"She created it, he sold it, and everyone bought it."
Dengan absennya dua
sosok favoritnya, Helena Bonham Carter
dan Johnny Depp, kemudian duet utama
pilihannya yang tampak sangat menjanjikan, Amy
Adams dan Christoph Waltz, Big Eyes tampak menjanjikan berkat
potensinya untuk menjadi sebuah terobosan baru dari seorang Tim Burton yang beberapa karya
terakhirnya (selain Frankenweenie)
sudah mulai mudah terbaca serta minim kejutan. Apakah itu terjadi?
Akibat pernikahannya
yang kandas wanita bernama Margaret (Amy
Adams) memilih melarikan diri ke California
bersama anak perempuannya Jane (Delaney
Raye) untuk memulai kehidupan yang baru. Jalan yang ditempuh Margaret untuk
dapat bertahan hidup adalah dengan menjadi pelukis, namun uniknya lukisan yang
ia ciptakan memiliki sebuah ciri yang khas, seorang gadis dnegan mata yang
besar. Atensi masyarakat yang semakin besar pada karya Margaret coba dibantu
untuk tumbuh semakin besar oleh Walter
Keane (Christoph Waltz), seorang pengusaha real estate yang kemudian
menjadi suami Margaret. Namun ternyata dibalik hubungan mereka ada sesuatu yang
tersembunyi.
Yang jadi pertanyaan
saya sejak awal pada film ini adalah kemana Tim
Burton akan membawa kita para penontonnya dengan premis tentang lukisan
tadi, karena dari taglines yang ia gunakan saja sebenarnya film sudah
kehilangan salah satu key point untuk menjaga daya tariknya. She created it, he sold it, and everyone bought
it, dari situ sudah jelas bagaimana sistem cerita ini akan dikembangkan,
satu karakter pertama sedang dalam perjuangan untuk bangkit dari masalah yang
ia alami tapi karakter kedua justru menciptakan masalah baru bagi karakter
utama. Tapi seperti orang bilang, dia Tim
Burton, ia dapat mengubah hal sederhana menjadi sebuah fantasi yang
memanjakan imajinasi dan mata kita. Memang benar itu terjadi di film ini tapi
sayangnya tidak dalam kapasitas yang mampu menaikkan kelas film ini ke level
dimana mereka seharusnya berdiri.
Ini seharusnya dapat
menjadi drama yang intens tapi sayangnya dengan segala Burton-esque andalannya itu Tim
Burton seperti menolak sejak awal untuk menjadikan ini sebagai biografi
yang mengandalkan drama memikat dan juga intim. Kegelapan dengan sentuhan komik
yang khas, desain visual andalannya itu menghiasi layar meskipun untungnya
tidak terasa berlebihan, alur cerita yang standard
dalam teknik mengurai masalah menuju konklusi walaupun terasa efektif, sebuah
pertunjukkan miskin humor yang celakanya juga tidak dibarengi dengan drama yang
kuat sehingga terasa datar bahkan hambar. Tapi tunggu dulu, dengan segala
kelemahan tadi bukan berarti ini adalah sebuah presentasi yang benar-benar
buruk namun dengan sosok-sosok besar dari sutradara hingga aktor, terlebih
dengan kembalinya Scott Alexander dan
Larry Karaszewski yang pernah bekerja
sama dengan Burton di Ed Wood, ekspektasi
telah tinggi sejak dini.
Yeah,
not just a bit tapi Big Eyes benar-benar terasa kurang berhasil mengimpresi, dan
seperti ada yang salah dari seorang Tim
Burton disini. Rasa segar tidak ada disini dan uniknya sebuah kisah tentang
pernikahan yang standard itu kurang berhasil memberikan sesuatu yang
benar-benar berbeda dari kisah-kisah lainnya. Fantasi gelap dalam urutan cerita
yang klasik, memainkan tipu muslihat dengan pergeseran “warna” cerita yang
kurang halus, intimidasi emosi yang terlalu mini sampai dengan studi karakter
yang terasa tidak stabil daya tariknya untuk diamati. Dan salah satu rasa kesal
yang terbesar adalah dua aktor utama seperti tidak “dibantu” untuk bersinar,
mereka memikat murni karena kinerja mereka sendiri, Christoph Waltz yang anehnya memperoleh banyak kesempatan tampil di
layar meskipun kinerjanya terasa biasa saja, dan juga Amy Adams yang berhasil menjadikan Margaret tampak cerdas dengan
cara yang halus.
Jika hanya berpatokan
pada teknik bercerita dan melepas sutradara serta aktor dengan nama besar itu, Big Eyes adalah sebuah kemasan yang
super hambar. Namun dengan visual norak yang masih efektif serta kualitas
akting yang baik film ini berada di level okay, dan itu merupakan pencapaian
yang kurang memuaskan. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan dari Tim Burton pada cara ia mempermainkan
gambar, tapi dari teknik bercerita ini adalah sebuah bukti bahwa Tim Burton
seperti mulai kehilangan rasa segar yang menggembirakan, Big Eyes terasa sangat biasa bahkan hambar bahkan jika harus
dibandingkan dengan Alice in Wonderland.
0 komentar :
Post a Comment