"Life's greatest journey begins with the first step."
Kamu pasti akan menemukan film yang identik dengan apa
yang diberikan oleh The Hundred-Foot
Journey, dimana kamu tertarik pada premis awalnya, kemudian setelah ia
mulai bercerita hadir sedikit rasa kecewa, namun dengan penampilan yang baik
dari elemen pembentuk film seperti plot cerita, akting, hingga gambar-gambar
yang memanjakan mata, worth watching menjadi jawaban bagi film ini, food movie
yang diproduksi oleh Steven Spielberg bersama
Oprah Winfrey.
Calon chef berbakat bernama Hassan (Manish Dayal) meninggalkan India untuk datang ke Perancis
bersama sang papa (Om Puri), ibu, dan
dua saudaranya yang lain. Tujuan mereka adalah untuk memulai kehidupan yang
baru dengan membuka restoran yang akan mereka namai Maison Mumbai pada sebuah bangunan tidak terpakai di kota di
selatan Perancis. Tapi ada masalah besar yang harus mereka hadapi, tepat di
seberang jalan ada sebuah restoran yang sangat dihormati, restoran Perancis
bernama Le Saule Pleureur milik Madame Mallory (Helen Mirren), wanita
yang tidak tertarik pada sebuah kompetisi.
Sama seperti yang dilakukan Jon Favreau di Chef,
sutradara Lasse Hallström (Chocolat , Hachi, Salmon Fishing in the Yemen, Safe Haven) juga berhasil membuat penonton seolah menanti dan juga
penasaran pada perjalanan tentang makanan apa yang akan mereka dapatkan dari
cerita yang ditulis oleh Steven Knight
(Locke) ini. Dari premis ini menarik, bagaimana saat dua budaya makanan
yang berbeda coba di tempatkan dalam satu tempat yang sama, kemudian di biarkan
bertarung satu sama lain hingga bersatu dengan bantuan sentimentalitas hingga
berakhir dengan harmoni. Predictable memang, tidak perlu menelisik terlalu jauh
bahkan kamu bisa menebak akan hadir kisah romansa diantara dua pemeran muda.
Masalahnya adalah jika kamu datang untuk berpesta bersama makanan, kamu mungkin
akan kecewa.
Ini bukan murni food porn, mungkin bisa dibilang semi,
dimana makanan ternyata tidak menjadi objek utama di panggung utama. Mayoritas
makanan tampil sepintas sebagai pemanis, ia memang sangat berhasil memanjakan
mata, tapi jika kamu ingin gambar-gambar lezat yang juga mampu membuat kamu
segera mencari restaurant terdekat setelah selesai menonton, kamu akan sulit
menemukannya disini, karena ketimbang menyebutnya sebagai sebuah film tentang
makanan, The Hundred-Foot Journey
lebih terasa seperti upaya menggambarkan integrasi budaya dengan menggunakan
keterampilan memasak sebagai alatnya, bukan tentang lelehan saus diatas steak
atau spaghetti, melainkan family movie yang mengandalkan interaksi dan emosi.
Nah, itu dia, sempat sedikit kecewa karena itu, saya
datang untuk melihat makanan mengambil alih layar, namun yang saya dapatkan
justru sebuah film yang punya ambisi jauh lebih besar, bukan hanya sekedar
menjadi pesta makanan semata, ia juga mencoba begitu keras untuk menonjolkan masalah
budaya, masalah keluarga, hingga masalah cinta. Plot yang ia punya memang
matang, aliran ceritanya juga tidak begitu mengganggu menurut saya, tapi ketika
hal-hal tadi hadir terlalu tenang, dan gawatnya itu juga ditemani dengan
makanan yang juga terlalu tenang untuk mengguncang mulut untuk membuat saliva
akrab dengan tenggorokan, hasilnya adalah hiburan yang tenang, memuaskan, tapi
tidak punya impact yang kuat untuk menjadi memorable.
Mungkin ambisi yang menghalangi The Hundred-Foot Journey untuk tampil standout, fokus yang terpecah
sehingga tidak ada salah satu dari mereka yang mendominasi dan memberikan
tekanan didalam cerita. Makanan, memasak, keluarga, budaya, dan cinta, mereka
diberi porsi yang sama sehingga tidak punya kedalaman yang cukup baik sehingga
tidak heran ketika di paruh akhir kesan canggung itu mulai sering hadir ,
walaupun hal tersebut tidak begitu menjadi masalah yang besar ketika kamu punya
Helen Mirren dengan performa yang
akan membuat kamu tidak merasa rugi dengan dua jam yang telah kamu gunakan.
0 komentar :
Post a Comment