"Can you keep a national secret?"
Drama thriller yang berada dibawah kendali sutradara
yang pernah diberikan kepercayaan untuk memimpin beberapa episode tv-series Dexter dan Homeland ini memang berhasil menciptakan kesempatan bagi Jeremy Renner untuk memberikan
penampilan terbaiknya setelah The Hurt
Locker, tapi dominasi kesan ambigu pada materi yang Kill the Messenger
punya ternyata juga ikut hadir pada rasa yang ia hasilkan bagi penontonnya.
Gary Webb (Jeremy Renner), merupakan seorang wartawan investigasi yang bekerja
untuk San Jose Mercury Times, dan
suatu ketika ia harus masuk kedalam sebuah masalah yang sangat berbahaya. Gary Webb sukses menemukan fakta peran
dari CIA dalam memberikan bantuan
kepada pemberontak di Nikaragua yang
kemudian melakukan impor senjata dan kokain ke California. Dari sana berbagai masalah lahir, dari orang-orang yang
menjadi bahan tulisannya yang memintanya untuk menghentikan investigasi, tapi
penolakan yang Webb berikan justru menciptakan sebuah bom waktu yang dapat
meledak dan mengancam karirnya.
Kalau di umpamakan sebagai makanan, film yang di sutradarai
oleh Michael Cuesta ini seperti
makanan dengan rasa yang pas banget di lidah, tapi sayangnya kurang kuat untuk
meninggalkan sensasi yang lebih lama ketika ia telah habis. Kisah yang di
dasari dari buku dengan judul yang sama karya Gary Webb dan Nick Schou
seperti perpaduan banyak rasa dimana diantara mereka tidak ada yang benar-benar
standout berdiri sendiri, lebih condong saling bekerja sama. Hasilnya tentu
saja baik, sebuah thriller dengan gaya tradisional yang bahkan sukses mencuri
perhatian penonton dengan babak pertama yang penuh energi, dan kemudian membuat
kita bertanya-tanya dengan hal-hal tentang jurnalisme yang kebenarannya
berhasil mereka buat untuk terus terasa kabur, terasa ambigu.
Tidak cukup sampai disitu, kita juga punya alur cerita
yang dapat dikatakan terasa presisi dalam mengembangkan masalah, meskipun
memang dengan gerak yang terasa cepat menjadikan proses penyelidikan di
beberapa bagian terasa kurang nikmat, walaupun terus mengalir dengan baik dan
benar, serta momentum dan cengkeraman pada masalah juga terjaga dengan tepat.
Kemudian tentu saja penampilan dari Jeremy
Renner yang disini sejak awal hingga akhir selalu mampu membuka jalan bagi
penonton untuk semakin mudah mengakses cerita, apa yang ia rasakan di transfer
dengan sangat mudah kepada penontonnya, tekanan berat yang ia alami dapat kita
rasakan, dan ketika momen-momen intens itu hadir kita juga ikut dibuat waspada
olehnya.
Tapi kembali lagi ke paragraph sebelumnya, ketika ia
berakhir seperti ada yang kurang dari Kill
the Messenger, seperti ada yang tertinggal dan tidak berhasil melengkapi
film ini untuk menjadi thriller yang benar-benar intens. Berbagai hal ambigu
pada cerita seperti ikut menular kedalam cara film ini bercerita, ia terus
berada di level yang aman, tidak pernah memberikan pukulan yang benar-benar
tajam, ataupun drama yang benar-benar pahit atau manis. Cerita seperti terasa
terbebani dengan berbagai hal yang harus ia paparkan kepada penonton, sehingga
ia tampak sedikit kewalahan ketika kita menilik sensasi yang ia berikan, bahkan
ketika narasi mulai mencoba membawa fokus masuk kedalam sisi personal karakter
saya sempat merasa kehilangan power dari konflik utama.
Kill the Messenger sangat jauh dari status buruk, tapi juga tidak dapat dikatakan
merupakan sebuah drama thriller yang benar-benar memukau, karena hasil ambigu
itu merupakan dampak dari keputusannya yang sejak awal sudah bermain-main di
zona ambigu tanpa sesuatu yang mampu menciptakan hit yang tidak hanya tajam
ketika menyangkut masalah paranoia, dan seandainya beban yang ia bawa dapat
sedikit dikurangi atau Michael Cuesta
dapat mengendalikan beban yang ia miliki, film ini bisa saja menjadi sebuah
drama thriller yang bukan hanya baik dalam bercerita tapi juga mampu
menggunakan cerita untuk memberikan penonton cerita yang dinamis tapi juga
penuh sensasi.
0 komentar :
Post a Comment