"You drive like my grandmother! Whoooo-hoooo! This is awesome!"
Mengapa aksi Alvin,
Simon, dan Theodore yang tergabung dalam kelompok pecinta musik The Chipmunks masih bisa berhasil
menjaga eksistensinya sejak pertama kali muncul tahun 2007 yang lalu?
Jawabannya karena mereka telah menjadi karakter yang ikonik untuk
“menghabiskan” satu setengah jam kosong milikmu, dan tentu saja karena mereka
masih sukses menjadi mesin pencetak uang yang mampu meraih penghasilan empat
hingga enam kali dari budget yang digunakan. Alvin and the Chipmunks: The Road Chip masih percaya bahwa kotoran
dan kentut dapat menghibur selama 84 menit, lebih baik dari film ketiga, masih
kalah dari film pertama, dan berada di level yang serupa dengan dua pendahulunya.
Dave
(Jason Lee) harus terbang ke Miami untuk mengurus
kliennya Ashley (Bella Thorne).
Perjalanan kerja itu coba dimanfaatkan oleh Dave dengan membawa serta
kekasihnya Samantha (Kimberly
Williams-Paisley) dan meninggalkan Alvin
(Justin Long), Simon (Matthew Gray Gubler), dan Theodore (Jesse McCartney) bersama anak Samantha, Miles (Josh Green). The Chipmunks punya
firasat bahwa Dave akan melamar kekasihnya itu di Miami sehingga mereka mencoba menyusun rencana untuk menggagalkan
niat Dave itu. The Chipmunks menyukai Samantha namun tidak dengan Miles yang
senang melakukan bully kepada mereka.
Sebenarnya siapa yang
salah disini, Dave yang setelah bertahun-tahun di buat susah oleh The
Chipmunks, atau justru The Chipmunks
yang setelah bertahun-tahun belum juga mengerti dan masih saja membuat susah
Dave? Seperti itu konflik yang coba digambarkan film ini, pertanyaan timbal
balik yang mudah untuk dinilai dangkal dan murahan, sebuah pertanyaan yang
sesungguhnya tidak begitu menarik untuk coba ditemukan jawabannya. Lalu apa
alasan saya menyaksikan Alvin and the
Chipmunks: The Road Chip yang seperti judulnya merupakan sebuah trip yang
terasa sangat cheap ini? The Chipmunks!!!
Meskipun di buat kecewa
oleh dua film sebelumnya namun film pertama Alvin
and the Chipmunks berhasil meninggalkan impresi yang begitu kuat pada saya,
sehingga rela mengikuti mereka tiga tupai yang berusaha menghibur penonton
dengan melakukan tindakan konyol bergaya slapstick ini. Fokus pada penilaian
terhadap Alvin and the Chipmunks: The
Road Chip bukan seberapa bagus dan pintar cerita yang ia berikan, namun
seberapa baik perkembangan yang terjadi dari film sebelumnya dalam hal
kemampuan menghibur penonton? Jawabannya adalah tidak besar. Alvin and the Chipmunks: The Road Chip
masih dangkal dan konyol tapi walaupun memiliki beberapa momen komedi yang
tidak buruk film ini terasa bermain kurang lepas.
Niat dari Walt Becker dan tim penulis pada cerita
dan karakter terasa misterius, mereka mencoba begitu keras agar Alvin and the Chipmunks: The Road Chip
tidak sekedar liar dan konyol namun punya pesona pada isu cinta dan
persahabatan. Sayangnya hal tersebut justru membuat cerita dan karakter terasa
canggung, senjata utama Alvin and the Chipmunks yaitu slapstick anehnya jadi
kurang berhasil menciptakan momen yang memikat. Dengan alur cerita yang
berbelit-belit serta tidak bernyawa tidak ada ledakan-ledakan yang memikat di
dalam Alvin and the Chipmunks: The Road
Chip walupun mereka telah mencoba hadirkan Uptown
Funk hingga Redfoo. Skema komedi
Alvin, Simon, dan Theodore terasa hampa, terasa sepi, omong kosong yang
seharusnya dimanfaatkan dengan tepat justru terasa sangat longgar.
Jadi jangan heran
walaupun ia tampak sederhana baik itu dari niat, cerita, dan karakter, Alvin and the Chipmunks: The Road Chip
justru menjadi sebuah road-adventure
family caper comedy yang menjemukan, dan hal tersebut bukan hanya dirasakan
oleh penonton dewasa namun juga sasaran utama film ini, penonton remaja dan
anak-anak. Mungkin sudah saatnya kembali membawa Alvin and the Chipmunks ke usaha dimana mereka mencoba menjadi trio
musik yang memikat, karena di situ charm utama The Chipmunk, bukan sekedar hanya petualangan dengan konsep pergi,
masalah, lalu pulang.
0 komentar :
Post a Comment