Sebenarnya sebuah film
komedi itu punya tugas yang paling mudah jika dibandingkan dengan genre
lainnya, mereka hanya harus dan wajib membuat penontonnya tertawa, tidak hanya
di satu atau dua momen namun di banyak bagian bahkan jika mampu di 70% durasi
yang ia miliki. Daddy’s Home yang
tampak menarik karena merupakan reuni dari dua pria unik di The Other Guys sebenarnya bisa melakukan
syarat tadi, tapi sayangnya sejak awal ia seolah telah menolak dan lebih
memilih bermain dengan santai. Hasilnya?
Brad
(Will Ferrell) sedang berjuang untuk menjadi ayah tiri
yang diinginkan oleh dua anak tiri dari istri barunya Sarah (Linda Cardellini), Dylan (Owen Vaccaro) dan Megan (Scarlett Estevez). Namun suatu
ketika Dusty (Mark Wahlberg), pria
dengan tampilan fisik yang jauh berbeda dengan Brad menemukan fakta bahwa
mantan istrinya Sarah telah menikah dengan Brad, kemudian memutuskan untuk
mengunjungi Sarah. Kehadiran Dusty tidak hanya menghalangi usaha Brad tadi
namun perlahan mulia muncul penilaian lain dari Brad kepada Dusty, bahwa pria
dengan motor dan abs yang keren itu merupakan saingan yang harus ia kalahkan.
Mari langsung ke point
utama, alasan utama menyaksikan Daddy’s
Home adalah karena ini merupakan kolaborasi kedua Will Ferrell dan Mark
Wahlberg setelah The Other Guys
yang lucu itu. Tapi sayangnya ternyata hasil yang film ini berikan jauh
berbeda. Daddy’s Home lebih seperti film dengan niat baik untuk menggambarkan
isu tentang keluarga dengan cara bersenang-senang namun akhirnya jatuh kedalam
aksi adu jantan yang monoton. Ya, hanya itu, Daddy’s Home tidak memiki banyak hal menarik dari sebuah komedi
standar untuk ditawarkan, meskipun punya satu atau dua momen laugh out loud
tapi upayanya untuk memberikan kamu perbandingan tentang tingkat kedewasaan mayoritas
diisi dengan pengulangan lelucon seperti tentang testis yang tidak lucu.
Masalah utama dari Daddy’s Home adalah ia terjebak dalam
lingkaran yang ia ciptakan sendiri, dan jadi lengkap karena sang sutradara Sean Anders juga tidak mampu menjaga
semangat untuk terus mendorong daya tarik cerita dan karakter terus hidup. Brad
dan Dusty sebenarnya bisa diposisikan sebagai mitra di sini jadi walaupun
mereka berada di dua sisi berbeda tetap dapat saling melengkapi satu sama lain.
Yang terjadi di Daddy’s Home justru
sebaliknya, dua pria yang saling bertarung dan semakin kacau karena daya tarik
dari masing-masing karakter juga tidak menarik. Mengapa hal itu penting? Karena
tipe lelucon yang digunakan standar dan membutuhkan koneksi antara
karakter dan penonton agar berhasil tampil lucu. Itu gagal.
Hasilnya sama seperti
unsur komedi yang dipaksakan itu kamu juga dipaksa untuk memilih satu dari dua
pria dewasa yang seperti sedang memperebutkan permen dengan cara yang
menyebalkan. Tidak ada si baik dan si jahat dalam diri Brad dan Dusty, tapi
karena sejak awal akses bagi penonton untuk menaruh simpati pada mereka sudah
ditutup hasilnya adalah suguhan komedi bersama plot datar dengan lelucon yang
seperti ditebar sesuka hati. Sayang memang karena jika cerita, plot, dan arena
bermain dibentuk sedikit lebih oke sekalipun tidak istimewa Daddy’s Home dapat berakhir di posisi
yang lebih baik, karena teamwork antara Will
Ferrell dan Mark Wahlberg
sebenarnya tidak buruk.
Isu tentang kejantanan
digunakan untuk menghadirkan komedi yang di maksudkan berisikan pesan tentang
keluarga, tapi sayangnya cerita dan karakter yang tidak digunakan dengan tepat
menjadikan Daddy’s Home terus tumbuh
menjadi komedi yang melelahkan. Satu atau dua momen laugh out loud memang ada
namun selebihnya adalah sebuah aksi show-off
dari subjek yang tidak “menarik”, tidak mencoba untuk mengolah materi lebih
jauh dan memilih bermain standar sehingga berisikan slapstick miskin energi yang
terus menjamur. Satu-satunya hal menarik dari Daddy’s Home bukan abs Mark
Wahlberg tapi trailer film ini
miliki, itu menarik. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment