Bercerita itu bukanlah
sesuatu yang mudah bagi semua orang, kamu bisa ambil contoh merangkai kata
dalam menulis sebuah review misalnya, atau contohnya lainnya seperti sedang
memberikan sebuah presentasi. Masalah utama yang sering kita hadapi adalah
hadirnya sebuah dinding yang kemudian membuat alur yang telah kita bangun
seketika stuck, dan semakin kacau ketika kita sudah terjebak kita juga mulai
bingung dan akhirnya kewalahan bagaimana cara melewati dinding tersebut. The Lazarus Effect adalah sebuah film
horror yang mengalami hal tersebut, doesn't
have much but trying so hard to looks smart.
Mahasiswa medis bernama
Frank Walton (Mark Duplass) dan Zoe McConnell (Olivia Wilde) sedang
melakukan riset pada sebuah serum yang mereka harapkan dapat memperpanjang jeda
diantara waktu ketika tubuh manusia meninggal dan waktu ketika otak mereka
benar-benar berhenti bekerja. Goal utama mereka adalah berharap agar serum
tersebut dapat membangkitkan kembali orang yang telah mati, dan itu berhasil
pada percobaan pertama menggunakan objek seekor anjing. Tapi suatu ketika
sesuatu yang sangat buruk menimpa Zoe ketika mereka mulai tidak lagi bisa melakukan
eksperimen secara bebas.
Seperti yang sebut
diawal tadi The Lazarus Effect tidak
berhasil menjadi sebuah horror yang menakutkan karena sejak awal ia sudah
memiliki sebuah jebakan yang siap menghancurkannya di tengah cerita. Script
yang ditulis oleh Luke Dawson dan Jeremy Slater sangat sangat sempit, kita
hanya mendapatkan mahasiswa dan serum, dan semakin kacau karena setelah sinopsis yang sudah sangat sederhana itu
tidak ada upaya untuk memperluas cerita agar konflik-konflik lain dapat masuk.
Itu masalah paling besar dari The Lazarus
Effect, cerita yang sangat lemah, tidak ada hal-hal terkait setan maupun
hantu yang terasa kuat disini, setelah sesuatu yang buruk menimpa Zoe yang tersisa bagi David Gelb adalah membawa kita bermain-main
dengan satu pertanyaan tunggal: bagaimana cara mereka akan menolong Zoe?
Sebenarnya niat dari The Lazarus Effect pada awalnya tidak
begitu dangkal, dari insiden utama ada beberapa isu menarik yang coba ia
berikan sebut saja seperti kematian dan moralitas bahkan hadir kaitan agama
didalamnya, tapi ketika semuanya tidak di bentuk dengan cermat mereka dengan
cepat berubah menjadi kusam dan terlupakan. Sadar bahwa upaya tersebut gagal David Gelb mulai mengalihkan fokus kita
upaya para dokter yang ceroboh cenderung bodoh itu agar terlihat pintar. Disini
masalah lain muncul karena karakter sendiri sejak awal tidak terasa menarik,
Wilde tidak menemukan jalan agar dapat mengubah karakternya menjadi sosok yang
kita pedulikan eksistensinya, dan sisanya ia hanya berputar-putar sembari
ditemani Mark Duplass yang tampak
tidak nyaman dengan materi bodoh yang ia peroleh.
So, sudah gagal di
bagian kedua ternyata tidak membuat David
Gelb menyerah, ia masih punya satu senjata lainnya, jump scare. Nah, ini yang terasa sensitif karena metode yang ia
gunakan dalam memberikan penonton kejutan terasa klasik sehingga mungkin akan
cukup mampu menarik atensi beberapa penonton. Saya sendiri kurang yakin akan
banyak yang terjebak dalam segala kejutan berisikan aksi gotcha dan boom yang
terasa mentah itu, kesan gore yang ia
tampilkan juga sangat nihil, barang-barang bergerak kemudian permainan lampu,
bukannya hal-hal seperti itu sudah sangat familiar, dan David Gelb seperti lupa bahwa ia perlu sesuatu yang lebih untuk
mampu membuat penonton waspada. Solusinya, karakterisasi, salah satu kelemahan
utama mereka tadi.
Ya, seperti efek domino
memang kesalahan yang dimiliki oleh The
Lazarus Effect, ia mencoba tampil pintar tapi tidak pintar menciptakan dan
membangun materi, dengan penuh percaya diri kemudian berjalan bersama materi
yang sangat sempit dan ketika stuck mulai bingung dan akhirnya memilih
menggunakan senjata klasik sebuah horror, jump
scare, yang celakanya juga gagal. Menyia-nyiakan premis yang potensial, menyia-nyiakan dua cast utama, tidak mampu
memprovokasi baik itu pada isu kehidupan dan kematian akibatnya begitu lemahnya
thrill dan momen menakutkan, The Lazarus
Effect akan saya kenang sebagai sebuah horror yang sangat lemah dan tidak
pernah berhenti mencoba tampak pintar dengan berbagai gimmick murah. Boooo!!!
elu kalo disuruh buat film horror juga belum tentu sebaik ini broh, dasar orang..
ReplyDeletemenurut gue alurnya bagus kok. purpose tiap film kan ga selalu sama kali. mana tau ada maksud trsendiri dari si sutradara yg blum bsa elu tangkep, hayo lu. jgn slalu bandingin dgn film sukses juga. originalitas harus ada. tapi ya namanya reviewer mau gmana lagi ya hahaha . good job deh. lanjut..