"Defend your honor."
Dibalik tugas sederhana yang ia punya untuk memuaskan
penonton, sebuah film justru tidak punya kesederhanaan itu dalam cara dan
elemen yang dapat ia gunakan dan percantik untuk mencapai tugasnya tersebut,
dengan syarat utama mampu di kombinasi dan “masak” dengan tepat. Banyak, cerita
misalnya, performa dari divisi akting juga, dua hal yang celakanya berhasil
digunakan oleh film ini untuk mencuri atensi penonton dengan daya tarik dan
pesona ketika ia dimulai. Masalahnya ada di proses “memasak”. The Judge, an overly long and (sometimes)
compelling drama.
Ketika semua hadirin telah duduk di bangku mereka,
pihak terdakwa dan pendakwa telah menempati posisi mereka, seorang pengacara
sukses bernama Henry Palmer (Robert
Downey, Jr.) tiba-tiba justru melangkah kearah hakim untuk mengajukan
penundaan pada persidangan tersebut. Permintaan dari Henry itu tidak ditolak,
karena masalah yang harus dihadapinya ternyata tidak sederhana, ia harus
meninggalkan Chicago dan menuju ke Carlinsville untuk menghadiri acara
pemakaman ibunya, masalah yang seolah melengkapi situasi pelik Henry
yang kala itu tengah berada dalam masalah besar dengan istrinya.
Tidak cukup sampai disitu, ketika tiba di Carlinsville
ia telah disambut masalah besar terbaru. Bukan dua saudaranya, Glen (Vincent D'Onofrio) dan Dale (Jeremy Strong) yang menjadi sumber
dari masalah tersebut, bukan pula cinta lamanya Samantha (Vera Farmiga), serta seorang wanita muda bernama Carla (Leighton Meester), melainkan sang
ayah, Joseph Palmer (Robert Duvall),
hakim paling dihormati di kota itu. Mereka punya hubungan ayah dan anak yang
dingin akibat kisah masa lalu, dan gesekan itu semakin rumit ketika Joseph yang
masih dalam keadaan kurang stabil terlibat sebuah kasus, dan Henry merupakan
sosok paling menjanjikan yang dapat menyelamatkannya.
Mari mulai dengan Robert
Downey, Jr., sosok yang mungkin sekarang ini telah lebih akrab penonton
kenal sebagai Iron Man, yang di film
ini seperti memanfaatkan betul kesempatan yang ia miliki dengan menciptakan
tempat bersenang-senang untuk mengeksplorasi kekuatan utama yang ia punya:
pesona. Ya, berikan RDJ karakter yang eksentrik, kemudian lengkapi dengan
banyak kesempatan untuk mendominasi layar, biarkan tampil bebas, ia akan
membuat karakternya terus menarik dan juga menjadikan anda tertarik dengan apa
yang akan ia lakukan, meskipun turut pula eksis berbagai nilai minus
disekelilingnya. Itu yang menjadikan The
Judge tidak jatuh menjadi sebuah melodrama yang super busuk, karena ia
punya karakter yang seperti Tony Stark,
Sherlock Holmes, bahkan Peter di
petualangan bodoh Due Date, karakter
yang mampu mencengkeram penonton diawal dan kemudian tidak melepaskan atensi
mereka hingga akhir. Ada positif dan negatif dari hal tersebut di film ini.
Menyaksikan The
Judge seperti sedang menunggu wanita yang sedang berdandan. Tujuan mereka
sederhana, tapi rasa percaya diri yang kurang begitu tinggi terkadang
menjadikan proses sederhana itu terus berputar-putar, waktu yang digunakan
semakin lama, dan tidak menutup kemungkinan hasil poles sana dan sini yang
mereka berikan itu justru tidak sebaik polesan sederhana yang kuat di awal.
Nah, hal terakhir tadi terjadi disini, ada kesan ragu-ragu dan kurang percaya
diri pada David Dobkin ketika ia
membangun kisah yang ditulis oleh Nick
Schenk dan Bill Dubuque itu,
seperti selalu kurang puas dengan apa yang ia hasilkan dan mulai mencoba
memoles kembali elemen yang sebenarnya hanya memerlukan sebuah finishing touch
yang simple. Dari ruang sidang, kisah masa lalu, hingga point utama terkait
hubungan ayah dan anak, power dari makna yang mereka hasilkan perlahan memudar
karena kesan terlalu manipulatif yang perlahan juga mulai melekat di pandangan
penontonnya.
Yap, hubungan ayah dan anak, bagaimana sang anak yang
dahulunya selalu dianggap remeh oleh sang ayah kini menjadi satu-satunya sosok
yang dapat menyelamatkannya, serta sebuah penggambaran dari cara seorang pria
menyampaikan kasih sayang kepada sang anak yang berbeda dari apa yang dilakukan
oleh para ibu. Dua point dalam dua arah itu merupakan hal paling penting yang
saya rasakan, dan sayangnya mereka tidak tumbuh, kuantitas dan kualitas di awal
sama dengan dibagian akhir, dan celakanya mereka diperpanjang dengan penggunaan
“magic” yang celakanya tidak bisa menampung banyak hal yang ingin ia sampaikan
dengan baik, dengan rapi, dan konsisten menarik. Bukan berarti ini buruk, ada
momen dimana karakter dan konflik berhasil menghanyutkan penonton lebih dalam,
tapi adapula momen dimana kita hanya menunggu kehadiran kembali momen pertama
tadi dengan hal-hal yang tidak sama menariknya.
The Judge mungkin dapat tampil outstanding jika David Dobkin dan timnya mau menurunkan
sedikit ambisi mereka, ambisi yang tidak berhasil mereka terjemahkan dengan
meyakinkan, tidak berhasil mereka manipulasi dengan manis dan rapi. Alur
ceritanya jelas, karakternya kuat, tapi disamping diberikan hal-hal
menyenangkan penonton juga diberi situasi canggung yang kerap hambar dan
monoton, ada saat-saat kuat dengan dialog dan ketegangan atmosfir yang penuh
energi, tapi ada pula dramatisasi lemah yang terasa basi. Ide-ide yang mereka
punya terlalu liar disini, seperti ingin memberikan penonton drama dengan rollercoaster emosi, menjaga anak dan
ayah itu untuk terus berinteraksi bersama untuk menjaga cerita tetap hidup,
tapi hal itu tidak disertai dengan eksekusi yang pas ketika mereka mengurai
subplot yang dua karakter itu bawa, menunda kehadiran konklusi dengan hal-hal
yang menggerus pesona cerita dan karakter.
Sederhananya The
Judge adalah kemasan yang berimbang memang, tapi menilik potensi besar yang
ia tetapkan di bagian awal dengan hasil yang ia tampilkan kemudian, jelas ada
sebuah rasa kurang puas, sekalipun mengikut sertakan alibi bahwa ini memang
film yang sengaja diciptakan sebagai arena show-off bagi para aktornya. Bukan
hanya Robert Downey, Jr., tapi ketika
film berakhir saya merasa Robert Duvall
merupakan salah satu aktor dengan penampilan terkuat tahun ini, intensitas
ambiguitas pada apa yang sebenarnya karakternya inginkan berhasil Duvall jaga
dengan manis, terkadang saya empati dengan kondisi rentan Joseph Palmer, terkadang pula merasa geram penuh ironi dengan ego
yang ia tunjukkan. Ia berhasil, sama halnya dengan chemistry yang ia bentuk
bersama RDJ, terasa kuat dan pas.
Overall, The
Judge adalah film yang cukup memuaskan. Jika dimulai dari hal negatif, ini
adalah film ambisius yang kurang mampu membentuk ambisinya itu kedalam
penceritaan yang tidak hanya sesekali menarik, tapi konsisten menarik. Ada
momen yang kuat dan powerfull, ada pula momen lemah didalam plot kaku yang
tidak mampu diberikan manipulasi yang rapi itu. Drama ruang sidang, drama
keluarga yang sentimental, kombinasi keduanya canggung, dari hal sederhana
menjadi panjang akibat perputaran yang tidak merata daya tariknya, meskipun
uraian opini saya diatas tadi dapat anda kalikan nol dengan sangat mudahnya jika anda
sejak awal hingga akhir murni terjebak dengan pesona yang dihasilkan karakter,
yang dimainkan dengan sangat baik oleh Robert
Duvall, dan tentu saja Robert Downey,
Jr.
0 komentar :
Post a Comment