"Get out while you can."
Seorang teman pernah berujar demikian kepada saya,
“coba lihat wajah wanita itu, tampak innocent,” dan respon saya adalah “dia
wanita buas.” Mungkin sebuah jawaban yang terasa aneh, namun bukankah kita
sudah sering sekali mendengar kalimat ini, “don't judge the book by its cover,”
karena hakikatnya semua manusia sama dan kemana mereka berlari tergantung arah
mana yang mereka pilih. The Seasoning
House, a good enough revenge thriller.
Seorang wanita muda dengan panggilan Angel (Rosie Day) melangkah dengan
ekspresi tenang yang dipenuhi rasa takut, mengitari koridor sebuah rumah yang
sangat kotor untuk menjalankan tugasnya, memperbaiki tampilan serta
menyuntikkan narkoba dari pada gadis di tiap kamar. Rumah tersebut merupakan
sebuah tempat pelacuran yang dikelola oleh pria bernama Viktor (Kevin Howarth), yang menjadikan para gadis yang mereka
ambil dari medan peperangan untuk kemudian dipaksa menjadi pelacur,
masing-masing memiliki sebuah kamar dengan kasur yang menjadi tempat rantai
yang mengikat tangan dan tubuh mereka terkait erat.
Yang menjadi masalah adalah Angel merupakan seorang
gadis yang bisu, yang juga menjadi penyebab mengapa ia dijadikan assisten
merangkap perawat oleh Viktor. Namun dibalik sikap acuh yang ia tunjukkan
ternyata Angel menyimpan empati kepada para gadis lainnya yang bernasib jauh
lebih buruk, kerap kali ia mencoba untuk menolong mereka namun tidak punya
keberanian dan berakhir sebatas menyaksikan lewat celah kecil dibalik dinding.
Namun suatu ketika kesempatan yang mereka nantikan itu tiba, kesempatan untuk
melarikan diri dan membalaskan dendam.
Petualangan sempit yang berada dibawah kendali Paul Hyett ini melabeli dirinya sebagai
sebuah film horror, dan sebenarnya cukup sulit untuk setuju dengan hal
tersebut. Ketimbang menyebutnya sebagai hiburan yang mencoba menebar sensasi
menakutkan bagi penontonnya, saya lebih suka menyebut The Seasoning House sebagai thriller klasik dengan memanfaatkan
upaya balas dendam dari proses bertahan hidup bersama pertarungan melawan setan
didalam batin. Ya, bukan karena ia tidak punya sosok gaib yang identik dengan
horror, tapi karena kadar menakutkan yang ia berikan juga tidak begitu kuat,
namun disisi lain ia justru berhasil memberikan thrill yang manis
dalam ketenangan yang diputar-putar itu.
Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa dibalik
betapa standard materi yang ia punya justru tidak ada rasa jengkel yang begitu
besar ketika ia telah selesai menghibur penontonnya. Terasa lambat memang, tapi
ada sebuah penggambaran tentang human trafficking berisikan perjuangan antara
hidup dan mati yang terbentuk dengan cukup baik disini, sesekali memasukkan
kilas balik tragedi, terkadang ia dicampur dengan penggunaan adegan kekerasan
yang brutal, kemudian di sisipi oleh drama yang mengandalkan permainan
psikologis, mereka digunakan dengan baik oleh Paul Hyett untuk melakukan eksploitasi penindasan penuh penderitaan
yang cukup cekatan dan intens.
Benar, intens, The
Seasoning House seperti kekerasan yang digambarkan dengan ketenangan. Mata
Angel seolah menjadi mata penontonnya, rasa sakit dan derita dari karakter
datang melalui sebuah proses yang perlahan mendorong penonton untuk terlibat
lebih dekat, sisi humanisme mereka dimanfaatkan dengan baik bersama dengan
situasi untuk meraih simpati, dan itu hadir dalam script yang bisa dibilang
cukup padat meskipun kurang dinamis. Hal terakhir itu yang menjadi kendala, ini
mengalir tapi kurang tajam, bahkan anehnya anda mungkin akan merasa kasihan
dengan Angel ketika ia ada dihadapan anda, tapi penderitaan yang ia berikan itu
akan dengan mudahnya menghilang ketika ia menghilang dari hadapan anda.
Itu yang menjadi minus bagi The Seasoning House, ia seperti mengalami degradasi secara bertahap
ketika ia semakin dekat dengan garis akhir. Ia dibentuk dengan cekatan, tapi
kontrol yang diberikan tidak demikian, sesekali ia tampil menggigit tapi sering
pula apa yang ditampilkan oleh kamera dengan pergerakan yang manis itu tampak
sama kosongnya dengan ekspresi wajah Angel. Ini punya potensi menggunakan isu yang ia bawa untuk tampil
jauh lebih provokatif, dari materi ia tidak begitu buruk, mereka juga mampu
disatukan dengan komposisi yang pas oleh Paul
Hyett, ia bahkan juga punya kinerja yang mumpuni dari Rosie Day, tapi dinamika bercerita yang menghalangi potensi
maksimal itu untuk tercapai.
Overall, The
Seasoning House adalah film yang cukup memuaskan. Bukan horor (imo), namun
sebuah thriller balas dendam dengan sedikit sentuhan drama psikologis yang
mampu tampil cukup manis dibalik segala keterbatasan yang ia miliki, berhasil
tampil intens dengan kemampuannya dalam mempermainkan situasi yang didominasi
ketenangan dan kesesakan, namun dengan karakter yang kuat gagal meraih potensi
terbaiknya karena kurang mampu bercerita jauh lebih dinamis.
0 komentar :
Post a Comment