"You just mermaid my day."
Ketika saya mencoba mengajak beberapa rekan untuk
nonton bersama film ini jawaban dari mereka mayoritas punya satu inti yang
serupa: malas, ada yang mengatakan kurang menarik, bahkan ada pula yang
mengatakan ini hanya akan mengikuti jejak Planes
sebagai sebuah spin-off yang tidak menghibur. Memang sebuah pemikiran yang sangat
wajar mengingat Madagascar yang
menjadi induk awalnya juga sudah kurang menarik, tapi rasa pesimis itu pula
yang menjadikan apa yang diberikan oleh film ini terasa mengejutkan. Penguins of Madagascar, stupid, silly, &
satisfying spin-off scooter.
Di sudut Antartica hidup tiga ekor penguin yang
dikarenakan tingkah laku konyol dan berani yang mereka miliki menarik perhatian
sekelompok manusia untuk mendokumentasikan kegiatan mereka, yang juga menjadi
momen dimana Kowalski (Chris Miller),
Rico (Conrad Vernon), dan sang pemimpin Skipper
(Tom McGrath) bertemu dengan anggota baru mereka, Private (Christopher Knights). Yang mengejutkan adalah dibalik
tampilan mereka yang santai atau kurang serius kelompok penguin ini punya
kemampuan “tempur” yang “meyakinkan”, bahkan mereka sedang berada dalam sebuah
misi untuk menyelamatkan mesin penjual otomatis dari makanan favorit mereka, Cheezy Dibbles.
Sumber masalah adalah Dave (John Malkovich), seekor gurita fleksibel pemilik senjata yang
dapat mengubah semua makhluk hidup menjadi monster menakutkan, dan upaya
pertamanya adalah dengan mengumpulkan semua penguin dari kebun binatan besar
untuk menjadi objeknya. Masalah yang dihadapi empat penguin tadi ternyata tidak
berhenti dalam pertempuran dua arah mereka dengan Dave, karena disisi lain
muncul The North Wind, kelompok agent
rahasia yang dibawah komando serigala bernama Classified (Benedict Cumberbatch) menyebabkan persaingan semakin
rumit.
Awalnya memang sempat pesimis terhadap film ini dengan
alasan utama seperti di sebutkan di bagian pembuka tadi, dan itu belum ditambah
dengan fakta bahwa saya tidak pernah mengikuti empat penguin ini ketika mereka
tampil di layar televisi, tapi dengan segala kekurangan (atau sebut saja
keterbatasan) yang mereka miliki Penguins
of Madagascar justru secara mengejutkan berhasil memberikan penontonnya apa
yang mereka cari dari sebuah animasi mungkin satu dekade yang lalu, free-style cartoon. Bodoh, dangkal,
terkadang bahkan sulit untuk merasa bahwa kekonyolan di luar batas seperti menjadikan
perut mereka seperti brankas tanpa limit itu terasa menghibur, tapi dengan
gerak cepat yang mereka terapkan Simon J.
Smith dan Eric Darnell berhasil
menjauhkan film ini dari kehancuran.
Ya, ini tidak megah, sangat mudah untuk mengatakan ia
tidak cukup layak untuk dibandingkan dengan film animasi lain rilisan tahun ini
seperti The Lego Movie, How to Train Your
Dragon 2, serta Big Hero 6,
bahkan peluang untuk kembali teringat hal-hal menarik dan menyenangkan yang
anda dapatkan dua atau tiga hari setelah menyaksikan mereka juga sangat kecil,
tapi untuk sekedar hiburan sekali pakai ini terasa efektif. Ini seperti sebuah
rollercoaster, membawa penontonnya berputar-putar dalam berbagai urutan yang
terhitung pas, dari kejar-kejaran di Venice
hingga terbang bebas di udara bebas dengan melibatkan pesawat, berbagai adegan
aksi ekspresif yang juga akan semakin membuat anda merasa tertarik bahkan
terjebak bersama apa yang mereka lakukan berkat sokongan visual dengan kualitas
3D yang mumpuni.
Itu mengapa diawal ada kata memuaskan sesudah kata
bodoh, karena Penguins of Madagascar
sepertinya memang sengaja sejak awal tidak ingin memusingkan penontonnya dengan
berbagai hal rumit pada narasi, ketika berakhir anda juga mungkin akan
kesulitan menemukan point penting dari cerita yang banyak diterapkan film
animasi sekarang ini, tapi setidaknya akan muncul kalimat “well, itu bagus.” Penguins of Madagascar menyenangkan
karena ia punya karakter yang menyenangkan dan
menarik, dan itu terhitung cukup jika menilik ambisi awal mereka.
Sedangkal itu? Ya, ini murni mengandalkan pesona dari empat penguin yang harus
diakui sejak awal sudah sukses mencuri atensi, mereka punya pesona dibalik
tingkah random yang mereka lakukan sehingga aksi konyol tidak jatuh menjadi
menjengkelkan. Memang tidak semuanya bekerja dengan baik, tapi dengan kepadatan
yang mereka peroleh kejenakaan yang hadir tidak buruk.
Ini seperti kombinasi antara The Lego Movie dan Big Hero
6, kecepatan narasi dari film pertama mereka bentuk dalam kualitas yang
lebih kecil, dan para Penguins punya pesona seperti yang ditampilkan oleh Baymax dan Hiro yang juga hadir dalam kualitas yang lebih kecil. Dua hal itu
dimanfaatkan dengan cermat, narasi dalam level oke, karakter dalam level good,
lengkapi mereka aksi spy dipenuhi slapstick yang terus memberikan penonton
ledakan-ledakan kecil yang mumpuni, kesan mentah yang mereka miliki akhirnya
akan sulit terlihat bahkan mengganggu. Ya, sulit untuk tidak memaafkan
kekurangan yang film ini miliki ketika disisi lain kita dijejali dengan
mondar-mandir cepat yang penuh warna, humor non-stop yang tidak pernah berhenti
berusaha meskipun ia sadar tidak semuanya akan berhasil menciptakan tawa,
interaksi yang menarik dan menghasilkan rasa bebas dan santai yang mudah untuk
di nikmati.
Divisi pengisi suara juga terbilang memiliki
kontribusi yang besar pada kemampuan film ini tampil menyenangkan, mereka mampu
menjadikan tiap karakter seolah hidup tapi juga terasa rapi dibalik kelakukan
karakter sendiri yang cenderung acak. Tom
McGrath, Chris Miller, Conrad Vernon, dan Christopher Knights seperti sudah sangat nyaman dengan karakter
yang mereka pegang, tik-tok diantara empat karakter utama punya irama yang
terhitung halus dan juga dinamis. Karakter pendukung tidak kalah menariknya,
seperti John Malkovich yang mampu
menjadikan karakter Dave terasa padat tapi kesan mencekam yang ia miliki juga
tidak hilang, begitupula dengan Benedict
Cumberbatch dan Ken Jeong
mengingat pekerjaan sebagai pengisi suara sendiri bukan lagi sesuatu yang baru
bagi mereka.
Overall, Penguins
of Madagascar adalah film yang cukup memuaskan. Bergerak cepat dan tepat,
penuh sesak dengan lelucon, punya karakter yang menyenangkan, punya alur cerita
yang tidak buruk dan terbukti sanggup menjadikan cerita penuh warna seperti
visual yang ia miliki, Penguins of
Madagascar berhasil menjadikan hal-hal klasik yang ia gunakan memberikan
petualangan menarik meskipun tidak segar, meskipun memang sulit unutk menjadikan
ia sebagai kemasan yang memorable namun dengan durasi 92 menit yang singkat
tanpa upaya menjadi tampak rumit, hal-hal bodoh dan konyol menjadi mudah untuk
dimaafkan. Suprisingly not bad.
0 komentar :
Post a Comment