"One secret agent, one complete idiot."
Dari menjadi Ali G seorang pemimpin wannabe
gangsters, lalu menjadi reporter asal Kazakhstan di Borat (yang memberinya nominasi screenplay Oscars), lalu menjadi
seorang fashion reporter di Bruno,
hingga mengambil inspirasi dari beberapa pemimpin diktator dan kemudian menjadi
penguasa negeri ciptaannya sendiri Republic
of Wadiya di The Dictator, Sacha Baron Cohen seperti belum lelah
untuk kembali menyapa penonton dalam tampilan yang “unik” tentu saja dengan
rasa komik yang kental. The Brothers Grimsby kembali mencoba membawa Sacha
Baron Cohen lengkap dengan formula andalannya, namun apakah itu berhasil
bekerja dengan baik karena konsep The
Brothers Grimsby ternyata sedikit berbeda dari film-film Sacha Baron Cohen
tadi.
Pria asal Grimsby
bernama Nobby (Sacha Baron Cohen)
telah berhasil mencapai semua keinginannya di dunia, dari memiliki 11 orang
anak hingga seorang wanita tercantik di Utara Inggris, Julie (Rebel Wilson). Hanya satu hal yang masih kurang dari hidup
Nobby, ia belum berhasil bertemu dengan saudaranya, Sebastian (Mark Strong). Setelah mereka diadopsi oleh keluarga yang
berbeda saat masih kecil dahulu selama 28 tahun Nobby berusaha mencari
Sebastian. Suatu ketika usaha tersebut memperoleh hasil, Nobby mendapat informasi
keberadaan Sebastian dan bersiap untuk melakukan reuni, namun ada dua masalah
yang muncul. Pertama, Nobby mengganggu usaha pembunuhan Rhonda (Penelope Cruz), dan yang kedua adalah Sebastian ternyata
membutuhkan saudaranya yang idiot itu untuk dapat tetap hidup.
Mari langsung ke inti
utama bahwa The Brothers Grimsby
merupakan film Sacha Baron Cohen
terburuk yang pernah saya tonton. Seperti ada sesuatu yang hilang dari The Brothers Grimsby meskipun proses
penulisan cerita masih melibatkan Sacha
Baron Cohen di dalamnya. Nobby memang dengan cepat berhasil menciptakan
“dunia” miliknya yang akan membuat penonton melihatnya bukan sebagai
karakter-karakter yang pernah diperankan oleh Sacha Baron Cohen, meskipun masih
satu tipe, begitupula dengan kinerja yang diberikan oleh Sacha Baron Cohen yang
tidak dapat dikatakan buruk, kesan gila yang sejak awal tentu menjadi hal utama
yang penonton cari berhasil ia tampilkan kembali dalam wujud baru. Lalu apa
yang salah dari The Brothers Grimsby?
Ini terasa terlalu “aman” dan kaku untuk sebuah film dengan Sacha Baron Cohen sebagai pemeran utama!
Sebenarnya tidak
mengejutkan karena dari konsep saja The
Brothers Grimsby memang terasa sedikit berbeda dari film Cohen sebelumnya.
Film-film Sacha Baron Cohen sebelumnya seperti Bruno dan Borat misal mencoba
untuk membawa kamu menyaksikan ia bermain-main dengan segala tindakan kurang
ajar sambil menyelipkan beberapa komentar satir, sedangkan The Brothers Grimsby lebih seperti Kingsman: The Secret Service versi Sacha Baron Cohen, perpaduan antara action, komedi, spy, dan tentu
saja tindakan gila Cohen. Masalah dari film ini berawal dari sana, elemen
action dan spy ternyata mencuri fokus sehingga elemen komedi seperti tidak
lepas ketika memukul penonton untuk tertawa, dari vagina, lalu Bill Cosby dan Donald Trump, hingga FIFA serta Fast and Furious, tidak semua lelucon menghasilkan hit.
Tidak ada yang salah di
formula andalan Cohen di bagian komedi, yang menjadi masalah adalah rumus atau
formula tersebut bisa bekerja dengan efektif di materi cerita yang mencoba
tampil santai dan standar, bukan materi yang mencoba menciptakan sebuah film
action yang punya target untuk tampak sedikit rumit. Hasilnya, kombinasi antara
action, spy, dan komedi terasa kurang matang dan kurang lezat. Sesekali Louis Leterrier memang mencoba
menggenjot adrenalin cerita dengan visual gerak cepat, tapi ketika telah
sedikit naik adrenalin turun kembali ke titik awal. Kombinasi antara kisah spy
dan lelucon tidak klik, jangankan melihat tik-tok yang oke seperti Kingsman
untuk memegang kendali sepenuhnya seperti Melissa
McCarthy di Spy saja Cohen tidak
bisa, ia seperti punya kewajiban untuk menyeimbangkan agar Mark Strong tidak tenggelam di belakangnya.
Ya, berikan Cohen
kendali utama tanpa diganggu siapapun maka ia siap tampil gila dengan segala
outrageousness serta tindakan absurd andalannya, tapi hasilnya akan berbeda
ketika ia punya tugas untuk membuat karakter partner tertawa. Masalah The Brothers Grimsby bukan hanya di
karakter tapi ia juga kurang berhasil membuat materi “standar” untuk tidak
tumpul dan menjengkelkan, dan di sini bukan hanya lelucon tapi juga cerita. The Brothers Grimsby awalnya sebenarnya
oke tapi ia terlalu cepat larut ke dalam elemen action, dan hasilnya juga
terlalu kental. Louis Leterrier seperti punya tekanan untuk menjaga action dan
spy tetap di panggung utama, dan itu kurang tepat karena komedi yang seharusnya
berada di sana. Hasilnya, presentasi komedi terasa biasa, dan seperti
disebutkan tadi hit mereka tidak kuat.
The
Brothers Grimsby sebenarnya bukan film action spy comedy yang pemalas, tapi
kombinasi yang kurang pas di antara tiga elemen tadi membuat ia tampak seperti
menyajikan petualangan yang malas, ditambah formula Cohen ternyata kurang selaras
dengan cara cerita berjalan. Ibarat sedang memerah susu sapi, di Ali G Indahouse, Borat, Bruno, dan The
Dictator menyaksikan Sacha Baron
Cohen sedang memerah susu saja sudah tampak lucu, tapi di The Brothers Grimsby itu terasa biasa,
ketika Cohen mulai meminum susu tersebut dengan tingkah konyol, ia tetap terasa
biasa, bahkan ketika ia jatuh dan pura-pura keracunan ia hanya bisa
menghasilkan senyuman kecil. Penonton datang menyaksikan film Sacha Baron Cohen tentu bukan untuk
tersenyum, tapi tertawa. Segmented.
Thanks to: rory pinem
0 komentar :
Post a Comment