Ketika formula atau
strategi yang kamu gunakan sekarang masih mampu bekerja dan memberikan hasil
yang memuaskan, mengapa mencoba untuk melakukan perubahan? Konsep tadi mungkin
menjadi andalan dari banyak film animasi dari Jepang, bahkan telah populer pada
level tertinggi seperti Doraemon dan Studio Ghibli, mereka menggunakan
formula klasik dalam hal struktur cerita tapi tetap mampu membuat penonton
setia bersamanya hingga akhir dengan menggali salah satu keahlian mereka:
memancarkan pesona dari karakter utamanya. Detective
Conan punya pesona tersebut.
Di yakini telah hancur
pada Perang Dunia II salah satu dari tujuh lukisan yang menjadi bagian sebuah
seri bernama Sunflowers karya artis yang populer di Jepang, Van Gogh, tiba-tiba
muncul pada sebuah acara pelelangan di Manhattan,
New York. Jirokichi Suzuki (Kōsei Tomita) memenangkan acara lelang tersebut
dan menyatakan akan mengumpulkan tujuh lukisan terkenal tadi didalam sebuah
eksebisi besar. Celakanya tidak lama kemudian Kaitou Kid (Kappei Yamaguchi) menyatakan target terbarunya yang
akan ia curi: seri Sunflower.
Seri Conan sudah
terbukti mampu menarik perhatian penggemarnya setiap kali ia hadir meskipun
kerap tidak menawarkan sesuatu yang benar-benar baru dari pendahulunya, hal
tersebut dikarenakan Conan sendiri sudah punya dasar yang kuat untuk yang mampu
menarik kita dan membuat kita terpaku sampai akhir. Detective Conan: Sunflowers of Inferno seperti itu, tidak ada
sesuatu yang benar-benar istimewa di film terbarunya ini, bahkan jika harus
dibandingkan ia juga tidak lebih baik dari film sebelumnya, Detective Conan: Dimensional Sniper, menjadi
sajian yang tapi dengan segala formula klasik yang ia gunakan kembali itu
Detective Conan: Dimensional Sniper berhasil menghibur.
Yang kamu temukan di
bagian awal adalah apa yang selama ini film-film Conan berhasil lakukan,
membuat penonton ingin tahu dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kita akan
di buat bertanya-tanya mengapa Kaitou Kid
yang selama ini selalu tertarik pada benda-benda seperti permata justru
tiba-tiba mencuri sebuah lukisan. Pertanyaan tadi mampu membuat saya mencoba
menebak hingga akhir, alur penyelidikan yang sering terasa seru disertai dengan
beberapa tikungan yang sanggup menjaga misteri tetap menarik sembari mencoba
mengurai benang merah cerita. Ya, itu selalu menjadi senjata utama dari
film-film Conan, struktur cerita yang oke untuk mengalihkan atensi penonton
dari teknik presentasi cerita yang akan terasa biasa bagi mereka yang telah
akrab dengan petualangannya.
Tapi dengan kelebihan
tadi bukan berarti Detective Conan:
Sunflowers of Inferno lepas dari nilai minus. Alasan utama mengapa saya
menyebutkan ini tidak lebih baik dari Dimensional
Sniper adalah tujuan utama dari tokoh antagonis utama sendiri tidak
digambarkan dengan kuat dengan dampak yang cukup signifikan pada hasil akhir. Begitupula
dengan alur cerita, berbagai misteri itu dikemas dengan baik tapi jalan cerita
terasa sedikit monoton disini, semakin dekat dengan garis finish cerita terasa
semakin lelah. Begitupula dengan cara ia mempermainkan ide liar penonton pada
cerita, terlalu nyaman sehingga thrill pada cerita tidak maksimal, meskipun
sudah dibantu dengan adegan action gerak cepat yang kembali tampil dengan level
atau kualitas yang baik.
Memang pada akhirnya ia
akan terasa kurang maksimal bagi beberapa penonton tapi maksud atau tujuan dari
Detective Conan: Sunflowers of Inferno (Meitantei Konan: Gōka no Himawari) sebenarnya sangat baik, membawa kamu menyaksikan petualangan dari detektif
favorit kamu dengan tampilan yang kamu harapkan. Ya, ini Detective Conan: Sunflowers of Inferno berhasil memberikan Conan
yang ingin banyak penonton saksikan, lapisan cerita penuh misteri yang kemudian
di campur bersama adegan action gerak cepat andalannya itu, walaupun sayangnya
bagi beberapa penonton ini juga punya potensi untuk tidak terasa begitu
istimewa.
Apa ada link DCM 19?? Kalau ada dimana??
ReplyDelete