"A moment can change everything."
Jika di lihat dari
poster yang ia miliki Song One
mungkin akan membuat kamu tertarik karena kesan pertama yang akan mudah
terlintas di kepala kamu adalah ia merupakan sebuah film dengan tema musik yang
lembut dan manis. Song One ternyata
lebih dari sekedar dua karakter melakukan hal-hal manis di sekitar musik, sama
seperti Begin Again ada kerumitan
tentang masalah hidup di dalamnya dan musik seolah seperti jalan yang membawa
karakter untuk menyelesaikannya. Tapi jika diumpamakan sebuah permen yang akan
memberikan rasa terbaiknya ketika manis dan asam berkombinasi sayangnya Song
One miss di hal tersebut, tidak pernah sepenuhnya manis, tidak pernah
sepenuhnya asam, dan tidak memberikan rasa terbaiknya.
Musisi bernama Henry Ellis (Ben Rosenfield) mengalami
sebuah kecelakaan yang melibatkan taksi sehingga membuatnya berada dalam
kondisi koma. Mendapat kabar dari ibu (Mary
Steenburgen) mereka kakak perempuan henry yang bernama Franny Ellis (Anne Hathaway) langsung pulang ke New York dari
Maroko, tempat dimana ia sedang melakukan penelitian untuk meraih gelar Ph.D.
Franny pada akhirnya mendapati bahwa pada malam di hari kejadian adiknya akan
datang ke konser seorang rocker indie bernama James Forrester (Johnny Flynn). Mencoba meringankan bebannya Franny
bercerita kepada James perihal tragedy tadi, namun ternyata yang terjadi
diantara mereka berdua berjalan lebih jauh melalui musik.
Coba kamu cermati lagi
synopsis di atas tadi, ada kesan chessy dan terasa sangat standard bukan, dari tragedi, kemudian
muncul sebuah niat yang lama kelamaan mulai melenceng dan berakhir pada sesuatu
yang seolah menjadi sebuah destinasi akhir yang paling klasik: cinta. Apakah
tidak boleh? Tentu saja tidak, di awal saya bahkan menaruh harapan pada hubungan
antara dua karakter utama disamping rasa suka terhadap penggunaan musik di film
ini, tapi masalahnya Song One
merupakan sebuah film tentang musik yang sayangnya terlalu bertumpu pada musik.
Tidak salah memang seperti Once misalnya,
atau tahun lalu kita punya kita punya Begin
Again meskipun kadar ketergantungannya pada music tidak sangat ekstrim. Ya,
Song One terasa sangat ekstrim, ini seperti sebuah film tentang musik yang
murni hanya ingin menjual musik yang ia miliki.
Hal tersebut yang
menjadikan sepanjang ia tampil di hadapan saya perasaan hilang dan datang itu
selalu hadir, ada momen dimana saya bisa merasa klik dengan apa yang mereka
gambarkan tapi tidak sedikit juga momen yang bukan hanya sedikit namun terlalu
hambar. Kondisi ini yang yang menjadikan Song
One tidak pernah berhasil menebar pesona miliknya hingga akhir dimana
penonton seperti di ajak bermain tarik dan ulur dengan semangat yang kurang
menarik. Masalah utamanya ada di cerita, dari plot hingga karakter, mereka
sejak awal tidak di bekali dengan daya tarik yang mumpuni seperti fokus utama
misalnya, apakah ini hendak menjadi sebuah kisah romance standard yang
memanfaatkan nuansa kota New York,
atau justru sebuah studi karakter yang sedikit lebih kompleks.
Ya sederhananya saja
pilihan pertama tadi sudah sulit mengingat konflik utamanya sendiri juga sudah
cukup gelap, dan sayangnya Kate
Barker-Froyland juga tidak mampu memberikan eksekusi yang baik pada opsi
kedua. Karakter seperti di biarkan terombang-ambing bersama dengan music disini,
dan hasilnya ketika music hadir ada nyawa didalam layar tapi ketika music
tersebut menghilang dalam seketika rasa tadi berubah drastis menjadi hambar dan
datar. Sebenarnya hanya satu hal sederhana yang harus Kate Barker-Froyland lakukan sejak awal, buat karakter yang
menarik, karena sejak awal penonton juga akan mengerti bahwa ini akan menjadi
klise dan standard, tapi mereka ingin agar klise dan dangkal tadi dihadirkan
dengan pesona yang menarik, bukannya dalam sebuah presentasi mandul penuh shaky
cam yang gagal membangun koneksi antara cerita, karakter, dan juga mereka.
Mungkin niat dari Kate Barker-Froyland adalah agar
penonton merasakan apa yang karakter rasakan melalui musik, Song One memang sempat berada di jalur
untuk mencapai hal tersebut tetap sayangnya hilang di tengah jalan. Perpaduan
rasa folk dan indie-rock memang menarik, tapi sejak awal hingga akhir seperti
tidak ada sesuatu berharga yang sedang di pertaruhkan didalam Song One, bukan hanya terlalu lembut
tapi juga terasa hambar. Musik sesekali mampu mengangkat posisinya namun dengan
plot yang bermasalah, emosi yang minim, hingga pesona dari karakter yang terasa
miskin, sepanjang film saya bukan hanya berusaha untuk menikmati musik yang ia
berikan namun juga mencoba mengatasi kesulitan untuk membangun koneksi dengan
cerita dan karakter. Tidak menyiksa, namun juga tidak begitu "enak" untuk dinikmati.
0 komentar :
Post a Comment