"Attack without mercy, keep your head down and don't look back."
Dari kesuksesan
mengalahkan kanker ganas hingga menjadi juara dunia balap sepeda dengan
pencapaian tujuh gelar bergengsi Tour de
France secara berturut-turut, sulit untuk tidak mengagumi sosok bernama Lance Armstrong, ikon besar di dunia
balap sepeda yang sama seperti Michael
Phelps di olahraga renang prestasi yang ia capai begitu mudah meninggalkan
impresi “too good to be true” bagi
penonton dan mulai mempertanyakan bakat miliknya. The Program mencoba menggambarkan sosok yang berhasil mengubah rasa
kagum menjadi shock besar di tahun
2012 yang lalu ini, saint to sinner, sebuah
"kecurangan" besar dalam sejarah olahraga.
Setelah menggunakan
hormon glikoprotein bernama Erythropoietin
(EPO) pria dengan profesi sebagai atlet balap sepeda bernama Lance Armstrong (Ben Foster) berhasil
meningkatkan levelnya di dunia balap sepeda. Meskipun setelah itu ia didiagnosa
memiliki penyakti kanker testis ganas setelah menjalani operasi dan kemoterapi
yang melelahkan Armstrong bertekad untuk kembali ke level yang pernah ia capai
tadi meskipun kondisi kesehatannya lemah. Keinginan itu tercapai berkat bantuan
Dr. Michele Ferrari (Guillaume Canet),
Armstrong berhasil mencetak kemenangan "ajaib" di Tour de France tahun 1999 yang kemudian
berlanjut selama enam tahun ke depan. Namun berawal dari wartawan olahraga
bernama David Walsh (Chris O'Dowd)
pencapaian Armstrong tadi menjadi salah satu sejarah kelam di dunia
olahraga.
Jika kamu penggemar
olahraga maka kamu pasti sudah mengetahui kasus doping yang berhasil
menggemparkan dunia olahraga tahun 2012 yang lalu, kasus yang diberikan label
sebagai “the most sophisticated,
professionalized and successful doping program that sport has ever seen”
oleh United States Anti-Doping Agency.
Saya tidak mengikuti berita balap sepeda serta sejarahnya secara detail namun
saya yakin mereka yang lahir di tahun 90an pasti akan langsung menyebut nama
seorang Lance Armstrong jika mendengar olahraga tersebut. Lance Armstrong sudah menjadi ikon yang besar di dunia balap
sepeda, dan proses perjuangan yang ia lakukan hingga berakhir pada banyak
prestasi yang berhasil ia capai termasuk tujuh gelar Tour de France harus dilucuti merupakan sebuah “materi” yang sangat
empuk untuk dibentuk.
Nah, yang menjadi
masalah adalah di tangan Stephen Frears
materi yang empuk tadi terasa seperti sebuah kerupuk yang telah masuk angin dan
tidak lagi renyah. Bagi yang sudah mengetahui info terkait kasus tadi maka kamu
sudah pasti telah mengerti apa yang terjadi, dan daya tarik film ini bagi kamu
akan sedikit berbeda yang terletak pada poin di mana Armstrong harus berhadapan
dengan kasus doping. Memang The Program
berhasil menyajikan poin-poin menarik dari perjalanan hidup seorang Lance Armstrong tapi skenario terasa
mencoba sangat keras untuk mengemas banyak bahan tadi menjadi satu. Hasilnya,
alur cerita sering terasa melompat-lompat, koneksi penonton dengan konflik dan
karakter cukup sulit terbangun, simpati, empati, dan emosi terasa biasa, dan
kesan “nyata” dari karakter juga terasa lemah, dan itu bahaya karena ini
berdasar kisah nyata.
Jadi jangan heran jika
ketika telah berada di tengah durasi ada kesan The Program bukan sebuah dramatisasi tentang salah satu hero yang
menjadi zero di dunia olahraga, melainkan sebuah film documenter. Tapi jika
dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh The
Armstrong Lie saja film ini juga masih kalah terutama dalam urusan
menghasilkan momentum dramatis bagi penonton. The Program terasa seperti usaha menyajikan fakta-fakta dengan niat
untuk mambuat kesalahan Lance Armstrong
tadi terasa ringan, memang cerita punya isi yang oke tapi tidak didorong lebih
jauh. Tidak hanya terasa tipis, cerita The
Program juga sering terasa melayang-layang di gerak mondar-mandir itu,
editing yang begitu “hectic” menyebabkan
fokus cerita tidak kuat.
Dibantu Chris O'Dowd dan Jesse Plemons yang tampil baik serta Dustin Hoffman yang sukses mencuri perhatian, Ben Foster memberikan kinerja yang intens dengan kesuksesan menjaga
kontras dari konflik tetap oke. That’s it, penampilan cast memang memikat dan
cukup baik dalam membantu nilai keseluruhan film tapi elemen drama The Program justru terasa tipis dan
seperti bersembunyi dibalik usaha bercerita tentang kebenaran, ambisi, etika,
hingga integritas baik itu di dunia olahraga maupun atlet sebagai manusia yang
justru menghasilkan kesan dokumenter di dalam cerita. Jika kamu ingin tahu
lebih banyak terkait topik tentang kasus Lance
Armstrong yang lebih mendalam dan lebih menghibur maka The Armstrong Lie atau Stop
at Nothing merupakan pilihan yang lebih tepat. This one? Nay, too normal, shallow.
0 komentar :
Post a Comment