High
school sering mendapat label sebagai jenjang pendidikan
yang paling indah, masa di mana kamu semakin dekat dengan status “dewasa” dan
mulai mencoba menemukan siapa diri kamu sebenarnya, siswa dengan buku
matematika di tangan kanan dan buku komik di tangan kiri, pria senang menggoda
wanita, wanita malu tapi bahagia digoda oleh pria. Richard Linklater menggunakan transisi dari high school menuju
kuliah untuk kembali menyajikan sebuah proses menemukan jati diri, tidak dalam 12
tahun perjalanan hidup karakter namun hanya dalam hitungan jam untuk
menampilkan sebuah komedi tentang manusia dengan cara berpesta. Ini seperti American Pie dengan hati yang mencuri
dan mengikat atensi. Get ready for the
best weekend ever!!
Sebelum tahun ajaran
baru dimulai di Southeastern Texas
University (STU), para mahasiswa baru mencoba untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru mereka setelah melepas status sebagai pelajar high school. Jake Bradford (Blake Jenner), seorang
bintang pitcher ketika high school, memiliki kemampuan lebih ketika berurusan
dengan wanita, mencoba untuk berkenalan dengan dunia barunya agar dapat klik
dengan sahabat barunya serta anggota tim baseball.
Namun senior Jake memiliki rencana lain, mereka ingin memanfaatkan beberapa
hari kosong sebelum aktifitas akademik dimulai untuk mengajarkan Jake serta
mahasiswa baru lainnya bagaimana cara berpesta yang baik dan benar.
Richard
Linklater punya ciri khas seperti ini, ia membuat konflik dan
karakter tampak sederhana lalu menampilkan mereka dengan rasa yang natural
namun di banyak titik cerita tersimpan pesan menarik yang implisit, dan ketika
berakhir ada pesan yang kuat. Hal tersebut kembali ia lakukan di film ini,
secara konsep mengajak kamu untuk mengikuti anak muda yang mencoba beradaptasi
dengan dunia kuliah selama tiga hari namun dengan cara yang unik: bersenang-senang
dari diskotik hingga klub punk. Menyandang status sebagai spiritual sequel Dazed and Confused film ini juga berada
di nada yang serupa, lelucon menjadi jualan utama dengan tingkat keliaran yang
tinggi, sebuah "pesta" nonstop berisikan berbagai kesombongan yang tidak
menjengkelkan.
Ya, itu salah satu
keunggulan film ini, sebuah komedi yang tampil lepas namun tidak terasa
menjengkelkan. Penonton dibuat tersenyum karena apa yang Everybody Wants Some!! tampilkan merupakan sebuah “fakta” universal dari masa transisi tadi. Dari sinopsis mungkin sepintas film tampak
berpusat di Jake namun faktanya tidak mutlak seperti itu, Linklater justru
berusaha agar setiap pemain muda yang ia punya memperoleh kesempatan untuk
menunjukkan bahwa mereka menikmati masa mudanya. Jam-packed? Ya, tapi untung saja chemistry di antara karakter tidak canggung sehingga usaha Richard
Linklater untuk masuk ke bagian lain berjalan mulus. Everybody Wants Some!! memang sebuah komedi yang menyenangkan,
namun ternyata ia membawa filosofi tentang hidup yang menarik di dalamnya.
Di satu titik semua
tampak liar, elemen stoner film juga muncul di Everybody Wants Some!!, tapi dengan cerdik Linklater mulai sedikit
menggeser fokus dari "pesta" yang mungkin tampak “kosong” itu menjadi sebuah
proses menemukan jati diri yang menarik untuk diamati. Ternyata pesta tadi digunakan
untuk menunjukkan gairah muda dan obsesi gila yang dilakukan oleh karakter
mulai menimbulkan pertanyaan, seperti Jake misalnya yang mulai mempertanyakan
di mana posisinya di lingkungan barunya itu. Itu pertanyaan yang sering anak
muda temukan ketika sedang mencoba beranjak menjadi dewasa, seperti menemukan
hidup baru dan mulai belajar semakin jauh bahwa yang ini pedas, yang ini manis,
dan yang itu pahit. Filosofi itu menariknya datang dari konsep Linklater yang
membuat agar cerita punya perspektif yang luas, sebuah proses memerdekakan diri
berisikan banyak ideologi dalam tampilan liar namun tetap terkendali.
Namun dengan karakter pusat dominan pria Everybody Wants Some!!
punya potensi untuk terasa sedikit seksis. Ya, potensi, tapi apakah itu
mengganggu? Tidak, karena apa yang ditampilkan oleh Linklater ketika para pria
membahas hingga bertingkah di depan para wanita merupakan fakta universal, sama seperti ketika wanita
“berbincang” tentang pria. Tema yang universal itu menjadi kunci sehingga
penonton tidak keluar dari “jalur” di mana
Everybody Wants Some!!
bermain, skenario dengan berlandaskan berbagai filosofi terkait masa muda namun
menampilkan itu dengan pendekatan menggunakan komedi, menangkap esensi dari
berbagai obsesi masa muda dengan mengidentifikasi hal lain yang tersimpan di
balik aksi gila anak muda tersebut. Jadi jangan heran jika film ini terasa
seperti sebuah “experience” karena
jika kamu pernah bersenang-senang ketika muda maka kamu akan mengerti
kenikmatan dan kesalahan yang karakter lakukan.
Kesuksesan Everybody Wants Some!! tampil seperti
sebuah pengalaman masa muda tercapai juga berkat kinerja dari cast yang mampu
menciptakan “feel” dari masa muda tadi. Cast muda berbakat tidak hanya sekedar
memberikan kemudahan bagi Linklater untuk menyeimbangkan elemen nakal dan
elemen serius dari cerita, mereka juga sukses menciptakan feel 80-an (this one based on my mom's verdict).
Yang paling menonjol dari cast adalah Blake
Jenner, Glen Powell, dan Zoey Deutch.
Glen Powell membuat Finnegan sebagai
pria dengan rasa percaya diri yang menarik, Zoey
Deutch tidak sekedar menjadi penyegar di antara cast pria namun juga
menciptakan koneksi romance yang
manis dengan Blake Jenner. Nama
terakhir tadi berhasil tampil sebagai pria cerewet namun seksi, membentuk Jake menjadi
pria yang ingin ditaklukkan oleh para wanita.
Thanks to: rory pinem
0 komentar :
Post a Comment