"Everyone we know will die."
Ketika muncul dua tahun
lalu film Divergent mengusung misi
untuk memanfaatkan “panas” dari adaptasi
novel young adult ke layar lebar,
namun alih-alih berdiri tegak dan bersanding bersama The Hunger Games kala itu yang dialami oleh Divergent justru
menyedihkan. Dengan keunikan cerita yang ia miliki Divergent menjadi start yang terlalu lembut, Insurgent
meneruskannya dengan eksekusi yang canggung miskin urgensi dan energi, dan film
pertama dari dua babak adaptasi buku terakhir, The Divergent Series: Allegiant, seperti sebuah bendera putih tanda
menyerah. Seperti sebuah ucapan Four kepada Tris, “We need to leave, RIGHT NOW!”
Masyarakat Chicago punya kesempatan untuk
memperoleh kehidupan yang lebih baik setelah muncul "tawaran" untuk dapat
melintasi dinding yang selama ini memenjarakan mereka. Namun Evelyn (Naomi Watts) menolak hal tersebut yang kemudian menyebabkan kekacauan meledak setelah ia berniat
mengeksekusi mantan pemimpin kota dan militer, Johanna (Octavia Spencer). Tris
(Shailene Woodley) bersama Four (Theo
James), Christina (Zoe Kravitz), Peter (Miles Teller), dan Caleb (Ansel Elgort) memutuskan untuk
memilih untuk melarikan diri dari Chicago, masuk ke dalam sebuah gurun dan
bertemu dengan Biro Kesejahteraan Genetik di bawah pimpinan David (Jeff Daniels), sosok yang juga
memberikan kejutan bagi Tris dan teman-temannya terkait fakta sesungguhnya di
balik eksistensi masyarakat berbasis faksi di Chicago.
Berani tapi tidak
bertanggung jawab adalah kalimat paling tepat untuk film ini, ia mencoba
memberikan sesuatu yang berbeda tapi tidak dibentuk dengan serius. Kesan
pertama yang saya rasakan ketika Allegiant
berakhir adalah ini seperti ajang ujicoba untuk menciptakan “ledakan” yang di
dua film awal terasa sangat kurang menggigit. Bagus memang usaha tersebut tapi
ujicoba itu tampil dalam wujud asal jadi, sejak sinopsis semua tempil dengan kesan terburu-buru. Kamu bisa melihat
usaha dari Robert Schwentke untuk
menjaga laju dari konflik yang telah terbentuk di Insurgent, kamu juga akan
menemukan beberapa “elemen” baru di sektor cerita, dua hal yang pada dasarnya
merupakan hal positif. Lalu mengapa itu berakhir menjadi hal negatif? Satu
alasan yang paling mengganggu adalah Allegiant
justru “mengubah” arah dan image Divergent.
Novel Allegiant sebenarnya punya materi yang
menarik, itu pula alasan mengapa niat untuk melempar bendera putih pada series
ini tidak terwujud apalagi dengan masuknya Stephen
Chbosky (The Perks of Being a Wallflower) sebagai penulis screenplay, yang at least membuka
peluang pada kisah cinta antara Tris dan Four yang lesu itu untuk berubah arah.
Nah, yang terasa aneh adalah keputusan Allegiant
mengubah arah cerita yang secara langsung telah melukai usaha dua film
terdahulu, usaha mereka membangun dunia dystopia
lengkap dengan semua sistem “kelompok” sosial itu. Mayoritas ditinggalkan,
pergeseran yang drastis hadir dan konflik yang sebelumnya telah terbentuk
walaupun tidak kuat itu ikut mengalami perubahan dinamika dari pusat hingga ke
sekelilingnya. Dampaknya? Allegiant
seperti mencoba untuk memulai sesuatu yang baru.
Memberikan modifikasi
pada cerita bukan hal yang tabu memang bagi sebuah film adaptasi, beberapa
sentuhan kecil dapat dicoba untuk menutup sisi lemah yang dimiliki sumber
bahannya. Allegiant melakukan itu
tapi tidak dengan sentuhan kecil, modifikasi meninggalkan penonton yang membaca
buku dengan perasaan aneh karena begitu banyak hal baru yang benar-benar
berbeda. Oh, penonton non-reader juga
akan mengalami hal serupa karena bukan hanya di plot namun pengembangan
karakter memperoleh dampak negatif pula dari ulah Allegiant yang tidak memajukan apa yang telah dihasilkan oleh Insurgent dan gagal menciptakan semangat
baru di dunia baru. Ya, memang cerita dan dunia baru mengalami perkembangan
namun semangat cerita masih sama, usaha Allegiant
untuk berubah sehingga dapat menghasilkan “ledakan” kembali gagal tercapai.
Banyak upaya yang telah
dilakukan oleh The Divergent Series:
Allegiant untuk membawa cerita dan karakter menuju arah yang lebih baik,
tapi sayangnya tindakan berani untuk tampil beda ternyata tidak dibentuk dengan
hasil yang bertanggung jawab. Tidak perlu menunggu sampai Ascendant sebenarnya karena film ini bisa menjadi penutup series tapi
sepertinya masih banyak hal baru yang ingin series ini sampaikan walaupun telah
"meninggalkan" faksi yang jadi pesona utamanya, berputar-putar dengan
romansa miskin pesona, dan yang paling menjengkelkan Allegiant tidak hanya mengaburkan “dunia” Tris dan teman-temannya
namun juga telah membuat tujuan awal series ini menjadi tidak jelas. Divergent series seharusnya menjadi
kisah tentang sekelompok anak muda yang “berbeda” dan memiliki semangat tinggi
serta tidak takut berjuang untuk menciptakan perubahan, tapi Allegiant mengubah itu menjadi
sekelompok anak ayam yang kehilangan induk mereka.
Cowritten with rory pinem
Cant wait part 2!
ReplyDelete