“There's only one heart in this body, have mercy on
me.”
Cinta tidak hanya dapat mengubah kehidupan seseorang
dari yang tadinya kusam menjadi berwarna, gelora asmara yang dipenuhi tawa dan
kebahagiaan, tapi cinta juga dapat melakukan hal sebaliknya, ia dapat mengubah
kehidupan yang indah tadi menjadi kusam, dipenuhi beban dan tekanan yang akan
terus menghantui jika tidak dapat diatasi. Film ini membawa kekuatan positif
dan negatif dari cinta dalam kehidupan manusia, The Disappearance of Eleanor Rigby, a beauty messy story about love and
hesitancy.
Calon pengusaha restoran bernama Conor Ludlow (James McAvoy), serta mahasiswa pascasarjana bernama Eleanor Rigby (Jessica Chastain) mungkin
adalah pasangan kekasih yang menjadi idaman banyak orang. Gelora cinta diantara
mereka terpancar dari ekspresi dan sorotan mata, dan celakanya mereka seperti
menjalani kehidupan asmara tadi seperti dua sahabat berjiwa bebas yang senang
melakukan hal-hal gila. Namun sebuah tragedi yang memilukan justru
menghancurkan pasangan yang sebelumnya bahkan dapat menjadi penggambaran
bagaimana dua manusia dapat bahagia selamanya dengan cinta ini. Eleanor Rigby
berusaha mengakhiri hidupnya, dan dari sana ia menghilang dari pandangan Conor.
Setelah tragedi tersebut Eleanor Rigby berada dibawah
pantauan keluarganya, Julian (William
Hurt) dan Mary (Isabelle Huppert),
serta adiknya Katy (Jess Weixler).
Tujuan utamanya hanya satu, mencoba lepas dari masa lalu kelam dan membangun
kembali kehidupan yang baru, bahkan ia mencoba kembali ke bangku kuliah di
bawah bimbingan Professor Lillian
Friedman (Viola Davis). Namun hal yang Eleanor Rigby dan keluarganya
takutkan terjadi, wanita itu kembali bertemu Conor, tapi tidak seperti
kehidupan mereka yang dulu, kini keduanya dihadapkan pada sebuah tantangan yang
jauh lebih berat yang harus mereka selesaikan.
Pada awalnya sempat hadir rasa pesimis dari film yang
ditulis dan dikendalikan oleh Ned Benson ini,
karena faktanya bersama durasi 119 menit film dengan judul asli The Disappearance of Eleanor Rigby: Them ini merupakan penggabungan dua film terpisah dari masing-masing karakter (yang
belum saya tonton). Masalahnya dimana? Jawabannya mungkin terletak pada fokus point of view terhadap tragedi pada
konflik utama, rasa khawatir jika dua karakter yang masing-masing berdiri
sendiri di satu film itu kemudian akan saling bunuh ketika mereka harus
bergabung dan berbagi ruang di dalam satu film. Contoh sederhananya sebut saja
durasi, versi Him punya 89 menit, dan
versi Her berjalan selama 100 menit,
total ada 189 menit yang juga menandakan ada 70 menit yang hilang dari petualangan
mereka untuk keluar dari derita kehidupan terkait cinta itu.
Hal tersebut pula yang menjadikan The Disappearance of Eleanor Rigby mengalami hal seperti salah satu
suku kata pada judul yang ia miliki itu: menghilang. Seperti ada yang hilang
dari film ini sepanjang ia berjalan, konsep happily
ever after dari cinta yang coba digabungkan dengan proses healing dari luka
mendalam dimasa lalu itu kurang berhasil memberikan penceritaan yang bergelora.
Materi seperti dibiarkan untuk bergerak liar dipikiran penonton oleh Ned Benson, beberapa bahkan terasa
mentah dan menuntut penonton untuk kembali memasak mereka, dan itu akan semakin
kacau karena disisi lain ia seolah hanya membuat sebuah set agar penonton dapat
menelisik dan mengamati pertumbuhan karakter yang sejak awal bahkan hanya
dibekali materi sederhana, mereka pernah hidup sangat bahagia, kemudian hancur,
terpisah, dan kini mencoba untuk kembali bersama.
Dramatisasi adalah kelemahan utama film ini, rasa
frustasi dari karakter yang dibiarkan terus jatuh lebih dalam dan mungkin akan
berpindah pada penontonnya. The
Disappearance of Eleanor Rigby punya misteri pada emosi dua karater
utamanya, tapi tidak dihadirkan dalam permainan cerita penuh liku-liku, memilih
berjalan lurus bersama beberapa kilas balik sederhana dan pengulangan
mondar-mandir disengaja, itu dibalut dalam setting dingin yang terus konsisten
hadir hingga akhir. Namun yang menarik adalah dibalik kesan kusam ketika ia
mewarnai cerita, transisi dan pergeseran fokus yang tidak selalu mulus, film
ini justru punya pusat yang sangat kuat, daya tarik isu terkait cinta, relationship, bahkan pernikahan itu
tidak pernah hilang, dan kehadiran beberapa petunjuk kecil sepanjang ia
berjalan menjadikan rasa penasaran di bagian akhir anehnya muncul dalam kuantitas
yang sangat besar.
Ya, ketika ia berakhir sempat berpikir yang baru saja
saya saksikan adalah kisah cinta yang muram dan kusam, tapi disisi lain seperti
ada yang tertinggal, seperti ada yang belum terselesaikan. Kesempatan kedua
diberikan (hal yang sangat jarang saya lakukan), dan nilai minus diawal tadi
yang awalnya sangat mengganggu perlahan tidak lagi menjadi masalah yang
berarti, dan The Disappearance of Eleanor
Rigby berubah dari sebuah kisah cinta aneh dan tidak punya motivasi menjadi
penggambaran yang kuat terkait dampak cinta pada kehidupan manusia. Ini adalah
interpretasi yang mentah namun tulus tentang tragedi dan harapan, mungkin
mengarahkan penonton pada pertanyaan siapa yang salah dan siapa yang benar,
namun faktanya ia hanya ingin memberikan anda sebuah penggambaran menyakitkan
dari kehancuran cinta, yang mungkin akan menguatkan bahkan membuat anda yang
belum menikah menjadi cemas dengan yang namanya pernikahan.
Formula yang dipakai oleh The Disappearance of Eleanor Rigby sebenarnya sama seperti Before Midnight, marriage survival, tapi
jika Before Midnight bermain dengan
isu utama dan mewarnai dengan isu kecil, film ini justru sebaliknya, isu kecil
untuk membentuk isu utama. Dua karakter berjuang untuk kisah cinta mereka,
mencoba membangun kembali “kisah” yang telah hilang dengan mencoba menyembuhkan
diri sendiri dan pasangan. Hal menakutkan dari cinta ada disini, sebuah luka
dalam dan sulit disembuhkan yang kerap menghalangi kita untuk mendapatkan
kembali cinta itu, hingga konsep membiarkan pergi cinta itu untuk kelak kembali
kepada kita ketika ia telah kembali kuat. Berbagai pesan yang kuat dan indah
itu yang membuat film ini terasa special, dan itu cukup untuk menutupi
penceritaan yang meskipun terasa berani tetap tidak terasa inovatif, dan
tidak special.
Pesan yang ia bawa akan dikenang lama, teknik
penceritaan yang ia berikan mungkin akan mudah dilupakan, tapi kinerja dari
divisi akting akan berdiri di sisi yang sama dengan pesan tadi, mereka
memorable. Pemeran pendukung seperti Bill
Hader, Viola Davis, dan Isabelle
Huppert secara mengejutkan memberikan penampilan yang mumpuni, mereka
berhasil membantu dua karakter utama untuk berkembang. James McAvoy mungkin menderita dampak dari penggabungan dua cerita,
karakternya sering tidak stabil, ketika berdiri sendiri hanya tatapan matanya
yang kuat sedangkan emosi kurang, namun itu tidak terjadi ketika ia satu frame
dengan Jessica Chastain, chemistry
mereka kuat dan manis. Chastain sendiri sukses menjadi bintang, ada gejolak
batin didalam Eleanor, kompleksitas yang pas dalam memberikan kesan terluka
serta upaya untuk move on. Andai saja
bunga-bunga asmara mereka mendapatkan porsi yang sedikit lebih besar.
Overall, The
Disappearance of Eleanor Rigby adalah film yang cukup memuaskan. Mungkin
bukan merupakan film yang akan memberikan kesan kuat dalam sekali tonton,
karena keputusan berani Ned Benson di
berbagai sektor mungkin akan menjadikan film ini sebagai sebuah studi karakter
yang terlalu liar dan kurang bersemangat. Ia perlu ditelisik jauh lebih dalam,
karena hal-hal indah, menakutkan, dan menarik tentang cinta dan pernikahan itu
seperti tersembunyi sepanjang cerita, perjuangan cinta dari sebuah hubungan
yang telah terluka, kekuatan positif dan negatif dari cinta dalam kehidupan manusia.
Segmented.
0 komentar :
Post a Comment