“Fear the man with nothing left to
lose.”
Pasti terasa menyenangkan ya kalau film yang punya
premis sederhana berhasil membuat penontonnya merasa tertarik dengan apa yang
akan terjadi, kemudian menggunakan materi sederhana yang ia punya itu untuk mempermainkan
penontonnya dan membuat mereka terus bertanya-tanya. Tapi bukankah segala
sesuatu yang terasa berlebihan itu terkadang akan mudah untuk berakhir dengan
tidak menyenangkan? Itu yang dialami oleh The
Rover.
Eric (Guy Pearce), mantan soldier yang sedang berada dalam masalah
terkait pekerjaan dan keluarganya, sedang berhenti di sebuah bar di pinggir
jalan. Suasana damai yang ia rasakan itu tiba-tiba dikacaukan oleh sebuah truk
dengan tiga orang penjahat yang baru saja melarikan diri didalamnya, Kaleb (Tawanda Manyimo), Henry (Scoot
McNairy), dan Archie (David Field).
Mereka mencuri mobil Eric, dan berhasil kabur setelah terlibat baku tembak.
Untungnya jalan Eric untuk menemukan kembali mobilnya tidak buntu, karena ada Rey (Robert Pattinson), pria yang
ditinggalkan oleh saudaranya Henry pada insiden tadi.
The Rover ini film mudah yang perlahan-lahan mulai terasa
susah. Sang sutradara, David Michôd,
sebenarnya melakukan pekerjaan yang cukup baik di bagian awal, premis balas
dendam menggunakan karakter anti-hero yang sangat sederhana dan dikemas dengan
cepat, dan anehnya itu ternyata berhasil membuat penonton merasa penasaran
dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Saya sangat suka dengan bagian
awal, kayak diberikan misteri tanpa clue yang besar tapi langsung mengerti
bahwa ini akan menjadi studi karakter, cerita yang seperti menjanjikan
perjalanan serius tanpa kebahagiaan bersama pria yang sebenarnya hanya ingin
mendapatkan kembali mobil miliknya dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan
tembakan.
Sayangnya setelah itu yang diberikan oleh sosok
dibalik drama kejahatan kokoh bernama Animal
Kingdom ini mulai melayang-layang dan minim pesona. Iya, minim pesona, ia punya berbagai pengulangan yang menjadikan cerita yang telah gelap diawal tadi
semakin gelap, setting yang panas mulai membuat panas penonton, dan dinginnya
malam juga menambah kesuraman dari perjalanan yang mulai bergerak lambat ini.
Penampilan dari dua aktor utamanya memang tidak buruk, Guy Pearce menampilkan gejolak yang bagus, dan Robert Pattinson juga tampil baik dengan rasa gugup yang selalu ia
berikan, tapi potensi yang besar di bagian pembuka itu mati karena materi yang
ternyata semakin lama semakin tidak mumpuni, semakin tidak menarik dalam cara
ia dikemas.
The Rover menjadi kurang menarik karena terlalu lama flirting
dengan penonton, dengan score yang tajam kita seperti di set untuk bermain
dengan atmosfir cerita, kita dibiarkan bertanya-tanya ketika mengamati karakter
yang sangat mudah terasa seperti mengemis empati pada penonton. Celakanya itu
tidak berhasil, bagi saya, karena narasi tidak punya kepadatan yang menarik,
rasa tertarik penonton tidak bisa ia jaga dengan baik, kekerasan dan kebrutalan
terus hadir tapi mereka terasa datar, pusat cerita tidak mampu ia jaga
kekuatannya dan setelah hal-hal disekitarnya tampil berantakan, ini terasa
menjengkelkan. Membosankan? Mungkin, tapi menjengkelkan itu pasti, ketika
intensitas itu mulai melemah dan segala perjuangan menjadi terasa sia-sia.
Bukan merupakan sebuah film drama yang buruk sih
memang, tapi ada ekspektasi yang cukup tinggi dengan nama David Michôd sebagai kreator utama itu. Tapi bukannya memperoleh
hiburan yang sama mengasyikkan seperti Animal
Kingdom, The Rover justru
memberikan petualangan panjang berisikan kekerasan dengan nada destruktif yang
datar, kurang powerfull, semua akibat narasi yang kurang padat atau terlalu
longgar, sehingga meskipun mereka tampil baik Guy Pearce dan Robert
Pattinson tidak memperoleh bantuan agar apa yang mereka berikan
meninggalkan makna yang berkesan.
0 komentar :
Post a Comment