Memang cinta itu sesuatu yang sangat berbahaya, jadi tidak
heran jika banyak kita temukan orang-orang yang bertindak nekat hanya karena
rasa cinta. Contohnya move on, ketika rasa cinta kamu kepada seseorang ternyata
akhirnya kandas opsi yang kamu miliki hanya dua, melepasnya atau justru memaksa
untuk kembali mendapatkan cintanya. Nina
Forever menggunakan hal tersebut sebagai dasar, ditinggal mantan kekasih
lalu mencoba untuk membangun kisah cinta yang baru, tapi ternyata sang mantan
ingin kembali. Klasik bukan? Tapi bagaimana jika ditampilkan dalam dua dunia
yang berbeda, satu manusia, dan satu lagi, hantu. Gross, sexy, dan beautiful, Nina Forever is a bloody lovely and fucked
up fairy tale about love.
Setelah kekasihnya Nina
(Fiona O'Shaughnessy) tewas dalam sebuah kecelakaan sepeda motor pria
bernama Rob (Cian Barry) merasa
depresi dan mencoba bunuh diri. Sayangnya usaha Rob tadi gagal, ia kini bekerja
di sebuah supermarket, tempat kerja yang kemudian mempertemukan Rob dengan Holly (Abigail Hardingham), rekan
kerjanya. Holly memberikan support pada Rob ketika ia sedang berada dalam tahap
sulit akibat kematian Nina, hal yang membuat Rob jatuh hati pada Holly.
Hubungan mereka telah sampai ke tahap yang lebih serius yaitu, melakukan
hubungan seks, tapi dari situ muncul masalah yang mengganggu kisah cinta
mereka. Rob punya gairah, Holly juga punya gairah, tapi Nina ternyata juga
punya gairah. Setiap kali Rob dan Holly berhubungan seks, Nina muncul.
Sulit memang menghindar dari penilaian sebuah premis yang
konyol setelah membaca sinopsis tadi,
hal serupa juga saya rasakan, tapi setelah berkenalan dengan karakter Rob dan
Holly hingga akhirnya secara mengejutkan bertemu dengan Nina film ini selalu
mampu mencampur aduk banyak rasa di dalam cerita. Rasa bingung selalu menemani
senyuman ketika menyaksikan Nina Forever terus
dibawa untuk tumbuh secara mantap oleh Ben
Blaine dan Chris Blaine, dasarnya
memang sebuah horror yang dibalut dengan komedi tapi entah mengapa Nina Forever perlahan namun pasti justru
akan membuat kamu merasa meragu film ini sebenarnya ingin menjadi sebuah sajian
seperti apa.
Bukan, rasa bingung tadi tidak hadir dalam konteks buruk
namun justru sebaliknya. Dalam debut mereka ini Ben Blaine dan Chris Blaine
sangat berhasil menanamkan dasar horror di dalam cerita, kisah tentang kekasih
yang “kembali” setelah kini berada di alam yang berbeda dengan mantan
kekasihnya itu bukan hanya sukses membuat penonton mengernyitkan dahi tapi juga
mengundang rasa penasaran. Mengapa? Sederhana, karena Nina datang ketika Rob
dan Holly sedang berhubungan seks. Ya, seks di sini tidak hanya digunakan
sebagai pemanis belaka tapi justru menciptakan arena bagi banyak lelucon yang
berhasil hit dengan pas, dan itu unik karena cerita sendiri seperti terus teguh
untuk mencoba kamu menilainya sebagai kisah yang tidak mencoba tampil lucu.
Unsur duka tetap jadi bahan utama, tapi penonton juga
ditemani rasa suka. Pahit dan manis itu bercampur dengan baik ditemani soundtrack yang oke, Ben Blaine dan Chris Blaine mempengaruhi penonton di setiap bagian, editing manis dengan mondar-mandir
dibakar lambat dengan gerak variasi scene yang tampil liar berhasil
menciptakan impresi aneh dan lucu namun di sisi lain eksis pula drama dengan
isi yang lebih kompleks. Nina Forever
juga berhasil menjadi sebuah kisah cinta yang menawan, dan di bagian ini kamu
tidak hanya mengamati namun ikut merasakan. Nina memang karakter aneh namun
kedatangannya justru berhasil mewakili sisi gelap cinta dengan pas, sebuah
proses melepaskan berisikan kesedihan dan kehilangan lengkap dengan obsesi yang
berlebihan dan kekacauan emosional.
Benar, selain terus tersenyum bersama horror Nina Forever juga mencoba menjadi sebuah
studi karakter, dan itu berhasil. Drama sukses menawan karena penggambaran
kesedihan terutama beban emosi terasa begitu nyata, terdapat sisi gelap cinta
dibalik kekerasan yang feminim. Perlahan ini berubah menjadi observasi tentang
cinta ditemani horror dan komedi lengkap dengan gore dan erotisme yang pas.
Kombinasi yang terasa absurd itu juga sukses berkat kemampuan cast dalam
menarik perhatian, simpati, bahkan empati penonton. Cian Barry dikunci untuk mengendalikan sensitivitas cerita, dan dua
pemeran wanita menjadi penggerak. Abigail
Hardingham memegang jangkar emosi, tekanan yang Holly miliki menjadikan
makna cinta begitu kuat. Dan Fiona
O'Shaughnessy merupakan aktris wanita terbaik di film horror sejak Essie Davis di The Babadook.
Nina Forever adalah sebuah fucked
up fairy tale, campur aduk berbagai genre yang dikemas dengan berani dan
tertata rapi oleh Ben Blaine dan Chris Blaine. Awalnya horror, lalu
komedi, lalu drama berbasis character study, hingga akhirnya meninggalkan kamu
dengan feel romance yang begitu nyata dan memikat, Ben Blaine dan Chris Blaine
tidak takut untuk mendorong elemen drama karena mereka juga sukses menjaga
horror dan komedi tetap ringan namun padat. Di satu bagian ia memberikan kisah
yang pahit, di satu bagian ia akan membuatmu tertawa, namun di bagian lain ia
akan membuat heartbreaking. Memang absurd
namun hal tersebut yang menjadikan Nina
Forever mempesona, berawal dari sinopsis
aneh lalu kemudian menolak untuk hanya berdiri di satu genre dan bergerak halus
dengan penuh percaya diri, duka terus bergerak namun rasa segar terus eksis
menemani. Pahit, manis, lucu, sedih, tulus, segar, hingga heartbreaking, Nina Forever
merupakan sebuah kejutan sangat manis untuk genre horror komedi. Segmented.
agak bermasalah di ending nya.kan holly tdk bercinta dgn rob tapi dgn orang lain tapi kok si Nina tetap muncul..
ReplyDeleteWah sudah lupa mas. Nanti akan coba saya tonton ulang. :)
Deleteok bro.Ntar kasih tahu penjelasan nya kalu sdh nonton lagi..
DeleteIya ini agak ngebingungin. Kenaoq si nina terus ngehantuin holly...
ReplyDelete*kenapa
ReplyDeleteCoba jawab menurut IMO ane..menurut ane holly udah terhubung sama nina,inget gak pas holy bercinta sama temenNya n nina muncul lalu bilang "selamat bergabung di club" jadi holy bakal selalu sendiri seperti nina di alam sana..hheee
ReplyDelete