Sinopsis:
Jang Yoon-ha merupakan putri bungsu dari salah satu keluarga kaya dan terkemuka
di Korea, namun ternyata status tersebut tidak menjadi sesuatu yang menarik
bagi wanita muda itu. Meskipun menjadi ahli waris dari keluarga kaya Yoon-ha
justru memutuskan untuk menyembunyikan identitas aslinya dan bekerja sebagai
karyawan paruh waktu di pasar makanan. Wanita yang sejak kecil telah haus kasih
sayang dari keluarganya itu memiliki dua tujuan, ia ingin hidup mandiri dengan
menggunakan pendapatan sendiri, dan berikutnya menemukan seorang pria yang
mencintainya sebagai Yoon-ha wanita biasa, bukan ahli waris dengan tahta dan
harta.
[Spoiler
Alert]
Episode 5 (22/06/15)
Episode lima
benar-benar murni menjadi kelanjutan dari episode empat, tapi disini saya
berbicara tentang bagaimana High Society
meninggalkan penonton menggantung di level yang sama dengan episode terakhir.
Ketimbang memberikan sebuah perkembangan yang signifikan episode lima justru
masih menaruh fokus utama mereka untuk menjadikan cerita sibuk berputar-putar
pada ruang yang sama. Narasi masih samar, permainan antara karir dan
kebahagiaan seolah masih terlalu lezat untuk ditinggalkan bagi penulis dan
sutradara, dan hasilnya penonton masih bermain-main dengan dua karakter utama
yang terus berusaha begitu keras menjadikan apa yang ada di pikiran mereka
tampak misterius.
Mode menunggu seperti
itu memang sesuatu yang wajar tapi seharusnya dapat dikemas dengan rasa yang
lebih atraktif. Episode lima terasa hambar, penonton dibiarkan menunggu dan
menyaksikan progress yang begitu lamban baik itu dari cerita maupun karakter,
dua karakter utama di biarkan terperangkap dalam romantisme yang monoton, dan
ancaman dari tokoh antagonis juga terasa lemah perkembangannya. Hal yang paling
menjengkelkan disini adalah karakter Joon-ki dimana motivasi yang ia miliki
perlahan seperti kehilangan daya tarik untuk di ikuti, hal yang juga dialami oleh
karakter Yoon-Ha dengan segala sikap
naif untuk meraih kesuksesan yang selama ini ia impikan serta menghapus dahaga
kasih sayang dan kesedihan.
Untung saja High
Society memiliki Yoo Chang-soo dan Lee Ji-yi, dua karakter yang ironisnya sejak
awal menyandang status supporter bagi karakter utama. Pertumbuhan dari second
lead couple ini benar-benar menarik, misi mereka untuk menjadi contoh bagaimana
sebuah hubungan yang sehat ketika cinta tidak dinilai dari harta dan tahta
berkembang dengan baik tapi disisi lain daya tarik mereka perlahan justru
menggusur main couple yang stuck di mode menunggu. Interaksi yang dibangun oleh
Park Hyung-sik dan Lim Ji-yeon terasa manis, hadir kesan
alami diantara mereka yang kemudian membuat penonton tidak hanya merasa dekat dengan
karakter namun juga menaruh rasa peduli pada apa yang terjadi diantara mereka,
segala materi klasik dan cheesy yang sering anda temukan di drama Korea masih
terasa menarik ketika ditampilkan oleh mereka.
Ibarat bumi dan langit,
ada dua sisi berbeda dari episode lima. Di satu sisi pada bagian konflik utama
tidak ada progress yang menarik, sedikit hal menarik yang terjadi baik itu dari
hubungan antara Joon-ki dan Yoon-Ha begitupula dengan karakter
pendukung minor lainnya. Motivasi masih di tampilkan ambigu dan penonton
dibiarkan kembali berada dalam mode menunggu. Tidak buruk, tapi sayangnya hal
tersebut perlahan menjadikan daya tarik di bagian utama cerita memudar yang
juga menjadi awal mula dari hadirnya kesempatan dari second lead couple mencuri
atensi penonton dengan interaksi santai namun manis yang mereka berikan.
Score:
6/10
Episode 6 (23/06/15)
Ada dua hal menarik
dari episode enam, yang pertama ia berhasil menjadikan saya memutuskan untuk
bergesar dan menaruh fokus pada second lead couple, dan yang kedua ini menjadi
titik awal dimana High Society
akhirnya resmi mendapatkan label tv-series
yang super manipulatif. Mari bahas nomor dua terlebih dahulu. Ketika episode
enam selesai saya bertemu dengan senyuman, bukan hanya karena bagian penutup
yang oke itu tapi juga disebabkan oleh begitu banyak hal menarik dari episode
ini jika dibandingkan episode sebelumnya yang terasa hambar itu.
Joon-ki
dan Yoon-Ha akhirnya bergerak sedikit
lebih maju, tidak besar tapi progress signifikan yang penonton nantikan dari
episode terakhir hadir disini. Itu mendasari dari label manipulative tadi,
karena episode enam seperti membawa penonton untuk menyadari bagaimana penulis
seperti sengaja membuat penonton jengkel di satu episode untuk kemudian
memberikan mereka sajian yang manis di episode berikutnya. Ya, episode enam
merupakan kemasan yang manis, banyak hal menarik yang terjadi disini dan itu
tidak hanya terjadi di seputar karakter utama. Saya suka dengan apa yang
terjadi di keluarga Yoon-Ha, hubungan antara ayah Yoon-Ha dengan istrinya,
kehadiran kakak Yoon-Ha, begitupula dengan kontribusi dari wanita nomor dua
dari ayah Yoon-Ha, komposisi yang mereka miliki didalam cerita terasa pas di
episode ini.
Tapi hal paling menarik
adalah bagaimana second couple perlahan mulai mengancam main couple. Chang-soo mengalami perkembangan paling
menarik disini diantara karakter lain, dari bagaimana ia mulai terperangkap
jeratan cinta yang di bangun dengan polos oleh Lee Ji-yi, begitupula dengan rasa percaya yang ia miliki terhadap
Joon-ki. Episode enam merupakan bukti bahwa segala sesuatu yang dibangun dengan
menerapkan progress yang sehat selalu berhasil tampil lebih menarik dan enak
untuk di ikuti ketimbang mereka yang terus menerus berusaha keras untuk tampil
misterius tanpa di iringi progress yang sehat. Bukan hanya Chang-soo yang memperoleh hasil dari konsep tadi, Lee Ji Yi juga
mendapatkan hal yang sama, bahkan mulai muncul praduga dibalik konsep polos
yang ia miliki.
Meskipun berhasil
menjadi episode yang manis bukan berarti episode enam memberikan loncatan yang
begitu besar dari segi kualitas. Masih sama dengan episode sebelumnya ini tetap
berada didalam pola bumi dan langit, ia punya hal-hal menarik yang terus
membuat penonton bersedia menanti kelanjutan cerita tapi disisi lain ia tetap
meninggalkan hal negatif yang mudah di identifikasi. Contohnya adalah episode
ini merupakan bukti bagaimana karakter utama di tulis dengan kurang baik, Sung Joon dan Uee tidak diberikan materi yang dapat mereka gunakan untuk
mempertahankan likability dari karakter, chemistry lemah, emosi terasa palsu.
Bukankah menjadi pertanda yang berbahaya ketika anda menyaksikan sebuah
tv-series dan perlahan mulai menaruh harap agar karakter utama berakhir tidak
bahagia?
Score:
6.75/10
Episode 7 (29/06/15)
Yang hilang dari
episode tujuh adalah momentum, dan dampaknya sangat besar. Hadir beberapa
bagian menarik dari episode ini, tapi secara keseluruhan episode tujuh terasa
kurang dinamis, kurang berhasil meneruskan gempita dari episode enam. High Society seperti senang bermain di
kondisi santai dan kemudian membuat penonton menunggu dengan tenang ketimbang
membangun sebuah konflik yang benar-benar tajam. Penutup yang menarik di
episode sebelumnya ternyata berakhir dengan sangat lemah, bukannya memberikan
sebuah “fight” yang oke semua berdamai dengan cepat. Bukan pilihan yang salah
tapi hal tersebut seperti membuang percuma potensi untuk memberikan “excitement”
bagi masing-masing karakter.
Ya, excitement, dan
episode tujuh kehilangan itu lewat kehadiran dua hal yang terasa menjengkelkan.
Adegan di rooftop itu terlalu lama, awalnya menarik namun perlahan berubah
menjadi monoton dan canggung. Dan yang kedua adalah perubahan pada karakter.
Tidak semua menjengkelkan memang, saya suka perkembangan dari karakter Jang Ye-Won yang terasa spot on, hal
yang juga dilakukan oleh karakter Min
Hye-Soo, begitupula dengan Jang
Won-Sik dan Jang So-Hyun yang
disini berhasil menyampaikan hal “lucu” itu dengan sangat baik, tapi hal-hal
manis tadi tidak terjadi pada Yoon-Ha,
ia punya banyak momen dan kesempatan di episode ini namun sedikit yang mampu
meninggalkan impresi kuat, bahkan di bagian penutup ia kalah telah dari Ji Yi
ketika turun dari mobil mewah itu.
Hal utama yang
mengecewakan dari Yoon-Ha disini adalah twist yang ia berikan justru semakin
menghancurkan image yang ia miliki. Sejak awal kita tahu bahwa ia merupakan
wanita muda yang ingin sukses dengan caranya sendiri, namun sebuah kejutan yang
ia berikan justru terasa menjengkelkan karena tidak mampu ia dampingi dengan
alasan yang meyakinkan bagi penonton. Apa yang saya inginkan dari Yoon-Ha adalah ia keluar dari dukacita
dan memberikan pembuktian kepada keluarga dengan meraih kesuksesan menggunakan
“cara” yang sejak awal ia inginkan. Disini ia justru berubah menjadi easy
woman, di awal ia mudah jatuh cinta, dan kini ia mudah pula mengubah pendirian.
Bagaimana dengan
Joon-ki? Tidak ada yang menarik darinya di episode ini untuk di bahas lebih
jauh, dan untungnya porsi yang tidak begitu besar menjadikan rasa jengkel pada
kondisi stuck dari karakter utama itu juga tidak begitu besar. Selain Yoon-Ha
tiga major character lain memang tidak memperoleh progress yang mumpuni, tapi
meskipun kehilangan momentum dan tidak mampu meneruskan excitement dari episode
sebelumnya saya suka dengan cara penulis mulai membawa masuk apa yang terjadi
di sekitar empat karakter tadi untuk berkontribusi pada cerita, terutama pada
keluarga Yoon-Ha yang disfungsional itu.
Score:
6/10
Episode 8 (30/06/15)
Berada di titik tengah
dari 16 episode, apa yang saya rasakan dari High
Society mungkin dapat digambarkan oleh sebuah kata sederhana dari Chang-soo,
“so childish.” Bukan berarti mengharapkan sesuatu yang serius dari High Society tapi segala bentuk romance
dan konflik “childish” yang standard namun potensial itu seperti dipermainkan
dengan childish oleh penulis dan sutradara. Sesuatu yang menjengkelkan ketika
anda mengikuti sebuah tv series dan ketika sampai di titik tengah belum juga
merasa yakin apa tv series tersebut ingin gambarkan kepada anda, semuanya masih
abu-abu dengan tingkat atraktif yang juga abu-abu.
High Society
sesungguhnya punya potensi untuk menjadi penggambaran hubungan antara cinta dan
strata sosial, tapi kadar yang kuat di awal pada hal tersebut justru perlahan
memudar dan di titik tengah ini sudah sulit untuk menemukan eksistensinya.
Sangat disayangkan memang karena pada dasarnya High Society punya dua arena bermain untuk memutar tema chaebol
yang ia usung, tapi lama kelamaan mengapa ini justru tampak seperti sekumpulan
karakter “cacat” yang bingung dengan apa yang harus mereka lakukan, bukan hanya
empat karakter utama tapi hampir mayoritas karakter seperti tenggelam dalam
sikap naif dan insecure yang mereka
miliki.
Di beberapa episode
sebelumnya High Society mampu membuat
penonton merasa jengkel dengan karakter tapi disisi lain tetap mampu mempertahankan
simpati bahkan mungkin empati penonton walaupun dalam jumlah yang kecil.
Episode delapan adalah titik dimana hal tersebut berubah, mencoba memahami
mengapa karakter melakukan apa yang mereka lakukan tidak lagi menyenangkan
disamping mode misterius yang masih ditawarkan cerita. Episode delapan
melahirkan rasa konyol yang selama ini belum hadir di balik grafik naik dan
turun yang ditunjukkan tiap episode.
Memang banyak drama
Korea yang memberikan rasa atau vibe sama seperti yang diberikan oleh High Society, tapi sedikit diantara
mereka yang gagal memberikan point penting dan momen menarik di setiap episode
terkait fokus dan tujuan utama yang ingin mereka capai. High Society resmi
menjadi bagian dari kelompok minor tadi, rasa yang diberikan oleh episode
delapan identik dengan apa yang diberikan oleh episode tujuh, rasa yang
diberikan oleh episode tujuh sama seperti episode enam, dan mereka terus berada
hanya di level okay sehingga akhirnya monoton. Yang kini saya nantikan setiap
menonton episode selanjutnya mungkin bukan mengharapkan perkembangan karakter
dan cerita yang mungkin masih ada di level itu-itu saja, namun kapan momen
mengejutkan dan mencengkeram itu datang? Ah, saya harap Jang Gyeong-Joon kembali dan memberikan kejutan.
Score:
6/10
Kok saya ngerasa ngga suka ya sama karakter Lee Ji Yi ini?
ReplyDeleteCoba tonton Mask deh, saya lebih suka itu dari drama ini :)
Mungkin karena ada sedikit unsur “to good to be true” kali ya. Kan langka banget tuh sekarang cinta tanpa memperdulikan harta dan tahta. :)
Delete