"Crazy is building your ark after the flood has already come."
Rilis di bulan januari
tahun 2008, Cloverfield justru
berhasil meraih uang hampir tujuh kali lipat dari budget yang ia miliki dengan
menggunakan kepanikan penuh kegelisahan di New
York mengusung konsep bahwa monster bisa ditemukan di banyak tempat. Enam
tahun kemudian J.J. Abrams mencoba
untuk menghadirkan kembali Cloverfield
namun dalam tampilan serupa tapi tak sama, dengan anggaran yang lebih rendah,
dengan jumlah pemain yang lebih kecil, dengan ruang bermain yang jauh lebih
sempit. 10 Cloverfield Lane mencoba
mengulangi kemampuan pendahulunya tadi untuk memberikan penonton kegelisahan
penuh misteri dan paranoia namun kali ini dengan konsep yang berbeda, bahwa
monster bisa datang dalam banyak wujud.
Setelah bertengkar
dengan pacarnya, Michelle (Mary Elizabeth
Winstead) memilih untuk pergi keluar kota, namun celakanya ia terlibat
dalam sebuah kecelakaan lalu lintas mengerikan. Ketika telah sadarkan diri
Michelle menemukan dirinya di dalam sebuah ruangan kecil, kakinya terluka dan
dirantai ke dinding. Seorang pria bernama Howard
(John Goodman) masuk dan berkata bahwa ia telah menyelamatkan Michelle dari
dunia yang sedang bersiap menghadapi kehancuran, perang di mana-mana, udara
mulai bercampur dengan racun, dan bunker tersebut merupakan tempat terbaik
untuk dapat selamat dari kepunahan. Di samping Michelle ada Emmett (John Gallagher Jr), seorang kontraktor yang membantu Howard
membangun bunker. Namun Howard bukan pria biasa, ia pria yang aneh dan mencurigakan.
Sulit untuk tidak
mengikutsertakan Cloverfield dalam
pembahasan karena usaha yang diusung film ini identik dengan kakaknya itu,
memberikan penonton sebuah masalah yang misterius dan membuat kamu mulai
mencoba menemukan jawaban atas rahasia yang ia tebar, lalu dengan perlahan
membawa penonton menikmati situasi-situasi dengan ketegangan yang memang
sengaja tampil dengan cara tarik lalu ulur. Tapi hanya sampai di sana saja jika
berbicara tentang hubungan antara film ini dengan Cloverfield, 10 Cloverfield
Lane merupakan spiritual successor
di mana elemen, tema, hingga style memiliki kemiripan namun tugasnya hanya
sebatas “melengkapi” Cloverfield. Nah,
tidak adanya kewajiban untuk membangun storyline
dari Cloverfield sebenarnya
merupakan keuntungan buat film ini, tapi sayangnya ternyata keuntungan tersebut
kurang berhasil dimanfaatkan secara maksimal.
Tunggu dulu, kurang
maksimal bukan berarti buruk, mengapa kurang maksimal karena meskipun puas
namun seperti ada sesuatu yang kurang terlebih ketika ekspektasi yang telah ia
ciptakan sejak sinopsis hingga cara Dan Trachtenberg membangun bagian awal
terasa sangat memikat. Ya, 10 Cloverfield
Lane dimulai dengan sangat manis, contohnya ia sudah sanggup menciptakan
pertanyaan-pertanyaan liar bukan Cuma singgah sebentar di pikiran penonton,
mereka tinggal dan mulai bermain-main. Layar didominasi tiga karakter dalam
bunker, mereka makan bersama, mereka bermain game bersama, mereka membaca
majalah, mereka bahkan saling bertukar cerita. Tampak biasa memang tapi di semua
bagian itu terdapat kegelisahan yang terus menyelimuti karakter dan cerita,
dari tampilan Howard yang tampak seperti bukan pria biasa ketegangan mulai
tumbuh lebar di arena main yang sempit.
Itu alasan mengapa 10 Cloverfield Lane terasa begitu mengasyikkan
di bagian awal, konsep di mana ia ingin membuat penonton tetap terus
menebak-nebak ditemani dengan kegelisahan dan rasa waspada berhasil dieksekusi
dengan baik. Tidak banyak informasi dari karakter dan hanya sebuah pernyataan
bahwa terjadi bencana di luar bunker semakin menambah besar kadar misteri.
Keterbatasan yang ia miliki menyebabkan energi 10 Cloverfield Lane terasa kuat di bagian awal, jika Cloverfield mencoba mengeksplorasi
kepanikan maka 10 Cloverfield Lane
coba mengeksplorasi bagian sebelum kepanikan itu muncul, rasa insecure. 10 Cloverfield Lane mencoba
mengeksplorasi psikologi di mana manusia perlahan mulai sadar bahwa ia terjebak
di dalam sebuah krisis berbahaya, dari mempertanyakan mana yang benar dan mana
yang salah hingga meledak menjadi sebuah kebrutalan emosi.
Tapi mengapa sejak awal
tadi saya menyebut hanya bagian awal tampil memikat? Karena bagian akhir film
ini kurang maksimal. Tidak 1:1 memang, mungkin 15-20 menit akhir, di situ film
ini mulai terasa biasa. Screenplay
tidak jelek (Damien Chazelle guys), mampu
menciptakan teka-teki yang oke serta interaksi antar karakter juga sangat baik,
tapi jika cerita terbagi menjadi tiga babak maka peralihan di antara babak
kedua menuju babak ketiga terasa sedikit lemah. Banyak hal baik di dua pertiga
awal turun kualitasnya di sini, dan sumbernya adalah cerita yang mulai sedikit lemah
dalam hal motivasi, cara ambiguitas tadi diselesaikan juga tidak begitu kuat
serta alur terasa terburu-buru. Dan di bagian ini mulai kamu akan semakin yakin
bahwa 10 Cloverfield Lane sebenarnya
tidak punya ambisi yang besar, mencoba berikan misteri dengan score pedas,
menggunakan psikologi karakter tanpa mencoba menampilkan skenario yang bergerak
lebih jauh dan lebih dalam.
Yang menjadi pertanyaan
selanjutnya adalah apakah bagian akhir yang tidak begitu kuat tadi memberikan
efek kepada kualitas keseluruhan 10
Cloverfield Lane? Segmented, saya mengatakan ya walaupun tidak bersifat
merusak, namun rekan ketika nonton bersama mengatakan tidak. Kedalaman di mana
penonton “dicengkeram” oleh cerita tentu berbeda-beda dan itu punya efek pada
penilaian akhir. Tapi ada satu hal yang peluangnya mendapat respon beragam
sangat kecil yaitu, performa cast. Kegelisahan jadi jualan utama film ini
di samping misteri dan itu tampil cantik berkat kinerja cast yang baik. Howard
adalah sumber keresahan yang oke berkat penampilan memikat dari John Goodman, John Gallagher Jr. menjadikan Emmett seperti jembatan antara Howard
dan Michelle, serta Mary Elizabeth
Winstead sendiri berhasil menjaga kombinasi antara rasa bingung dan tekad
untuk dapat bertahan hidup yang dimiliki oleh Michelle.
Sebuah pekerjaan yang
manis dari Dan Trachtenberg di
debutnya sebagai sutradara, dengan cepat menciptakan “dunia” baru bagi 10 Cloverfield Lane sehingga tidak
terlalu “manja” kepada Cloverfield,
menangani misteri dengan baik sehingga kegelisahan memberikan horror yang
terasa nyata, memberikan rasa segar di balik penggunaan formula melepas
penonton menebak-nebak yang ia gunakan, serta menggunakan dengan sangat baik
tiga pemeran untuk menampilkan sebuah thriller psikologis yang mencengkeram dan
menggoda. Hanya di bagian akhir film ini terasa kurang. Ya, hanya di bagian
akhir dan tidak bersifat merusak presentasi cepat serta rapi yang telah telah 10 Cloverfield Lane berikan di dua pertiga bagian awal. Thriller yang manis.
Segmented.
Thanks to: rory pinem
Thanks buat detail review-nya Om..
ReplyDeleteSaya suka banget nih ama postingan di blog ini.
Ijin share, ya Om..
sependapat 2/3 durasi nya sdh bagus membangun kecurigaan dan tanda tanya tapi sayang twist menjelang ending agak kacau sebenar nya itu benaran serangan alien atau cuma tipuan pria tua itu?
ReplyDeleteJawabannya opsi pertama.:)
Deletekeren kok
ReplyDelete