Apakah sebuah film yang
mengandung “Adam Sandler” didalamnya
masih layak mendapat atensi dari kamu? Apakah film dengan pemain utama seorang
pria berekspresi lesu bernama “Adam
Sandler” masih membuat kamu yakin ia akan memberi hiburan yang membuat
waktu dan uang yang kamu gunakan terasa worthed? Pertanyaan mungkin dua dari
sekian banyak pertanyaan lain yang ada di benak calon penonton pada film “Adam
Sandler”, tapi saya punya satu trick yang sudah lama saya terapkan pada film “Adam Sandler”, mencoba mengerti
kelemahan klasik yang ia punya dan nikmati hal lain di luar kelemahan klasik
tadi. Itu yang menjadikan Pixels
terasa cukup oke.
Pada tahun 1982 sebuah
kejuaraan game membuat video yang di rekam oleh NASA dan akan akan mereka kirim ke ruang angkasa sebagai arsip
gambaran kehidupan di bumi. Tapi celakanya usaha mereka untuk melakukan kontak
dengan kehidupan “lain” di luar angkasa mendapat respon berbeda lebih dari dua
dekade kemudian. Berbagai karakter video game klasik seperti Pac-Man, Lipan, Donkey Kong, dan Space Invaders dalam ukuran raksasa
menyerang bumi. Hal tersebut memaksa Will
Cooper (Kevin James) selaku POTUS
mengambil keputusan berani, memberi kepercayaan kepada teman lamanya, Sam Brenner (Adam Sandler), yang kini
bekerja sebagai petugas instalasi elektronik untuk memimpin pasukan menghadapi
serangan tersebut dan menyelamatkan dunia.
Kamu dan banyak
pengamat serta penikmat film boleh saja mencibir dan menyerang Adam Sandler dengan hal-hal klasik yang
seolah sudah lekat dengannya sekarang ini, tapi pasti ada alasan kenapa Adam Sandler masih bisa survive sekarang
ini. Saya sendiri punya hubungan love to hate dan hate to love pada Adam Sandler, setiap kali selesai
menonton film terbarunya ada perasaan campur aduk yang membuat saya bingung
dimana saya akan menetapkan posisi saya, suka atau tidak suka. Sudah jadi
informasi umum kalau penampilan Adam
Sandler sekarang seperti kurang bernyawa, yang kita dapat dari film-film
terbarunya adalah Adam Sandler
memainkan karakter menarik yang di eksekusi dengan lesu dan loyo, seperti
seadanya, tapi disisi lain ada saja hal menarik yang mampu menyelamatkan setiap
film dari kegagalan pemimpinnya itu.
Pixels
adalah contoh paling baru dari film “Adam
Sandler”, karakter utama tidak menarik tapi ia punya banyak hal menarik di
sekitarnya walaupun ketika telah berakhir tetap tidak mampu membawa film
tersebut ke posisi yang lebih tinggi. Masalah Pixels itu adalah ia bukannya
tidak lucu tapi kurang berhasil menjadi lucu dengan cara yang lucu. Banyak
lelucon yang akhirnya terasa canggung, Pixels
punya lelucon yang membuat kamu mengerti dengan maksud yang ia tampilkan tapi
tidak ada satu orangpun di dalam teater yang tertawa, dan ketika lelucon itu
berlalu kamu akan tertawa geli karenas merasa geli dengan lelucon yang tidak
lucu tadi. Dan menariknya adalah script sendiri masih berani memberikan banyak
lelucon untuk di eksekusi oleh Adam Sandler yang di sini seperti pria yang
sedang bekerja dalam kondisi kurang tidur.
Kekurangan tadi itu
sangat memalukan buat saya karena hal itu seperti menyia-nyiakan hasil akhir
yang diberikan oleh VFX di sektor
visual. Pixels punya visual yang menyenangkan, menghidupkan karakter-karakter
8-bit seperti Lipan, Space Invaders,
Galaga, Frogger, Tetris dan Pac-Man
kedalam realisme yang keren, penggunaan warna-warni yang berani tapi juga
menyertakan feel yang menarik sehingga penonton bukan sekedar dimanjakan
matanya oleh tampilan visual tapi visual itu sendiri membuat mereka seolah ikut
berada di dalam “permainan” itu. Disini kekuatan utama Pixels, ketika karakter video game mendominasi layar, sentuhan dari
Chris Columbus oke disini, dan
seandainya ia juga terlibat didalam script mungkin sisi visual dan cerita bisa
memberikan kombinasi yang lebih baik lagi.
Pixels
sendiri meninggalkan perasaan aneh karena ia punya topeng sebagai film keluarga
tapi ada beberapa lelucon yang terasa ofensif, walaupun memang tidak semua akan
di mengerti oleh anak-anak. Suka dan tidak suka juga terjadi di jajaran cast Pixels. Kamu pasti sudah tahu dimana
posisi Adam Sandler disini, tapi sahabatnya Kevin
James seperti tidak mau lepas darinya. Sebagai POTAS penampilan Kevin sangat tidak menarik, karakternya seperti
tidak punya visi yang jelas, sama seperti karakter Sam Brenner. Tapi Pixels
punya dua karakter yang baik sebagai penyeimbang, Eddie Plant yang diperankan dengan baik oleh Peter Dinklage, serta Violet
van Patten yang dijadikan oleh Michelle
Monaghan sebagai penyokong bagi karakter Sam Brenner yang lesu itu.
So apakah Pixels film keluarga yang menarik? Cukup
menarik, ia berhasil pada bagian visual yang menyenangkan berisikan karakter
game-game retro yang ikonik itu, tapi disisi lain ia juga selalu berhasil
membuat penonton jengkel ketika humor lesu dan canggung itu hadir dan merusak
irama petualangan. Meskipun bagian visual tidak mampu menyelematkan sektor
cerita untuk membawa Pixels ke tempat
yang lebih tinggi, saya lebih bersyukur mereka mampu meninggalkan memori yang
baik dan menyelematkan Pixels dari
kematian akibat lelucon-lelucon yang “mematikan” itu.
0 komentar :
Post a Comment