"Families always stick together."
Film yang merupakan
kolaborasi dua production company dari UK
dan Perancis (Heyday Films dan StudioCanal)
dimana satu diantara mereka merupakan sosok penting di balik salah satu film
series paling popular bernama Harry
Potter ini seperti jawaban atas kerinduan penonton pada sebuah film
keluarga di akhir tahun. Bukan menandakan bahwa beberapa tahun terakhir tipe
family movie menjadi arena yang kering namun sulit untuk menemukan film yang
mampu membawa kita kembali merasakan hiburan akhir tahun misalnya seperti yang
di berikan Home Alone di layar
televisi Indonesia hampir setiap tahunnya, hiburan yang sederhana dan menyenangkan. Paddington, a fun adventure with happy
little bear.
Pastuzo
(Michael Gambon) dan Lucy
(Imelda Staunton) merupakan dua ekor beruang di pedalaman hutan belantara
Peru yang dapat berbicara layaknya manusia, kemampuan yang mereka peroleh dari
seorang penjelajah bernama Montgomery
Clyde, pria yang selalu mengatakan bahwa suatu saat Pastuzo dan Lucy harus
mencoba untuk datang ke London, kota
yang ia janjikan akan memberikan sambutan hangat kepada mereka berdua. Konsep tersebut
berlanjut ke generasi selanjutnya, lebih tepatnya keponakan Pastuzo dan Lucy yang hidup bersama mereka. Namun suatu ketika bencana besar
melanda hutan tempat mereka tinggal yang menjadikan Lucy memaksa keponakan
mereka itu pergi ke London.
Menumpang sebuah kapal
kargo dengan dibekali puluhan botol marmalade, akhirnya beruang kecil itu tiba
di London dan hebatnya langsung menarik perhatian sebuah keluarga. Atas desakan
istrinya, Mary Brown (Sally Hawkins),
Henry Brown (Hugh Bonneville) mengizinkan beruang kecil yang ia, istri, dan
kedua anak mereka, Judy (Madeleine
Harris) dan Jonathan (Samuel Joslin) namai
Paddington (Ben Whishaw) untuk
tinggal bersama mereka sampai Paddington berhasil menemukan sosok penjelajah
tadi. Yang menjadi masalah adalah ada seorang wanita bernama Millicent (Nicole Kidman) yang hendak
menggunakan Paddington untuk mewujudkan
ambisi pribadinya.
Butuh sedikit kesabaran
memang untuk dapat menikmati film ini karena pesona dari cerita yang ia bentuk
ulang bersama Hamish McColl itu
seperti di set oleh Paul King untuk
mekar atau tumbuh secara perlahan. Sedikit sulit untuk merasa klik dengan
cerita dan juga karakter di bagian awal sekalipun ia menampilkan visual yang
berhasil memanjakan dan mempermainkan mata dan imajinasi lewat detail yang
lembut dan halus, daya tarik karakter utama belum begitu kuat sehingga tidak
heran jika di bagian ini anda akan cukup sering berjumpa dengan beberapa
lelucon yang pada dasarnya matang tapi justru tidak terasa lucu ketika
disampaikan, hingga cerita yang terkesan terburu-buru dan pemalas dalam
menciptakan pondasi awal bagi konflik dan juga karakter. Tapi boom, semua
berubah secara perlahan, terus bergerak kearah positif hingga mencapai titik
akhir dan meninggalkan penontonnya dengan impresi yang hangat dan kuat.
Sangat suka pada
impresi yang diberikan oleh film ini kepada penontonnya, membawa kita bergeser
dengan cepat dari satu bagian menuju ke bagian lain dengan berbagai rasa yang
berbeda sehingga mampu untuk terus menonjolkan kesan segar di balik sederhanaan
yang ia miliki di bagian cerita. Awalnya mungkin standard tapi setelah itu kita
akan bertemu dengan narasi yang seolah mencoba menggabungkan style Wes Anderson dengan energi Mission
Impossible yang lalu ia bungkus bersama gerak santai dan liar layaknya Home Alone. Tiga formula itu silih
berganti hadir dalam struktur atau penempatan yang cerdik dengan sesekali
menyelipkan sedikit drama dengan kehangatan yang pas, menciptakan petualangan
yang ketat, padat, bahkan dapat dikatakan teras cukup sesak dibalik durasinya
yang tidak gemuk itu. Tapi kesuksesan utamanya bukan itu, Paddington berhasil menjauh dari potensi menjadi hiburan konyol
yang ia miliki di awal.
Ya, ini yang
mengejutkan karena dibalik kesan santai yang ia tampilkan Paddington justru berhasil meninggalkan pesan-pesan kecil klasik
tentang keluarga hingga yang lebih luas lagi dengan menarik. Ia tidak mencoba
menarik kita menuju isu yang ingin ia sampaikan dan meninggalkan kita
bermain-main dalam waktu lama didalam isu tersebut, tidak pernah mencoba
menenggelamkan kita melainkan hanya dengan gesekan kecil yang implisit namun
tajam, dari kemanusiaan hingga menyentuh budaya serta hubungan anak dan orang
tua, mereka dikemas dengan cermat oleh Paul
King sehingga tidak mengganggu irama cerita. Seperti bermain tarik dan ulur
bersama penonton, kombinasi tiga formula di awal tadi yang tidak hanya sukses
membuat penonton yang masih sangat muda untuk terus terpaku mengikuti cerita
sesekali melemparkan pertanyaan namun juga menyediakan keceriaan bagi penonton
remaja hingga dewasa untuk terus terjaga dan menjauh dari rasa jengkel dan
membosankan.
Nah, pada akhirnya
semua berujung pada apa yang saya sebutkan di awal tadi, sebuah hiburan
sederhana yang menyenangkan. Ini tidak super pintar, ini tidak megah, namun
dengan kecermatan dalam teknik bercerita serta memainkan visual yang terasa
ekspresif, Paddington berhasil
memberikan hiburan yang sukses mencapai sasaran yang mereka inginkan, menjadi
sebuah pembuktian bahwa untuk dapat memberikan sebuah hiburan yang menyenangkan
bagi keluarga sebuah film tidak perlu mencoba mengolah banyak bagian yang ia
miliki secara berlebihan, presisi dan tepat guna maka semua akan berakhir
dengan manis. Ya, kelicikan itu yang dimiliki oleh Paddington, fokus utama terus kuat, konflik kecil menghasilkan
kekacauan yang menarik di sekitar fokus utama tadi, punya humor yang lucu tapi
tidak berlebihan, tahu arah kemana ia akan berjalan sehingga memiliki percaya
diri ketika menyuntikkan sedikit drama hingga thrill kedalam cerita.
Namun terlepas dari
kepiawaian Paul King bersama tim yang
ia miliki di sisi teknis tadi penampilan dari divisi acting juga memiliki
kontribusi yang besar pada keberhasilan Paddington menghibur penontonnya. Ben Whishaw menghasilkan suara yang
lembut bagi Paddington, klik dengan
manis sehingga ia tidak tampak seperti boneka beruang yang berjalan, ada nyawa
didalamnya, hal yang juga dilakukan dengan baik oleh Nicole Kidman dan Peter
Capaldi. Yang menarik disini adalah bagaimana empat pemeran dari keluarga
Brown saling berbagi tanggung jawab dengan baik, saling sokong untuk memajukan
cerita. Hubungan sebab-akibat dari cerita juga banyak terbantu oleh pesona yang
berhasil ditonjolkan oleh empat pemeran tadi pada karakter mereka, Hugh Bonneville sebagai ayah yang tampak
kuno karena rasa sayangnya yang begitu besar pada keluarga, Sally Hawkins sebagai ibu dan istri yang
supportif, hingga sikap introvert dari Judy dan jiwa bebas dari Jonathan yang
juga terasa menarik berkat penanganan yang pas oleh Madeleine Harris dan Samuel
Joslin.
Overall, Paddington adalah film yang memuaskan.
Tidak ada sebuah inovasi yang baru di sini namun dengan mengandalkan
keseimbangan yang tepat di berbagai elemen yang ia miliki Paddington berhasil mendaurulang rumus klasik dari sebuah family
movie menjadi sajian yang segar yang bukan hanya berisikan lelucon konyol dan
bodoh namun juga dilengkapi dengan kecerdasan serta pesona yang kuat untuk
memperdaya penontonnya.
Reviewnya bagus bung Rory. Saya selalu mengunjungi blog ini sebelum memutuskan untuk nonton film tertentu. Salam dari Jogjakarta bung
ReplyDeleteThank you. :)
Delete