“Will you be okay without me?”
Jika anda tidak memiliki masalah atau pertentangan
dengan kalimat yang mengatakan tidak ada yang abadi, anda pasti mengerti bahwa
akan muncul perpisahan dari segala sesuatu yang eksis di dunia ini. Robot yang
datang dari masa depan dalam wujud kucing dengan sebuah kantung ajaib yang
menjadi primadona di kawasan asia ini telah berada di tahap akhir tadi pada
kategori feature film yang berlandaskan manga series miliknya, sebuah
perpisahan penuh warna dan rasa selama 95 menit. Stand by Me Doraemon: smiles, laughs, and tears in sayonara without
goodbye.
Anak laki-laki dengan tingkah laku kikuk yang mudah di
intimidasi oleh sahabatnya Gian (Subaru
Kimura) dan Suneo (Tomokazu Seki),
sosok pemalas yang bukan hanya kesulitan dalam hal pelajaran tapi juga terkait
asmara pada teman sekelasnya dengan wajah manis bernama Shizuka (Yumi Kakazu), keberuntungan justru mendadak menghampiri Nobita (Megumi Ohara). Segala kekurangan
yang ketidakmampuan yang ia miliki membuat anak laki-laki lain bernama Sewashi (Yoshiko Kamei) muncul dari
dalam meja belajar untuk datang menghampiri Nobita bersama robot ajaib yang dapat
mewujudkan semua permintaan yang diberikan kepadanya dengan menggunakan kantung
ajaib miliknya, Doraemon (Wasabi Mizuta).
Sewashi sendiri bukan sosok biasa, ia merupakan cucu
dari cucu Nobita yang datang menggunakan mesin waktu dari abad ke-22, dan tujuan
utamanya adalah untuk membantu Nobita kembali ke dalam kehidupan yang lebih
baik, yang tentu saja akan ikut mengubah apa yang terjadi masa depan untuk
menjadi lebih baik, salah satunya menghindari pernikahannya dengan perempuan
dari sosok yang sangat ia takuti. Untuk mewujudkan hal tersebut Sewashi
menugaskan Doraemon untuk tinggal
bersama Nobita dan dengan menggunakan alat-alat dari saku miliknya menjalankan
sebuah misi sederhana, membuat Nobita menemukan kebahagiaannya, syarat mutlak
yang secara otomatis akan membawa Doraemon
kembali ke masa depan.
Sangat sulit untuk bersikap benar-benar objektif, atau
sekedar menyeimbangkannya dengan sikap subjektif dalam memberikan penilaian
pada bagian penutup petualangan Doraemon
yang mengambil langkah berani untuk keluar dari kebiasaannya dan tampil dalam
wujud 3D ini, karena meskipun tidak mengikuti semua filmnya robot kucing yang
takut tikus itu merupakan bagian dari masa kecil saya. Muncul di layar televisi
setiap minggu pagi pukul delapan, film ini seperti memutar kembali kenangan itu
dengan tingkah laku konyol, santai, bahkan manis yang ditampilkan oleh karakter
dengan sangat kuat, dari drama sederhana yang selalu berhasil meninggalkan
berbagai pesan penting yang sederhana namun tajam dan efektif, hingga humor
dengan menggunakan aksi slapstick gerak cepat penuh energi yang disamping
menciptakan tawa lepas yang menyenangkan juga sanggup membuat karakter tampak
konyol dan adorable secara bersamaan.
Itu yang menjadi kekuatan utama Doraemon, dan seolah paham betul dengan materi yang ia jual serta
apa yang penonton inginkan dua sutradara Takashi
Yamazaki dan Ryūichi Yagi
memperoleh keuntungan dari sikap simple mereka untuk tidak membawa hal-hal baru
yang sangat mengganggu kedalam petualangan ini. Dari sisi cerita Stand by Me Doraemon adalah standard
dari apa yang kita inginkan dari Doraemon dan teman-temannya, namun konsep
dasar yang merupakan penggabungan dari beberapa cerita pendek dengan
menampilkan berbagai alat-alat canggih yang menarik itu justru menjadi sebuah
keunggulan bagi film ini, semua terbentuk dengan cepat, padat, dan tepat.
Sinopsis yang ia miliki terasa sedikit tipis memang, terasa episodik serta seolah
di jaga untuk tidak bergerak terlalu dalam, namun berbagai potongan kecil itu
berhasil dirangkai oleh Takashi Yamazaki
dan Ryūichi Yagi untuk membawa
penonton merasakan misi utama yang mereka ingin sampaikan.
Persahabatan, semua berputar disana dengan cara yang
menyenangkan. Plot terasa bijak tanpa berupaya untuk menciptakan sesuatu yang
kompleks, cara mereka menciptakan batasan sangat tepat sehingga mampu untuk
selalu memberikan penonton alur yang mengalir dengan nikmat penuh kebebasan
tapi juga tidak sampai keluar dari lintasan, tapi disisi lain ia punya timing
yang sangat baik, ketika momen serius itu diperlukan mereka juga ditampilkan
dengan sama meyakinkannya. Pergeseran penuh energi diantara dua hal tadi yang
menghapus keterbatasan film ini pada sektor cerita diawal tadi, ia seperti
terus membawa kita seolah naik menuju level selanjutnya, dan itu banyak dibantu
oleh dinamika bercerita yang ia ciptakan, ia mampu mencengkeram penonton pada
empat aspek penting dari sebuah film animasi secara bersamaan: dari segi
cerita, kemudian mempermainkan emosi, dan yang terakhir pada kemampuannya
memanjakan mata serta karakter yang membawa penonton berimajinasi.
Cerita yang tersusun dengan manis juga punya tahapan
yang baik, beberapa pesan terkait kasih sayang secara mengejutkan juga
tersampaikan lewat hubungan sederhana antar karakter, seperti antara Shizuka dan ayahnya, atau antara Nobita
dan Shizuka. Hal terakhir tadi sebenarnya punya double effect, disamping nilai
positif eksplorasi pada relationship mereka di beberapa bagian terasa terlalu
“lembut”, terasa monoton, dan yang lebih berbahaya bagian ini dapat menggerus
fokus anda pada Doraemon itu sendiri, pada hubungan antara Doraemon dan Nobita. Ini
mungkin satu dari dua kekecewaan saya pada film ini disamping tidak hadirnya
kejutan di bagian akhir yang imo akan terasa sangat kuat jika momen “comeback” itu dihilangkan (yeah, too risky). Namun jika berbicara
tentang emosi, film ini luar biasa. Seperti sebuah rollercoaster yang bergerak
cepat dalam lintasan yang dinamis, penonton memang dibawa bergembira namun kita
tetap merasa waspada dengan isu kehilangan yang akan dialami oleh Nobita.
Keberhasilan tersebut memang tidak lepas dari kesan
dimana kita seolah menjadi bagian dari keseharian Nobita yang telah tercipta sejak awal, dan itu dampak dari kinerja
visual yang sangat memikat. Ini adalah kejutan dimana penonton tidak perlu waktu
lama untuk klik dengan karakter dalam “wujud” yang berbeda dari apa yang selama
ini kita saksikan, tekstur yang mereka miliki sangat renyah terlebih ada kesan
hangat yang memancarkan energi, dan itu bukan hanya sebatas pada detail
karakter yang mampu menjadikan Shizuka terasa
sangat manis, Doraemon terasa
menggemaskan, serta Nobita, Suneo,
dan Gian terasa menggelikan, tapi
juga pada ekspresi, lelucon slapstick terasa halus dan berhasil membuat kita
tertawa, ketika momen sedih itu muncul visual juga berhasil membuat kita merasa
terenyuh, dan itu dilengkapi dengan atmosfir cerita yang stabil dan kuat berkat
score yang mantap, pengisi suara yang menyuntikkan nyawa pada karakter, serta
soundtrack yang manis.
Overall, Stand
by Me Doraemon adalah film yang memuaskan. Sebuah perpisahan yang special
karena kita tidak mengatakan sayonara dan
kemudian melepaskan mereka begitu saja, tapi sebaliknya ini seperti sebuah
penghormatan bagi karakter yang telah memberikan kenangan indah bagi banyak
orang yang tumbuh di era 90-an, sebuah sayonara yang memoles kenangan itu untuk
semakin membekas di memori penonton yang juga diperlakukan dengan hormat,
mendapatkan apa yang mereka inginkan dari Doraemon,
sebuah petualangan yang bergerak cepat dan terkendali dengan mengandalkan
kombinasi antara drama berbalut emosi yang ketat dan padat, ditemani komedi
penuh aksi komikal dan slapstick yang tak pernah berhenti berusaha menyebarkan
virus bahagia kepada penonton bahkan ketika credit mulai hadir dihadapan
mereka. Sayonara.
saya bingung dengan endingnya, jadi doraemonnya balik lagi kah? Tapi kok pas cerita dimasa depan nobitanya tdk bersama doraemon lagi? dan dari shizuka ataupun nobita dewasa menganggap doraemon sudah tdk ada dan hanya teman masa kecil. Jadi menurutku ga sinkron sih. Mungkin karena efek minuman pembohong kali ya..
ReplyDeleteTernyata benar kalau itu “comeback” bikin ending jadi terasa gak enak. Iya balik lagi, dan alasannya simple, karena mayoritas penonton suka happy ending. Masalah masa depan dan menganggap hanya teman masa kecil itu bagian dari penafsiran imajinasi penonton, dibiarkan bebas oleh mereka, Doraemon kelak menghilang kembali dari kehidupan Nobita karena minuman itu lagi, baterainya rusak, atau melibatkan alien juga bisa. :)
Deleteentah mengapa buat saya film terasa kurang mengharukan, mungkin karena selama ini yang saya ketahui doraemon itu pada akhirnya akan rusak yang membuat nobita jadi belajar dan berusaha keras untuk memperbaiki doraemon....bagi saya terlalu berlebihan jika mengatakan film ini sebagai film perpisahan. :) doraemon kawan lama selamanya
ReplyDelete