"Leave your life
in someone else's shoes.”
Mungkin teka-teki
apakah Adam Sandler masih punya
starpower sekarang sama menariknya dengan misteri apakah segitiga Bermuda benar-benar punya kekuatan
magis, bahkan jika harus dibandingkan dengan pertanyaan apakah alien itu ada?
Alasannya adalah karena Adam Sandler
seperti perahu yang terombang-ambing di lautan lepas dan terus berhadapan
dengan terjangan ombak besar tapi anehnya ia masih tetap bisa berlayar. Hal
pertama yang terlintas setiap kali hendak menyaksikan film terbarunya (termasuk
The Cobbler) adalah apakah film
tersebut mampu membawa Adam Sandler keluar filmography monoton miliknya yang
semakin lesu dalam hal kualitas? Impresi awal yang sangat menyedihkan.
Pria bernama Max Simkin (Adam Sandler) punya
kehidupan yang pahit. Hanya seorang tukang cukur bernama Jimmy (Steve Buscemi) yang menjadi teman baiknya karena selain itu
Max harus mengurus ibunya dan mengelola took sepatu yang diwariskan oleh sang
ayah yang menghilang dari kehidupannya. Suatu ketika berawal dari sepatu preman
local bernama Ludlow (Method Man) Max
bertemu dengan sebuah keberuntungan ketika mesin miliknya rusak yang memaksanya
menggunakan mesin tua milik ayahnya. Max mencoba sepatu Ludlow yang telah ia
perbaiki namun secara mengejutkan ia “berubah” menjadi Ludlow.
Tidak perlu menjadi
penonton yang super cerdas sebenarnya untuk menilai bahwa sinopsis yang dimiliki oleh The
Cobbler sesungguhnya sangat sangat potensial. Dari awalnya yang tampak
sederhana itu kekuatan magic yang
cerita miliki The Cobbler pada
dasarnya bisa dikembangkan ke banyak arah, saya bahkan ketika membaca premis
awalnya mulai membentuk imajinasi saya sendiri bagaimana jika hal tersebut
terjadi pada saya. Tapi sayangnya keuntungan tersebut bukan hanya kurang mampu
tapi tidak mampu di gunakan dengan baik oleh Thomas McCarthy disini. Ia tampak sadar bahwa cerita yang juga ia
tulis sendiri itu punya power untuk membawa penonton berimajinasi sehingga ia
mencoba menerapkan kesan misterius pada eksekusi yang ia berikan, tapi celakanya
kuantitasnya berlebihan.
The
Cobbler dimulai dengan baik tapi ia tidak mampu menjaga
rasa tertarik penonton padanya. Ini bisa saja menarik andaikan Thomas McCarthy mau menggunakan template
standard seorang Adam Sandler, tapi
disini ia juga punya ambisi yang berbeda. The
Cobbler seperti ingin dibuat lebih gelap dan lebih thoughtful, dan disini
yang terasa konyol karena ia tidka punya dasar yang kuat untuk menjadi drama
comedy seperti itu. Menentukan identitas utamanya saja The Cobbler seperti
bingung, terus mencoba agar tampak seperti drama yang sedikit serius membuat
komedi konyol penuh kejenakaan ciri khas Adam Sandler juga tampil setengah
hati, dan itu gawat karena jika tampil sepenuh hati saja hal tersebut belum
tentu bisa tampil lucu dan menghibur. Ya, momentum, The Cobbler terlalu lambat menentukan ingin menjadi apa, dari
premis yang cantik itu berubah total menjadi bencana.
Iya, bencana, awalnya
ini berjalan menarik tapi ternyata ia tidak mampu membangun sebuah fantasi yang
menarik. Salah satu kelemahan The Cobbler adalah ia tidak mampu membuat
penonton klik dengan maksud dari apa yang ia tampilkan yang sejak awal sudah
membawa kesan ambigu dengan pilihan manis atau kombinasi pahit, asin, dan asam.
Berantakan, The Cobbler pada akhirnya
berisikan hal-hal menggelikan yang bukan tidak mungkin beberapa dari mereka
akan membuat kamu merasa jijik meskipun pada dasarnya ia punya tujuan lain
dibalik hal tersebut. Bukan hanya ceroboh dalam bercerita tapi alur sendiri
terasa sangat longgar seperti tidak ada sesuatu yang menarik yang menanti kita
di akhir cerita, terasa sangat lesu, sama seperti penampilan Adam Sandler.
Saya rasa tidak perlu
membahas penampilan Adam Sandler
secara panjang lebar, cukup dengan mengatakan bahwa ia masih belum berubah dari
Adam Sandler yang kita kenal beberapa tahun terakhir. Jika ini lebih spesifik
mungkin kamu bisa lihat beberapa gambar yang saya gunakan didalam review ini.
Ya, masih terus mencoba patut di apresiasi tapi celakanya usaha tersebut tidak
ia sertai dengan usaha lain, mencoba berubah dari formula yang telah usang.
Kekecewaan Adam Sandler pada film ini
mungkin tidak besar, tapi bagi Thomas
McCarthy yang merupakan sosok dibalik film-film menarik seperti The Station Agent, The Visitor, Up, dan Win Win,
ini adalah sebuah kekecewaan besar. Ia tidak mampu membawa Adam Sandler keluar
dari zona nyamannya, ia yang justru masuk dan terjebak didalam “zona nyaman”
milik Adam Sandler.
Oh, iya ya. Baru nyadar film Adam Sadler itu cenderung monoton tema dab perannya
ReplyDelete