"Intellectuals have no taste."
Meskipun memakai judul
yang memiliki arti muda jangan kaget jika yang akan kamu temukan dari film ini
justru sebuah observasi terhadap subjek yang tidak lagi muda. Niat Paolo Sorrentino di sini sangat menarik,
baton dari The Great Beauty yang
berhasil meraih Oscars dilanjutkan
dengan baik oleh Youth dengan menjadi
sebuah sajian studi karakter yang indah mencoba membawa kamu kedalam sebuah
meditasi tentang menjadi tua dengan mencampur proses penuaan itu dengan
persahabatan, kehilangan, rasa kecewa, rasa sakit, kebijaksanaan, hingga cinta.
Di sebuah spa
kesehatan yang mewah di Swiss, seorang komposer terkenal bernama Fred Ballinger (Michael Caine)
berjalan-jalan tanpa seperti tanpa tujuan, memikirkan tentang cinta dan karir
yang ia miliki. Fred Ballinger merupakan maestro di dunia musik namun karena
alasan pribadi telah kehilangan semangat untuk kembali ke dunia musik, walaupun
menerima request dari Queen Elizabeth II
untuk menampilkan lagu Simple Songs.
Dikelilingi oleh sahabatnya yang merupakan seorang filmmaker, Mick Boyle (Harvey Keitel), seorang
aktor yang sedang frustasi bernama Jimmy
Tree (Paul Dano), serta Lena
Ballinger (Rachel Weisz) yang merupakan anak perempuan sekaligus
asistennya, Fred mulai berusaha untuk menemukan kembali semangat untuk mengisi
hari tuanya.
Elemen dari film ini
yang paling sulit untuk dibantah bahwa ia berhasil tampil dengan baik adalah
visual. Paolo Sorrentino menunjukkan
taste yang ia punya dalam menampilkan cerita secara cantik, setiap shoot dalam
Youth memang tampak sederhana namun tidak tahu mengapa visual berhasil
menciptakan feel yang begitu kuat untuk membuat penonton seolah berada di
samping Fred dan ikut membantunya menemukan semangat dalam kehidupannya. Visual
tidak pernah terasa berlebihan mencolok, dari pedesaan indah yang tahu
bagaimana cara mencuri atensi penonton hingga set up yang berhasil menciptakan
metafora pada proses meditasi Fred, Sorrentino patut berterimakasih pada Luca Bigazzi karena dari cerita sendiri Youth tidak istimewa.
Script Youth tidak buruk tapi impresi yang
diberikan juga tidak kuat. Cerita terasa terlalu kecil untuk mengangkat
masing-masing karakter menemukan jawaban yang mereka cari, materi yang ia
sediakan bagi karakter untuk membawa penonton bergerak lebih jauh dan lebih
dalam bersama konflik terasa tipis. Cukup disayangkan karena dengan memiliki
banyak karakter seharusnya dapat Paolo
Sorrentino gunakan untuk menciptakan punch yang jauh lebih kuat di film ini
jika dibandingkan dengan yang ia hasilkan di The Great Beauty, apalagi dengan kesuksesan jajaran cast memanfaatkan
ruang lebih yang mereka dapatkan untuk berbicara kepada penonton tentang
kehidupan dan pengalaman yang mereka punya dengan berlandaskan rasa kurang puas
dan menyesal.
Youth
berhasil mencapai level bukan hanya berkat visual yang manis tadi namun kemampuan
para pemeran dalam menutup kekurangan di script lewat penampilan yang memikat.
Pemeran pendukung memperoleh momen dimanfaatkan dengan baik, seperti Harvey Keitel yang membangun
persahabatan menarik dengan karakter Fred, Rachel
Weisz dengan masalah pernikahan, Paul
Dano yang seperti menjadi poacher yang licik, hingga Jane Fonda yang karakternya tiba-tiba muncul tidak tahu dari mana
namun berhasil meninggalkan kesan yang mendalam karena ketika ia hadir layar
sepenuhnya menjadi milik Brenda Morel. Dan
bintang utamanya adalah Michael Caine,
ia menjadikan Fred sebagai pria yang telah renta baik raga maupun jiwa namun
rasa sedih pada “menjadi tua” berhasil Caine gambarkan dengan emosi yang
memikat.
Jika script dapat
tampil lebih baik hasil akhir Youth bisa
lebih baik dari The Great Beauty,
seperti membuat agar ide tidak memiliki arah yang terlalu banyak sehingga point
penting tentang penuaan tadi bisa meninggalkan kesan yang kuat. Namun seperti
banyak film yang mencoba memberikan petulangan reflektif hasil akhir Youth akan menciptakan banyak segmen
tergantung pada bagaiamana penonton menilai proses kehidupan. Dengan visual
yang manis serta kinerja akting yang memikat, Paolo Sorrentino kembali berhasil menciptakan sebuah petulangan
tentang metafora kehidupan yang menarik untuk diamati, menarik untuk dirasakan,
dan tentu saja menjadikan semakin menarik pula menantikan keindahan apalagi
yang Paolo Sorrentino akan hasilkan
selanjutnya. Oh ya, ini lucu!! Segmented.
nice review, kayanya bagus nih jadi penarasan..
ReplyDeletebagus gan rivew nya, jadi pingin nonton :), tp mohon maaf mau tanya dikit, di blog ini kan banyak film2 bagus atau pun film2 'kurang bagus' yg sudah anda review, anda juga bisa menjelaskan dimana saja letak kekurangan nya,ntah dari segi cerita, pemain nya, sdb. Misalkan anda menyutradarai sebuah film tentu anda seharusnya bisa menghasilkan film yg benar2 sangat bermutu, karena anda sudah pasti bisa mengantisipasi kelemahan2 dari film yg anda buat.
ReplyDelete