"Every DUFF has their day."
Kamu pasti tahu dengan
kalimat-kalimat berikut ini, dari “jika ingin terlihat atau menjadi pintar maka
bertemanlah dengan orang-orang pintar” atau “jika ingin menjadi terkenal maka
bertemanlah dengan orang-orang yang terkenal”. Tapi ada satu kata yang
terhitung cukup sulit untuk dirangkai menggunakan pola tadi, yaitu cantik. Yang
terjadi dengan kata cantik justru sebaliknya, “jika ingin terlihat cantik maka
bertemanlah dengan orang-orang yang tidak cantik”, dan The Duff berhasil mengolah konsep tersebut menjadi sebuah komedi dangkal yang manis, dari The Breakfast
Club, kemudian Mean Girls, hingga
Easy A.
Bianca
Piper (Mae Whitman) merasa sakit hati ketika ia mengetahui
bahwa dirinya telah dilabeli sebagai The
Duff oleh Casey (Bianca A. Santos) dan
Jessica (Skyler Samuels), sebuah
singkatan dari “designated ugly fat
friend” yang secara otomatis memposisikan dirinya sebagai alat untuk
menjadikan teman-temannya itu tampak cantik. Perlawanan yang coba Bianca
berikan ternyata berbeda, ia tidak hanya mencoba berubah dengan bantuan Wesley (Robbie Amell) namun juga mencoba
menggulingkan tindakan kejam yang dilakukan oleh Madison (Bella Thorne) dengan melakukan “kampanye” bahwa semua
orang merupakan seorang duff.
Awalnya saya sedikit
menganggap remeh The Duff karena dari presentasi awal seperti poster
misalnya ataupun trailer kesan yang ia ciptakan tidak begitu menarik, dan itu
pula yang jadi sumber dari hadirnya kejutan yang diberikan oleh film ini. Isu
utama tentang teman buruk rupa itu sesungguhnya sejak awal akan dengan mudah
menarik perhatian kamu, tapi anehnya disini hal tersebut seperti sebatas
menjadi sebuah pusat cerita. Ya, The Duff
ternyata punya kematangan yang jauh lebih menarik ketimbang premis utamanya
yang standard highschool comedy, ia
tidak hanya sebatas menggunakan “duff” itu untuk menjadi hiburan stereotip yang kemudian menghadirkan aksi mencibir
dimana si cantik semakin cantik dan si buruk rupa semakin buruk. Secara
tersembunyi film ini akan menaklukan hati kamu.
Bagian awal memang
terkesan biasa, sedikit referensi The
Breakfast Club yang kemudian diteruskan dengan ambiguitas pada kemana film
ini hendak melangkah, tapi setelah itu semua perlahan berubah menjadi lebih
baik dan menarik. Diam-diam muncul emosi yang mumpuni dari masalah utama, dan
ia tidak sendirian karena ditemani pula dengan pesona karakter yang semakin
terbentuk hingga berhasil meraih empati penontonnya. Disini letak kesuksesan
utama Ari Sandel (one Oscars btw ladies and gentlemen), ia
memulai semuanya dengan ringan tapi setelah terbentuk ia tetap mampu menjaga
rasa ringan dari presentasi yang ia hadirkan, kamu akan merasakan tajamnya
pesan terkait intimidasi yang coba ia gambarkan tapi menariknya kamu tidak
pernah sekalipun diberikan peringatan bahwa film ini akan mencoba menjadi
sedikit lebih serius.
Beberapa karakter
memang terasa satu dimensi, kemudian arahnya yang predictable juga berpotensi membuat beberapa penonton perlahan
kehilangan ketertarikan, meskipun hal terakhir itu sebenarnya cukup sulit
terjadi mengingat disamping ia tidak memberikan sesuatu yang membebani penonton
The Duff pada dasarnya tampil dengan
kombinasi dari berbagai film tipe serupa yang telah familiar, seperti Mean Girls dan Easy A. Sangat mudah untuk teringat dengan dua film tersebut
ketika menyaksikan The Duff karena
topik yang mereka gunakan juga kurang lebih sama, krisis sosial yang sepintas
tampak sebagai lelucon tapi sebenarnya telah menjadi aksi bullying secara tidak
langsung. Cara mereka bercerita juga tidak jauh berbeda, serangan tidak
ditampilkan lewat aksi anarkis yang berlebihan namun kamu akan merasakan rasa
sakit yang dialami oleh Bianca dan seperti menjadi supporter pada upaya
pembuktian yang ia lakukan.
Pada akhirnya ia tidak
dapat dikatakan berdiri sejajar dengan Mean
Girls dan Easy A tapi dengan
kelicikan yang ia tampilkan dalam membuat penonton terus menganggap ia sebuah
kemasan yang ringan dan konyol dan kemudian memberikan mereka kritik sosial (termasuk teknologi) dan pesan tentang rasa percaya diri, The Duff berhasil
menjadi sebuah kejutan yang menyenangkan di awal tahun ini. Formulaic dan predictable namun memiliki pesona yang oke dengan chemistry yang
baik antar karakter yang dibangun dengan baik, Mae Whitman yang sukses menciptakan pusat cerita yang kuat,
berhasil meninggalkan kesan thoughtful
pada isu yang ia bawa, The Duff is a
standard but poignant and funny teen comedy.
0 komentar :
Post a Comment