"Manners maketh man."
Dari impresi awal
berdasarkan poster misalnya bahkan jika mengikutsertakan judul yang mengandung
kata “secret” didalamnya mungkin akan membuat anda menilai film ini sebagai
sebuah kemasan yang mengusung tema spy
layaknya James Bond, suits, gadget, gagah dan perkasa.
Penilaian awal yang bagus sebenarnya karena “rasa” Bond itu sendiri faktanya
tidak pernah hilang dari film ini sejak awal hingga ketika ia berakhir, namun
percayalah bagaimana cara ia tampil akan mengejutkan anda. Ini bukan sebuah
film spy yang “serius”, ini adalah casual
James Bond hustle. Kingsman: The Secret Service, a happy “spoof” meal.
Gary
Unwin (Taron Egerton), atau yang lebih dikenal dengan
panggilan Eggsy, merupakan remaja yang ketika sedang beranjak dewasa justru
berada didalam lingkungan yang begitu “keras”. Eggsy seperti menjalani
kehidupan sebagai rutinitas tanpa tujuan, dari melihat ibunya menjalin hubungan
dengan pria yang tidak takut bertindak brutal, hal yang juga tidak takut ia
lakukan yang kemudian menjadikan Eggsy tidak pernah jauh dari masalah. Namun
suatu malam Eggsy tidak berhasil lepas dari masalah yang ia ciptakan sehingga
harus terjebak didalam penjara, tapi anehnya ia kemudian dapat keluar dengan
sangat mudah setelah melakukan panggilan telepon ke nomor yang tertera di
sebuah pin yang telah ia simpan selama 17 tahun.
Pin tersebut merupakan
pemberian seorang pria bernama Harry Hart
(Colin Firth) yang memiliki nama panggilan Galahad, pria yang kala itu selamat dari sebuah tragedi di medan
perang berkat pertolongan ayah Eggsy yang sayangnya menjadi korban. Harry
menilai Eggsy memiliki potensi seperti ayahnya dahulu, dan kemudian memberikan
penawaran kepadanya untuk bergabung dengan Kingsman,
sebuah organisasi mata-mata yang berada di posisi tertinggi, mereka bahkan
memiliki afiliasi dengan pemerintah Inggris. Training yang mereka lakukan
memang tampak menyenangkan namun ternyata di saat yang bersamaan telah eksis
sebuah bahaya besar yang harus Kingsman hadapi, masalah besar dari kartu sim
berukuran kecil ciptaan Richmond Valentine
(Samuel L. Jackson).
Kingsman:
The Secret Service merupakan contoh bagaimana tidak peduli
berada di level mana kualitas cerita, kualitas akting, hingga kualitas dari
sosok-sosok dibalik layar dalam menangani materi yang mereka miliki, pesona
selalu menjadi kunci awal yang sangat penting bagi sebuah film untuk dapat
membangun jalannya meraih kesuksesan. Ya, sangat penting, tidak peduli seberapa
besar yang mampu ia hasilkan sebuah film setidaknya harus mampu menjadikan
penonton merasa bahwa mereka merupakan sebuah hiburan yang memiliki sesuatu
yang menarik sejak titik start. Nah, itu yang sukses dilakukan oleh film ini,
sebuah perkenalan yang praktis namun taktis, dari tragedi utama yang menjadi
dasar di awal, kemudian pemberian pin, hingga kemunculan valentine yang dikemas
dengan stylish, narasi kemudian bergerak dengan cepat dan halus untuk secara
bertahap membawa anda terjebak bersamanya, bersenang-senang bersamanya dengan
cara yang sangat santai.
Ya, bersenang-senang
dengan santai, dan itu sesuatu yang mengejutkan. Matthew Vaughn mencoba untuk menciptakan sebuah spy dengan pattern
klasik namun ia warnai dengan berbagai elemen super ringan yang akan dengan
mudah membuat Austin Powers untuk
kemudian bermain-main di pikiran penontonnya. Seperti itu kira-kira Kingsman: The Secret Service, sebuah spy
yang memiliki banyak topeng yang ia gunakan untuk memberikan kejutan, ia
mencoba drama di awal, kemudian setelah itu kita menemukan rasa underground
brit-teen dengan kebrutalan yang menarik, lalu perlahan ia mulai menyuntikkan
rasa spy kedalam cerita namun diselingi dengan rasa lainnya, seperti komedi misalnya.
Tidak hanya itu, kita juga diberikan sebuah proses layaknya Hunger Games yang dengan cerdik Matthew Vaughn gunakan untuk menyajikan
thrill kepada penonton, hal-hal tersebut semakin lengkap dengan ditemani soundtrack yang menarik dalam gerak
cepat yang terasa stabil. Heads + fireworks = awesome.
Kombinasi banyak elemen
tadi memang akan menimbulkan kesan negatif, “murahan” misalnya karena ia secara
tidak langsung hanya memasukkan hal-hal klise dari sebuah film spy kedalam cerita, tapi justru
kombinasi tersebut yang menjadi perhatian utama paling menarik dari Kingsman: The Secret Service. Karena
apa? Karena ia berhasil di susun menjadi sebuah struktur yang menyenangkan
untuk di ikuti, kekacauan berisikan materi klise yang sesekali tidak takut
menggunakan slo-mo dan berhasil memberikan sukacita kepada penonton untuk
mengikutinya. Tidak ada yang special dari plot, klise malah dan tidak jarang di
beberapa bagian terasa sangat kartun, tapi dengan pendekatan tadi Matthew Vaughn berhasil menciptakan
taman bermain dengan beberapa kejutan-kejutan menarik bagi penontonnya, ia
punya sebuah jalan utama yang kokoh tapi ia juga mampu menyelipkan beberapa
tikungan kecil dan singkat yang menyenangkan untuk kemudian membawa anda
kembali kedalam jalan utama.
Itu mengapa saya
menggunakan kata hustle dan spoof di bagian awal tadi, karena Kingsman: The Secret Service seperti
sebuah parodi yang berhasil menciptakan berbagai keramaian meriah dan menarik
dengan meninggalkan Bond sebatas
sebagai pondasi utama. Sulit untuk menampik pengaruh dari Bond di film ini, bahkan ia sendiri tidak malu-malu membahas Bond di dalam narasi, tapi menariknya
Vaughn mampu untuk menjaga agar ini tetap berada di fokus utama mereka di awal,
menjadi sebuah komedi yang sederhana, menjadi film spy yang kurang ajar dengan
menebar “ketidaksopanan” yang menyenangkan. Sayangnya fokus tersebut ternyata
tidak berdiri kokoh hingga akhir. Babak akhir seperti kehilangan kesan atau
rasa cheeky yang menjadikan babak
awal penuh lelucon hit terasa sangat menarik, namun sesungguhnya degradasi kecil
telah tampak ketika cerita mulai mondar-mandir terutama pada sesi pelatihan
yang menjadikan Kingsman: The Secret
Service terasa sedikit longgar.
Dan sayangnya bukan
hanya itu nilai negatif yang dimiliki oleh Kingsman:
The Secret Service dimana interaksi diantara dua karakter utama menjadi
sumbernya. Ketika Harry dan Eggsy berbagi layar dan berada di dalam satu scene
yang sama mereka terasa sangat sangat menarik, tapi ketika mereka terpisah daya
tarik mereka tidak sama besar. Bukan berarti performa Colin Firth dan Taron Egerton
buruk secara individual, Colin Firth sukses menampilkan kesan classy layaknya
spy dari British, dan Taron Egerton berhasil menyuntikkan semangat jiwa muda
kedalam Eggsy, tapi mereka benar-benar tampak menarik hanya ketika mereka
bersama. Minus lain adalah Valentine
yang pada akhirnya kehadirannya bukan hanya terasa seperti sebuah gimmick
belaka tapi juga menimbulkan kontradiksi pada salah satu dialog ketika mereka
membahas Bond menarik karena musuhnya juga menarik. Valentine tidak menghasilkan
bahaya sedikitpun, ia justru tampak seperti rapper hip-hop kurang kerjaan
karena bingung bagaimana cara menghabiskan uang yang ia miliki.
Overall,
Kingsman: The Secret Service adalah film yang
memuaskan. Sebuah pendekatan yang bukan hanya berani namun juga sangat efektif
dan cermat, menggunakan pattern klasik sebuah film spy dan menggabungkannya
dengan berbagai referensi budaya pop, Matthew
Vaughn berhasil menggabungkan Kick-Ass
dengan teknologi layaknya X-Men untuk
menyajikan sebuah petualangan gerak cepat dengan energi tinggi yang mempesona
penonton dengan aksi “kurang ajar” yang ia miliki. Ya, mempesona memang namun
sayangnya tidak luar biasa, kehilangan power dari fokus yang menjadikan babak akhir
terasa sedikit macet. Tapi apakah ini worthed?
Absolutely yes.
TQ BROERRR REVIEWNYA
ReplyDeleteBEST REGARDS
www.allitemoriginal.com