yang paling
berhasil mencuri perhatian. Shabana Azmi
yang berperan sebagai ibunya Neerja
juga tampil oke terutama pada pidatonya di bagian akhir yang begitu menyayat
hati. Bintang utamanya tentu saja Sonam
Kapoor, dari kemampuan meyakinkan penonton bahwa ia adalah Neerja, kemudian
menarik simpati dan empati pada permasalahan yang Neerja hadapi sebelumnya, hingga menggabungkan sikap heroik bersama
emosi dan ekspresi dengan sinkronisasi yang memikat.
Dari sinopsis Neerja pada awalnya tampak
seperti sebuah biografi yang hanya mencoba menceritakan kembali tragedi yang
menimpa Neerja Bhanot di dalam
pesawat Pan Am namun hasil akhir yang
film ini berikan lebih dari itu. Neerja
berhasil membuat penonton berinvestasi pada karakter utama lengkap dengan
masalah yang ia hadapi sehingga penonton seperti memiliki koneksi emosi dengan Neerja, menghadirkan drama dan thriller
sebagai pusat untuk mencengkeram dan mempermainkan emosi penonton secara
bersamaan. Bagian penutup memang kuran kuat namun tidak merusak upaya Neerja untuk bukan sekedar menjadi
sebuah penghormatan yang manis bagi sikap berani yang ditunjukkan oleh Neerja Bhanot namun juga menjadi sebuah
perayaan pada kemenangan yang dihasilkan oleh rasa yakin dan semangat (termasuk semangat kemanusiaan) ketika
berhadapan dengan masalah besar yang tampak sulit untuk dikalahkan.
Cowritten with rory pinem
0 komentar :
Post a Comment