"You and SpongeBob were my biggest influence ever!"
Berawal dari sinopsis yang terhitung berani dengan
menggabungkan Perdana Menteri Malaysia, fashion, dan usaha pembunuhan menjadi
satu Zoolander berhasil menjadi
sebuah dumb and satire comedies yang
menghibur, dan Derek Zoolander
berhasil menjadi karakter komedi dengan gaya yang ikonik. Sadar akan keunggulan
yang telah dihasilkan oleh pendahulunya itu masih di bawah kendali Ben Stiller dengan tumpukan cameo dari Katy Perry, Justin Bieber, Ariana Grande,
Skrillex, Lewis Hamilton, Olivia Munn, Naomi Campbell, Susan Sarandon,
hingga Susan Boyle, Zoolander 2
mencoba untuk melakukan hal serupa tapi tak sama. Ya, serupa tapi tak sama.
Kehidupan supermodel Derek Zoolander (Ben Stiller) kini
tidaklah mudah, dari sekolah the Derek
Zoolander Center for Kids Who Can't Read Good yang ia dirikan bangkrut,
kehilangan sang istri hingga melukai sahabatnya Hansel (Owen Wilson) yang juga telah pensiun sebagai model tidak
mau berbicara dengan Derek. Berawal dari amarahnya yang tertangkap oleh sebuah
tabloid, Derek kemudian diundang oleh Billy
Zane untuk menghadiri fashion show dari seorang fashionista ternama Alexanya Atoz (Kristen Wiig) di kota
Roma. Celakanya bersama dengan Hansel di sana Derek merasa mereka sedang
terjebak dalam sebuah rencana pembunuhan yang dilakukan oleh Mugatu (Will Ferrell), musuh lama
Zoolander, yang telah keluar dari penjara.
Ben
Stiller bukan pemain baru di bangku sutradara tapi entah
mengapa di sini ia tampak seperti sosok yang baru saja mencoba menjadi
sutradara. Bukan, bukan dari cara Ben
Stiller memasukkan berbagai aksi bersenang-senang ciri khasnya itu tapi
lebih pada cara yang ia pilih agar semua “kekacauan” itu dapat menyatu dengan
baik. Di tangan Stiller Zoolander 2
seperti berusaha untuk membuktikan bahwa sebuah film dapat tampil baik tanpa
mengikuti aturan main dari proses bercerita agar dapat menghasilkan sebuah film
yang baik. Cerita yang seperti sengaja didominasi oleh hal gila dan cukup sulit
diterima akal itu memang hal yang wajar, tapi cara Stiller mengeksploitasi
materi tadi yang terasa tidak maksimal.
Bagian awal cukup
menarik, walaupun lemah seperempat hingga sepertiga awal durasi masih memiliki
beberapa momen yang baik. Di bagian ini Stiller seperti masih memperhitungkan
setiap langkah yang akan dilakukan oleh cerita, dari memperkenalkan kembali
Derek dan Hansel sambil perlahan membentuk plot terkait kematian selebriti dan
memasukkan Valentina Valencia (Penélope
Cruz) ke dalam cerita, walaupun pada akhirnya tetap saja tipis. Eksekusi
Stiller juga tidak buruk di bagian ini terutama cara ia mengolah komedi yang
fokus pada kekonyolan yang cenderung kasar, mereka tidak terasa menjengkelkan meskipun memang tidak
semuanya lucu. Tapi sayangnya ketika telah selesai membangun landasan untuk
berpacu cerita seperti mengalami mati mesin dan tidak bisa berlari.
Ketika tujuan utamanya
telah terungkap di sana Zoolander 2
mulai terasa monoton. Penyebabnya karena sisa film terlalu bergantung pada cameo dan rangkaian lelucon untuk bergerak dan semakin lengkap setelah ditemani dengan
dialog-dialog tanpa punch yang oke.
Bukan hanya dialog sebenarnya tapi cerita juga punya punch yang kurang oke, bergeser dari fiksi menuju tragedi lalu
komedi dan eksploitasi di tiga bagian tadi semuanya terasa setengah hati. Di
film pertama ada lelucon tentang dunia mode yang palsu dan bodoh, dan di film
ini yang ada hanya eksplotasi betapa “bodoh” dan palsunya cerita. Stiller
sebenarnya sudah mencoba menutup kekurangan itu dengan gerak cepat cerita dan
lelucon yang ditampilkan lewat slapstick,
tapi sayangnya cerita dan karakter yang kusam (Valentina tidak kusam) selalu
mencuri perhatian.
Ya, Zoolander 2 ini aneh karena ia berniat
untuk menjadi komedi yang berani dan epik dalam gerak cepat tapi cerita dan
karakter dibentuk lemah dan seadanya, bahkan terkesan pemalas. Memang skenario
oke dalam membuat plot yang tidak koheren tapi nada cerita tidak pernah
konsisten, penonton lebih sering bertanya-tanya apakah yang baru saja muncul
adalah sebuah lelucon ketimbang merasakan hit dari lelucon tersebut. Kinerja
cast juga sama saja, mereka seperti kartun yang niatnya hanya ingin berpose
ketika momen untuk tampil konyol tiba. Karakter yang punya modal untuk tampil
komikal dengan lelucon tentang supermodel sampai dengan lelucon obsesi tentang
berat badan lebih sering melakukan aksi yang miss.
Jika kamu pernah
menyaksikan film Zoolander maka tidak
akan sulit untuk klik dengan Zoolander 2
di bagian awal karena pola yang serupa, tapi sayangnya Ben Stiller si jagoan slapstick nakal itu kurang berhasil
mengendalikan Zoolander 2 untuk
menghibur dengan menampilkan “cara” Zoolander
kedalam bentuk yang sama baiknya dan lebih segar. Masih ada beberapa momen lucu
dibalik tumpukan lelucon yang gagal itu, tapi akibat gagal menyajikan sisi
satir cerita dan komedi yang terasa lemah pada akhirnya Zoolander 2 hanya berakhir sebagai komedi absurd yang usang.
0 komentar :
Post a Comment