“Our love began the day we meet, nothing that happen
before even exist.”
Serena ibarat seperti orang yang sedang olahraga tapi hingga
ia selesai tidak mengeluarkan keringat sedikitpun, atau mungkin pasangan yang
sedang bercinta tapi tidak menghasilkan sedikitpun suara. Tujuan yang ingin ia
raih memang tercapai, tapi tidak ada sensasi yang benar-benar besar yang
tertinggal bagi penontonnya, dan itu mengecewakan karena Serena sebenarnya punya
tiga senjata yang sangat kuat untuk dapat menjadi drama yang memikat, Susanne Bier, Bradley Cooper, dan and maybe
Hollywood's , America’s, and everbody’s newest sweetheart, Jennifer Lawrence.
Pria bernama George
Pemberton (Bradley Cooper) punya ambisi untuk memperluas bisnis kayu
miliknya di Smoky Mountains yang
terletak di daerah North Carolina,
bahkan ia yakin dapat bergerak lebih jauh hingga ke Brazil. Segala hal ia
lakukan, termasuk tindakan kotor seperti hal-hal palsu termasuk membayar
politisi untuk memuluskan rencananya tadi. Upaya itu semakin terang ketika
George bertemu dengan Serena (Jennifer
Lawrence), wanita yang ia nikahi bukan hanya untuk menjadi pendamping di
kehidupan sehari-hari, tapi juga sebagia mitra bisnis. Celakanya gairah berbeda
merusak rencana George tadi.
Film ini seharusnya menjadi bagian dari Awards Season,
karena dari segi materi yang ia miliki Serena punya syarat umum untuk ikut
bertarung di berbagai ajang penghargaan. Serena punya Susanne Bier di bangku sutradara, wanita yang mungkin masih
terdengar asing bagi banyak penonton tapi faktanya telah mengantarkan dua film (After the Wedding, In a Better World) yang
ia tangani ikut serta di ajang Oscar, dan salah satunya meraih posisi
tertinggi. Yang kedua adalah Jennifer
Lawrence dan Bradley Cooper,
kolaborasi ketiga mereka setelah Silver
Linings Playbook dan American Hustle.
Tapi dari Darren Aronofsky dan Angelina Jolie, waktu rilis yang seolah
penuh misteri, Serena ternyata merupakan sebuah drama yang hampir mati.
Benar, mati, dan kesalahan utamanya ada pada cerita
serta editing, keduanya terasa kasar. Cerita seharusnya menampilkan kisah
romance dengan bantuan unsur bisnis ternyata tidak punya banyak konflik yang
menarik, terasa sangat tipis malah, kisah cintanya kurang mencengkeram dan
sangat miskin emosi, sulit untuk menaruh simpati pada dua karakter utama, sikap
egois yang mereka tampilkan tidak punya semangat yang menarik, bahkan gairah
dari interaksi intim yang mereka sajikan juga terasa sangat datar. George dan Serena seperti dua karakter tanpa
nyawa, seperti boneka yang hanya memiliki tugas menyelesaikan cerita tanpa
perlu membuat penonton merasakan apa yang mereka rasakan, dan itu mengecewakan
karena ia membuat dua sosok bertalenta seperti Bradley Cooper dan Jennifer Lawrence terbuang percuma.
Tidak hanya itu, alur yang dimiliki Serena juga terasa
sulit untuk dinikmati, mondar-mandir masalah bisnis juga seperti hilang di
tengah hutan yang menjadi latarnya itu. Cerita sering terputus-putus sehingga
berbagai masalah miliknya yang seharusnya perlahan terbangun lebih jauh tidak
pernah menunjukkan peningkatan yang kuat, bahkan lama kelamaan motivasi dari
karakter seperti hilang tanpa arah. Tidak salah jika kamu menyebut ini seperti
sebuah siksaan selama 100 menit, karena dengan kegagalan memanfaatkan materi
yang ia punya Serena juga tidak jarang mencoba memaksakan apa yang gagal ia
raih, seperti gambar-gambar close-up yang terasa hambar, menciptakan ketegangan
yang terasa kasar dan akhirnya jatuh menjadi palsu, meskipun setting latar
sering berhasil menghidupkan suasana terlebih dengan sinematografi yang tidak
buruk.
Mungkin ini adalah contoh dari kekuatan sebuah
production company termasuk distributor dalam kesuksesan sebuah film, karena
filming Serena ternyata dilakukan dua tahun yang lalu, diantara Silver Linings Playbook dan American Hustle, namun ternyata harus
mendekam begitu lama didalam gudang. Awalnya saya bertanya-tanya mengapa mereka
berani melakukan hal tersebut karena mereka punya aktor dan aktris yang mudah
di jual, namun ketika selesai menyaksikan film ini pertanyaan tadi terjawab
dengan sangat mudah, karena Serena
tidak punya pendekatan yang kuat dalam menggambarkan apa yang ingin ia
sampaikan, miskin energi, miskin pesona, drama yang hampir saja mati, hidup
segan, tapi mati tak mau.
keren banget kritiknya
ReplyDelete