"Some lives will always matter more than others."
Karya terbaru dari creator The Matrix trilogy ini merupakan
contoh paling baru bagaimana ekspektasi berperan besar pada penilaian akhir
setiap penonton pada hiburan yang baru saja mereka peroleh. Film ini
dijadwalkan rilis pada bulan juli tahun lalu namun secara mendadak yang juga
sukses menghasilkan kejutan adalah ia lantas di tendang jauh kebelakang untuk
kemudian rilis pada awal bulan ini. Boom, pasti kualitasnya buruk, begitu
penilaian paling klasik dari para penikmat film, termasuk saya yang akhirnya
tidak memasang ekspektasi rendah namun justru menaruhnya di titik paling
rendah, keputusan yang ternyata terhitung tidak buruk. Jupiter Ascending: space telenovela without Ana, Marimar, Esmeralda,
Paulina, Rosalinda, and of course Betty La Fea.
Jupiter
Jones (Mila Kunis) adalah seorang wanita dengan nasib yang
ternyata tidak seindah rupa yang ia miliki. Setiap pagi Jupiter harus bangun
dengan cara dipaksa bukan hanya oleh bunyi alarm namun juga suara ibunya yang
kemudian memaksanya bangkit dan melaksanakan tugas pertamanya, menyediakan
sarapan pagi. Tidak berhenti disitu, berikutnya mereka kemudian menuju tugas
utama mereka sebagai janitor, membersihkan apartemen dari menata lemari pakaian
pemilik hingga membersihkan toilet. Namun suatu ketika nasib Jupiter berubah,
tapi celakanya ia tidak hanya memperoleh perubahan skala kecil namun berada di
level yang sangat ekstrim.
Berawal dari melihat
sekelompok sosok aneh Jupiter akhirnya di culik oleh seseorang bernama Caine Wise (Channing Tatum), pria yang
mengatakan dirinya merupakan setengah manusia dan setengah serigala dan berasal
dari planet lain. Tapi ternyata hal tersebut bukan kejutan terbesar yang ia
informasikan kepada Jupiter, melainkan sebuah fakta lain terkait Jupiter yang
menjadi sumber masalah dari pertikaian diantara penguasa "planet
lain" tadi, keluarga Abrasax yang terdiri dari Balem Abrasax (Eddie Redmayne), Titus Abrasax (Douglas Booth), dan Kalique Abrasax (Tuppence Middleton).
Tugas yang ia miliki juga tidak mudah karena bukan hanya berdampak pada
keluarga Abrasax namun juga pada eksistensi manusia di bumi.
Ekspektasi rendah? Ya,
ketimbang mengantisipasi seberapa megah presentasi yang akan diberikan oleh The Wachowskis di film ini saya justru
melakukan hal sebaliknya, mempersiapkan diri pada kemungkinan terburuk dari
kualitas Jupiter Ascending.
Alasannya? Sangat sederhana, penundaan jadwal rilis yang mungkin terkesan
seperti sesuatu yang kecil namun sesungguhnya menimbulkan dampak yang cukup
besar, terlebih terhadap film-film yang mengandalkan visual effect seperti ini.
Tapi ternyata ada kejutan yang diberikan oleh The Wachowskis disini, dan itu hadir di babak awal. Tidak dapat
dikatakan buruk bahkan, dari bagaimana cara mereka “meletakkan” karakter
kehadapan penontonnya serta mencoba membangun masalah dengan perlahan, babak
awal terhitung menarik terlebih dengan adegan action kejar-kejaran yang
mengasyikkan itu, anda dapat merasakan fantasi dan imajinasi yang The Wachowskis ingin berikan di bagian
ini, intens, liar, namun terkendali. Bukan hanya manis, bagian ini bahkan
terasa sangat manis.
Ya, manis, apalagi
setelah bagian tersebut kita kemudian akan mengerti maksud utama yang ingin The Wachowskis tampilkan disini, hadir
sebuah ide yang menarik untuk ditelisik karena kesan berani dan ambisius yang
ia tunjukkan. Tapi celakanya hasil yang tercipta justru berbeda, ketimbang
menjadi sebuah pertempuran luar angkasa dalam wujud raksasa film ini justru
perlahan terlihat seperti sebuah drama keluarga kelas telenovela. Benar, lucu
memang bahkan terasa menggelikan bagaimana dibalik segala eksekusi kelas atas
dan tidak jarang terasa memukau di sektor visual The Wachowskis justru kurang begitu berhasil melengkapinya dengan
cerita yang menarik, cerita yang bukan hanya mampu menjadi sebuah eksposisi pada
apa yang terjadi namun juga cerita yang juga mampu meninggalkan kesan dan makna
yang menarik dibalik segala aksi mondar-mandir yang ia lakukan. Jupiter Ascending terluka cukup besar di
bagian tersebut, meskipun sesekali ia berhasil bersinar dan memancarkan energi
yang menarik pada imajinasi namun setelah itu ia kembali jatuh menjadi drama
tanpa emosi.
Tidak hanya tanpa emosi
malah, dengan mudah pula anda mungkin akan merasa kehilangan ketertarikan pada
apa yang terjadi diantara karakter-karakter didalam cerita. Bukan berarti
narasi yang ia miliki sulit untuk di ikuti tapi mereka kurang begitu menarik
untuk di ikuti. Urutan-urutan yang ia tampilkan kerap terasa terputus sehingga
daya cengkeram alur pada atensi penonton juga sangat lemah, dan celakanya itu
hadir disamping plot yang sangat sederhana bahkan tidak memiliki misteri yang
mumpuni namun ditampilkan dengan begitu berbelit-belit. Dari ikatan keluarga
kita masuk kedalam bisnis dan persaingan antar keluarga, setelah itu kita juga
akan menemukan sub-plot lain terkait ancaman pada bumi, dan itu mereka bungkus
dengan sebuah sentuhan romance yang mentah dan dipaksakan. Secara berkala
penonton didorong oleh The Wachowskis
untuk masuk kedalam tiap bagian dan kemudian meresapi yang sedang terjadi
seolah ada sebuah pesan yang begitu menarik disana, tapi sayangnya tidak mereka
sajikan dengan komposisi yang padat, komposisi yang mampu membuat penonton
berinvestasi pada karakter dan juga cerita.
Mengapa pembahasannya
menjadi begitu rumit? Karena The
Wachowskis seperti membawa sesuatu yang serius disini, pesan yang seperti
coba mereka bentuk menjadi sebuah alarm bagi manusia terkait eksistensi di bumi
tapi mereka bumbui dengan kurang cermat. Bukan kurang malah, tapi tidak cermat,
seperti ingin menjadikan ini kombinasi antara Speed Racer dan Cloud Atlas, fun
ketika bergerak cepat tapi punya cerita yang rumit atau kompleks yang kemudian
menghasilkan sebuah punch yang kuat di akhir cerita, formula yang gagal.
Masalah besar terletak pada urgensi, dan seperti yang saya singgung tadi ini
berjalan ibarat sebuah telenovela,
terombang-ambing tapi disini tidak disertai dengan emosi yang mumpuni. Sangat
disayangkan memang The Wachowskis
tidak menaruh atensi yang lebih besar pada bagian yang seandainya diolah lebih
baik akan memberikan dampak yang siginifikan pad kualitas keseluruhan film,
ketimbang menciptakan kehebohan visual yang sesungguhnya menawarkan
gambar-gambar cantik yang sudah menjadi ibarat makanan sehari-hari bagi para
penonton sekarang ini.
Dan akhirnya ini akan
terasa menggelikan bagaimana ketika kehadirannya harus ditunda karena alasan
visual tapi ternyata hal tersebut pula yang menjadi pedang bermata dua bagi Jupiter Ascending. Disatu sisi ia
berhasil menjadi salah satu dari nilai positif dari film ini disamping score
yang terhitung oke itu, tapi disisi lain ia pula yang mencuri fokus sehingga
atensi pada cerita seperti terkesan seadanya, bahkan terbilang miskin, plot
yang sering terputus-putus sehingga eksposisi narasi di warnai dengan
lompatan-lompatan yang mengganggu, daya tarik karakter yang dangkal sehingga
sulit untuk terus tertarik pada apa yang mereka lakukan dan hadapi, cerita yang
sederhana namun mencoba begitu keras untuk tampak rumit tanpa disertai intrik
yang baik, hingga divisi akting yang seperti membuang percuma Channing Tatum, Mila Kunis, hingga Stephen Hawking yang sepanjang film
justru lebih sering tampak berjuang keras untuk memberikan “nyawa” pada
karakter mereka sehingga tidak sebatas menjadi boneka semata.
Overall, Jupiter Ascending adalah film yang
kurang memuaskan. Jupiter Ascending
akan membuat anda semakin merindukan The Wachowskis yang mengendalikan The Matrix, The Wachowskis yang menggunakan premis sederhana untuk kemudian
membawa penonton masuk kedalam narasi penuh lompatan yang menyenangkan. Mereka
mencoba bertumbuh ke atas dengan mencoba menciptakan cerita yang terasa
kompleks tapi perlahan kegembiraan yang The
Wachowskis hasilkan justru bergerak ke bawah, dari eksposisi yang kaku,
plot yang terputus-putus, urgensi yang tidak menawarkan kegelisahan yang
menarik, karakter dan cerita yang miskin emosi dan daya tarik, sebuah ambisi
yang besar untuk menjadi sci-fi epic
yang akhirnya hanya sebatas menjadi sebuah visual feast bagi mata tanpa
berlanjut ke imajinasi. Seperti telenovela
tanpa, ummm, Betty La Fea (?).
saya sependapat....banyak plothole di film ini, apakah film ini ada sekuelnya, sehingga The Wachowskis sengaja membuat plotnya terputus-putus? mila kunis aktingnya jelek || score 2.5/5
ReplyDelete