Philophobia
atau rasa takut untuk jatuh cinta dan terlibat ikatan asmara serta emosional
secara mendalam sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena tidak
semua orang ketika mencoba move on
memiliki gejolak emosi yang baik terhadap cinta mereka di masa lalu.
Menggunakan konsep “wanita bisa” lalu bermain-main bersama persahabatan serta
cinta How to Be Single mencoba untuk
menjadi sebuah komedi romantis dengan gaya metropolis.
Setelah lulus dari Universitas Wesleyan, putus dengan
pacarnya Josh (Nicholas Braun), dan
pindah ke New York, Alice Kepley (Dakota
Johnson) bertemu dengan rekan kerja baru bernama Robin (Rebel Wilson). Robin yang memiliki jiwa bebas membantu niat
Alice yang ingin memiliki hubungan asmara yang casual dengan memperkenalkannya
kepada Tom (Anders Holm). Sayangnya
Tom yang bekerja sebagai bartender menyukai Lucy
(Alison Brie), wanita yang percaya pada kesempurnaan cinta bahkan
sampai-sampai menggunakan algoritma. Sementara itu kakak Alice, Meg (Leslie Mann), yang sebelumnya tidak
berniat memiliki pacar kini berubah pikiran namun bukan untuk memiliki pacar
tapi untuk langsung memiliki anak.
Kekacauan di sini juga
berimbang, ada yang negatif dan ada pula yang positif, punya bagian yang terasa
menyenangkan tapi tidak sedikit pula yang terasa terlalu biasa bahkan
menjengkelkan. Bagian dari How to Be
Single yang kurang terasa menarik adalah cara cerita membuat karakter
tumbuh, niat utama ingin menunjukkan sisi “kuat” dari wanita itu justru berubah
menjadi aksi bersenang-senang yang bisa saja membuat kamu menilai wanita
sebagai sosok yang tidak kuat. Naskah jadi sumber masalah, usaha karakter untuk
bergembira tidak digabungkan dengan momentum yang pas oleh Christian Ditte, editing
juga kurang mumpuni menyebabkan alur terasa melayang-layang, dan yang terpenting
fokus cerita lemah.
How
to Be Single ini seperti kombinasi beberapa isu
tentang cinta dan wanita yang mencoba menggabungkan sex lives dan rasa percaya diri seperti Sex and the City misal namun dengan usaha manipulasi yang setengah
hati. Karakter punya emosi yang terasa mini jadi tidak heran unsur romance film
ini terasa biasa bahkan mungkin akan melelahkan bagi beberapa penonton karena karakter
lebih sering tampil dua dimensi. Jika How
to Be Single tidak mencoba mendorong terlalu serius isu tentang cinta
dengan masalah yang begitu mudah tadi dan menaruh fokus lebih pada komedi saja,
hasil akhir pasti akan lebih baik. Mengapa? Karena unsur komedi film ini
menghasilkan nilai positif yang besar dan mampu menutupi kelemahan tadi.
Disamping wanita yang
mengeksplorasi dirinya untuk keluar dari putus asa cinta penonton juga akan
bertemu dengan aksi gila dan konyol yang dilakukan empat wanita. Cara main
komedi yang liar tidak terasa melelahkan, lelucon yang kadang-kadang vulgar itu
tampil modern bukan tradisional. Seperti dilepas bebas dengan menggunakan pola
sitkom banyak lelucon yang berhasil hit, seperti memberikan rasa segar yang
menyeimbangkan sisi serius dari cerita tadi. Karakter juga tidak terasa dua
dimensi ketika melempar lelucon terutama Dakota
Johnson dan Rebel Wilson yang
sukses menciptakan kombinasi dengan chemistry
dan pesona yang menghibur walaupun jika bicara koneksi tidak ada hubungan yang
terasa otentik, hanya sebatas lucu dan unik.
Mengusung konsep
“wanita bisa” dengan menggunakan asmara dan persahabatan sebagai senjata utama
pada akhirnya How to Be Single memang
tidak berhasil menjadi rom-com dengan gaya metropolis yang romantis, tidak
berhasil menelisik kehidupan mandiri cinta dari perempuan kesepian bersama
emosi yang mendalam, namun sulit pula menampik bahwa How to Be Single berhasil menampilkan elemen komedi dengan takaran
yang pas. Berbagai cerita tidak menyatu dengan baik, fokus terasa lemah, serta
pesona karakter cukup oke, How to Be
Single merupakan sebuah eksplorasi diri yang terasa terlalu santai tapi
entah mengapa ketika melangkah keluar studio terdapat sebuah senyuman yang
menemani. Weird. Segmented.
Thanks to: rory pinem
Sampe nangis btw aku nontonnya, dapet banget pesan yg disampein((: 8/10 boleh lahh
ReplyDelete