Apakah Sean Penn mencoba memanfaatkan ruang
kosong yang ditinggalkan Liam Neeson setelah menyatakan akan pensiun dari Taken
bahkan film action? The Gunman
seperti sengaja di ciptakan khusus buat Penn agar ia dapat menunjukkan kepada
kamu tampilan badass yang ia miliki, tapi celakanya sudahlah memilih
menggunakan formula yang tidak lagi segar yang ia lakukan justru terjebak
didalam arena bermain yang ia ciptakan sendiri. An impotent action.
Tentara pasukan khusus bernama Jim Terrier (Sean Penn) pada tahun 2006 dibayar untuk melakukan sebuah aksi pembunuhan di Kongo. Salah satu
deal yang ia peroleh adalah Jim harus melarikan diri dan meninggalkan pacarnya Annie (Jasmine Trinca). Sekarang Jim
bekerja di Kongo sebagai anggota misi kemanusiaan, namun suatu ketika hadir
sosok yang ingin membunuhnya. Dari sana Jim sadar bahwa hal tersebut memiliki
kaitan dengan masa lalunya tadi.
Saya rasa untuk review
kali ini saya akan memilih untuk tidak begitu panjang lebar membahas film ini,
karena sisi positif yang ia berikan sangat sangat minim, sementara hal negative
yang ia hasilkan merupakan hafalan dari film-film action yang gagal menjadi
sebuah action menyenangkan. The Gunman
gagal melakukan apa yang sahabat sekelasnya bernama Taken lakukan. Disini sang
sutradara Pierre Morel seperti punya
ambisi besar untuk menjadikan The Gunman
tidak hanya sebatas film action dengan ledakan semata, ia menebar kesan ambigu
bagi penonton. Hadir sebuah masalah yang seolah menggoda kita, tapi bukannya
membuat kita terhibur dengan eksposisi yang mumpuni disini Morel justru
melakukan sebuah tindakan yang fatal, ia membuat cerita yang seharusnya
bercerita justru merasa bingung bagaimana cara bercerita.
Fokus banyak diletakkan
di plot, tapi tidak dijaga dengan ketat serta alur yang kerap memberikan kamu
kejutan dengan materi-materi yang kurang halus dan relevan, perlahan The Gunman
akan terasa konyol. Sangat kaku dan kikuk, itu masalah lainnnya, Morel kurang
cekatan memanfaatkan star power dari Sean
Penn dengan gagal memberikannya momen untuk bersinar dan show-off.
Penyebabnya ya itu tadi, ia lebih banyak bekerja keras dalam mengembangkan
cerita yang sejak awal sudah ia canangkan dengan ambisi besar. Kesan bingungn
muncul, alur menjadi lamban. Alur menjadi lamban, tensi menjadi berkurang.
Tensi berkurang, daya tarik semakin tergerus. Daya tarik tergerus, semua
perlahan semakin membosankan.
Sikap berani untuk
memberikan sesuatu yang lebih memang layak di berikan apresiasi, tapi tidak
dengan cara mengorbankan materi yang sesungguhnya cukup untuk menjadi action
sederhana dalam level cukup untuk kemudian mencoba menjadi lebih besar dengan
hasil sebuah kegagalan. The Gunman
menderita karena ambisi, mencoba menggoda dengan ambiguitas sayangnya justru
menghasilkan luka yang menyakitkan ketika semua upaya yang ia lakukan untuk
tampak pintar justru berjalan ke arah yang berbeda, sebuah film action yang
tidak imajinatif, hambar, miskin energi, dan well, membosankan. Yeah, it’s that
bad.
0 komentar :
Post a Comment