"Chotto, Kenichiro, Dozo! Motto panukeiku. Motto panukeiku!!"
Inherent
Vice
ini secara keseluruhan kurang lebih seperti karakter Freddie Quell di film Paul
Thomas Anderson dua tahun lalu, The
Master, berjalan dengan kesan penuh kebingungan, ada misteri dengan
karakter yang terus mencari, terasa liar dan juga aneh, tapi ketika ia selesai
ada klimaks yang memikat yang ia tinggalkan buat penontonnya. Celakanya Inherent Vice melakukan hal tersebut
dengan level yang setingkat diatas, rasa bingung kental, kesan aneh dan liar juga
kental, dan celakanya ini seperti berjalan-jalan bersama seorang teman dalam
kondisi mabuk, unik dan lucu.
Larry
"Doc" Sportello (Joaquin Phoenix) suatu ketika
dikunjungi oleh mantan kekasihnya, Shasta
Fay Hepworth (Katherine Waterston) yang ingin meminta bantuan padanya.
Shasta ingin agar Doc dapat menggagalkan rencana milik kekasihnya, Michael Wolfmann (Eric Roberts), namun jadi
kacau karena apa yang Doc lakukan setelah itu tidak berjalan sesuai rencana,
dari tak sadarkan diri hingga bertemu dengan banyak orang, dari detektif Bjornsen (Josh Brolin), hingga masuk
kedalam kasus kedua tentang kematian suami Hope
Harlingen (Jena Malone), hingga bertemu dengan musisi bernama Coy Harlingen (Owen Wilson), seorang
infoman yang memiliki informasi terkait masalah Shasta dan Michael. Celakanya masalah
tidak hanya datang dari mereka.
Inherent
Vice
adalah sebuah film yang kasar namun menyenangkan. Kesan pertama ini seolah
sebuah film detektif yang mencoba memecahkan masalah, dan memang dasar itu
tidak begitu melenceng terlalu jauh tapi menariknya adalah ia berisikan
kekaacuan yang sangat licik mempermainkan penontonnya. Paul Thomas Anderson seperti sengaja menjadikan agar narasi yang ia
susun dari novel dengan judul yang sama karya Thomas Pynchon agar dapat membuat penonton terus menerus merasa
bingung dengan apa yang terjadi tapi tidak berhenti terkejut seiring
berjalannya durasi. Sebuah niat aneh yang ia tampilkan dengan cara yang juga
tidak kalah anehnya, bersama gambar-gambar yang manis ikut menyaksikan karakter
utama berjalan-jalan untuk kemudian bertemu dengan karakter baru serta masalah
baru.
Kamu tidak perlu merasa
aneh jika kamu merasakan kalau yang kamu saksikan terasa aneh, saya dan banyak
penonton lainnya juga merasakan hal tersebut. Itu mengapa Inherent Vice sangat berpotensi jadi hiburan yang hit or miss,
karena ada kesan misterius yang celakanya dihadirkan dengan kesan
bermalas-malasan. Dari monolog, karakter mengoceh, karakter kemudian bertemu
karakter lain, interaksi terbangun, kemudian mereka kembali mengoceh,
berputar-putar untuk membuat semua tampak rumit dan sulit di mengerti. Tapi
seperti yang saya sebut di awal tadi ini ibarat hangout dengan teman yang sedang
mabuk, dan celakanya disini mereka mabuk kelas berat, banyak yang mereka
katakan terkadang melantur dan terasa random bahkan tidak jarang kita
mendapatkan slapstick yang mengundang tawa, dan semua seperti berada diantara
dunia nyata atau hanya sekedar fantasi belaka.
Tapi apa yang pada
akhirnya menjadikan Inherent Vice
terasa menarik adalah karena dengan segala kekurangan terutama pada cerita tadi
ia berhasil memberikan saya salah satu pengalaman menonton film yang
menyenangkan. Yang saya sebutkan tadi hanya slapstick tapi jika kamu bertanya
apakah ini lucu, ya ini berhasil tampil lucu meskipun memang komedi yang ia
berikan terasa segmented, apalagi jika dengan ditemani lagu-lagu rock klasik
itu sempat tersirat di pikiran kamu bahwa Paul
Thomas Anderson ingin membawa kita menertawakan peran budaya yang bukan
hanya terjadi di tahun 70-an seperti setting yang digunakan oleh film ini, tapi
bahkan masih eksis sampai sekarang. Dan satu yang tak boleh terlupakan adalah
Joaquin Phoenix, ia berhasil memanfaatkan keuntungan baik itu dari
karakteristik dan ruang bermain yang tersedia untuk tampil memikat, mudah untuk
menaruh atensi pada Doc sejak awal hingga akhir.
Inherent
Vice
adalah aksi tipu-tipu yang menyenangkan dari seorang Paul Thomas Anderson, ia seperti tampak menjanjikan sesuatu yang
serius dan membuat penonton sejak awal sudah menaruh ekspektasi yang serius,
yang celakanya juga akan menjadi sumber gelombang kekecewaan saat yang mereka
dapatkan justru sebuah parade gerak lambat dengan irama yang kasar namun terus
menerus menyuntikkan pesona di setiap bagian yang mereka tawarkan bersama
narasi yang terus bergerak dalam arah yang tak terduga. Lucu. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment