"The truth lies in the most unexpected places."
Judul yang mereka
miliki dalam bahasa Inggris memang hanya berbeda di the pada bagian depan, tapi
perbedaan hasil yang diberikan oleh film ini dengan The Secret in Their Eyes (El secreto de sus ojos) cukup besar. The Secret in Their Eyes merupakan
sebuah crime thriller yang menjadi wakil Argentina
di ajang 82nd Academy Awards di
mana ia berhasil menjadi film berbahasa asing terbaik. Secret in Their Eyes? Ini merupakan drama misteri dengan bumbu
romance yang mencoba “menipu” penontonnya.
Pasca peristiwa 11
September, Ray (Chiwetel Ejiofor) dan Jess (Julia Roberts) bertugas untuk
melakukan patroli untuk mencegah teroris kembali beraksi. Namun suatu hari Jess
menemukan tubuh seorang remaja putri di dalam tempat sampah. Untuk memecahkan
masalah tersebut mereka meminta bantuan pengacara bernama Claire (Nicole Kidman), meskipun sayangnya kesulitan menemukan
pelaku kasus tersebut perlahan hilang. Tiga belas tahun kemudian Ray kembali
berpikir bahwa ia telah menemukan pelaku dari kasus pembunuhan tadi. Walaupun
begitu untuk memperoleh hasil yang ia inginkan tidak mudah, karena di sisi lain
ada pihak yang tidak ingin pembunuh tersebut ditemukan.
Sutradara film ini, Billy Ray, boleh dibilang bukan sosok
sembarangan di industry film, Breach,
State of Play, Billy pernah menjadi bagian dari Captain Phillips di mana ia meraih nominasi Oscars untuk kategori
screenplay, ia juga menjadi bagian dari film pertama The Hunger Games di sektor yang sama. Di sini Billy Ray seperti
seorang penulis yang sedang terjebak di sebuah perpustakaan, mulai membaca
banyak buku, muncul ide tapi kurang tertata sehingga tulisannya jadi berantakan
dan tidak fokus. Fokus utama di film ini adalah kisah pembunuhan, saat awal ia
terasa oke namun perlahan Secret in Their
Eyes ternyata justru berubah jadi kisah romansa malu-malu yang menjemukan.
Itu akibat Ray yang kurang oke mewarnai cerita meskipun cukup baik menetapkan
dasar cerita yang tidak jauh berbeda dengan sumbernya.
Prosedural dan
prosedural, itu yang jadi ketertarikan utama film ini untuk bercerita. Secret in Their Eyes punya misteri
dengan potensi konspirasi, ia juga mencoba memainkan waktu dengan melompat
mundur dan maju dalam rentang waktu 13 tahun tadi, tapi sejak bagian pembuka
saya merasakan ketegangan yang sangat miskin dari cerita, terutama plot utama
tentang kasus pembunuhan tadi. Penyebabnya adalah karena film ini lebih sibuk
mengurusi plot untuk terkesan kompleks, dan perhatian ke karakter jadi terasa
minim. Seharusnya Secret in Their Eyes
bermain sedikit lebih licik dengan coba memberikan kedalam pada karakter karena
jarak waktu 13 tahun mencerminkan ini adalah masalah masa lalu yang tertinggal,
penderitaan pribadi, dan itu akan menarik jika dibantu emosi yang baik,
kekurangan yang sangat terasa dari film ini.
Tidak heran jika akhirnya
Secret in Their Eyes menjadi thriller
tipis yang tumpul karena sibuk menciptakan rutinitas plot. Cerita memang tampak
cukup kompleks, tapi karakter terasa sangat tipis sehingga cukup sulit untuk
terpikat dengan berbagai tikungan dan belokan yang film ini berikan. Kejutan
terbesar datang dari romance yang terasa frontal ketika mencuri perhatian
penonton dari kasus kejahatan yang jadi fokus utama. Rasa monoton yang bisa
saja berubah jadi frustasi bagi penonton banyak di pengaruhi oleh “kisah”
antara Ray dan Claire yang perlahan mekar. Aneh, kasus pembunuhan tapi tampak
asyik merawat eksplorasi di hal-hal yang seharusnya Cuma dijadikan bumbu
penyedap. Hal tersebut memberikan kerugian yang besar bagi Secret in Their Eyes karena fokus dan motivasi miliknya jadi terasa
lemah dan kurang menarik.
Secret
in Their Eyes sebenarnya punya ide yang bagus,
membawa penderitaan pribadi dari karakter utama, berusaha mencari jalan untuk
menyelesaikan masalah dan menghapus penderitaan tadi, lalu dibumbui dengan
kisah persahabatan dan kisah lain. Yang menyebabkan mengapa akhirnya ini terasa cukup monoton padahal ia punya genre misteri, crime dan thriller
adalah ide tadi tidak hadir seimbang.
Secret in Their Eyes sibuk menyulam cerita dan perkembangan plot tapi ia
lupa merawat karakter yang sebenarnya dari konflik miliknya punya peran yang
tidak kalah penting. Hasilnya, thriller miskin sensasi, misteri miskin
ketegangan, cerita dan karakter seperti kurang akur sehingga tidak peduli sekuat apa tiga pemeran utama yang tampil oke membuat karakter mereka
bernafas di dalam cerita film ini selalu kesulitan bernafas dengan bahagia dan
leluasa.
Thanks to: rory pinem
0 komentar :
Post a Comment