"I remember seeing a condom, I just don't know exactly what it did
Jika anda telah akrab dengan salah satu usaha membuat
penonton tertawa yang dikenal dengan sebutan stand-up comedy, anda pasti akan merasakan bahwa peran penonton
tidak hanya sebagai sosok yang hanya menelan mentah-mentah apa yang diberikan
para comic, ada aksi mematangkan materi dan berakhir dengan umpan balik untuk
menciptakan aliran yang semakin menarik. Mengapa anda mau terlibat lebih dalam
dengan apa yang diberikan para comedian tadi? Karena apa yang mereka berikan
perlahan terasa semakin menarik. Hal terakhir tadi tampil kurang baik di film
ini, Obvious Child, likeable but
unattractive rom-com.
Setelah tampil sangat meyakinkan berdiri sendiri di
atas panggung dengan berbagai lelucon yang mampu membuat pengunjung tertawa
bersamanya, sebuah toilet justru memberikan pengalaman yang bertolak belakang
dengan apa yang baru saja Donna Stern
(Jenny Slate) lakukan tadi. Sang pacar yang sangat ia cintai memilih untuk
mengakhiri kisah cinta mereka, yang celakanya justru telah menjalin hubungan
dengan salah satu sahabatnya, dan tragedi tersebut seolah melengkapi masalah
hidup dari wanita brokenhome yang bahkan sedang memiliki permasalahan di toko
buku tempat ia bekerja ini.
Namun suatu ketika ia bertemu dengan Max (Jake Lacy), salah satu pengunjung
yang ternyata langsung klik dengan Donna. Mereka minum bersama, berbincang
dengan teman Donna, Joey (Gabe Liedman),
kemudian minum lagi, bercanda, minum, hingga berakhir di atas tempat tidur.
Celakanya one night stand itu tidak berlalu dengan bersih, ada sesuatu yang
tertinggal, janin didalam perut Donna yang menghadirkan kegelisahan serta rasa
bingung yang terus berkecamuk, hal yang memberikan Donna salah satu hari Valentine yang tidak akan pernah ia lupakan.
Seperti salah satu elemen yang ia gunakan, Obvious Child terasa sangat identik
dengan stand-up comedy, apa yang ia tampilkan tidak sepenuhnya masak, dan
kemudian mengharuskan penonton untuk sedikit lagi memasaknya agar dapat
menikmati kelezatan mereka. Sayangnya kisah yang Gillian Robespierre tulis bersama dengan Karen Maine dan Elisabeth
Holm ini tidak semua dapat terasa lezat ketika penonton telah mematangkan
mereka, bahkan jika harus ditilik secara kuantitas mereka sangat seimbang, ada
beberapa yang mampu menciptakan tawa menyenangkan, aksi mocking yang bahkan sesekali terasa menggelikan, tapi tidak sedikit
pula yang seperti berlalu begitu saja dengan meninggalkan dahi penonton
mengernyit karena terasa canggung dan kurang menarik.
Penyebabnya adalah penyakit dari stand-up comedy, dimana semakin keras anda mencoba membuat penonton
tertawa, semakin kurang lucu apa yang anda tampilkan. Hal tersebut yang menjadi
masalah dari film ini, Gillian
Robespierre seperti ingin agar penonton
dapat semakin terjebak didalam cerita (baik itu pada drama dan juga
komedi) dengan menciptakan ruang yang sangat luas bagi karakter utama untuk
bermain-main dengan permasalahan tunggalnya itu bersama dialog santai yang
mendominasi. Sayangnya ia tidak pernah mendorong plot untuk bertahap maju, kita
seperti terjebak bersama berbagai dilemma yang muncul didalam batin Donna,
seperti ingin menarik dan mengulur kita untuk menaruh simpati pada masalah yang
dihadapi oleh karakter utama, yang sayangnya kurang berhasil.
Kurang berhasil. Kinerja
yang diberikan oleh Jenny Slate pada
karakter utama berada di level memuaskan, bahkan ini seolah menjadi sebuah pintu
masuk baginya untuk lebih dikenal di industri perfilman, meskipun sesungguhnya ia
dapat memberikan performa yang jauh lebih baik lagi. Masalahnya terletak pada
materi yang ia miliki, terlalu sempit dan kurang variatif, terasa cukup monoton,
dibawa berjalan oleh Gillian Robespierre
bersama masalah yang pada dasarnya hanya bersumber pada ketidakdewasaan karakter
dalam mengambil keputusan, terasa sulit untuk menaruh empati bahkan simpati
padanya. Karakter punya pesona, tapi masalah yang mengelilinginya tidak punya
hal yang sama kuatnya, seperti mengapung diatas danau tanpa kehadiran ombak-ombak kecil
yang dapat memberikan sensasi yang menarik.
Hal tersebut yang terasa hilang dari kisah yang
sebenarnya menjadi sebuah studi karakter ini, sensasi. Pesona yang dimiliki
karakter disertai dengan alur yang memiliki dinamika yang kurang konsisten menarik disini,
sebuah penceritaan yang seharusnya mampu mengajak penonton untuk ikut merasakan
perspektif yang ingin mereka sampaikan terhadap isu aborsi dengan disertai
berbagai pukulan kecil didalamnya, bukannya justru menyaksikan karakter
menghabiskan waktu tanpa semangat yang perlahan menggerus kualitas dari
kekacauan batin yang ia punya. Saya bahkan perlahan mulai merasa isu aborsi itu
hanyalah sebagai sebuah gimmick untuk menyelimuti rasa frustasi karakter pada
kehidupannya, seperti hanya berbisik tentang isu etika dan juga tanggung jawab
secara konsisten tapi tidak berani untuk berteriak lebih kencang dan membuat
penonton bersedia menolong karakter.
Tidak heran meskipun terus ia warnai dengan berbagai
lelucon yang terkadang ia letakkan secara implisit, perlahan rasa frustasi pada
konflik utama juga terus tumbuh besar. Andai saja Gillian Robespierre mau menjadikan salah satu dari karakter atau
cerita yang ia punya tampil clear, tidak keduanya berada di zona ambigu, ini
mungkin akan terasa lebih menarik. Penyebabnya adalah karena dengan demikian
penonton dapat mudah memasak materi setengah matang ini, dan kemudian menaruh
simpati dan empati pada karakter ataupun masalah yang disini terlalu sering
membuat mereka ragu, apakah ia layak untuk dicintai, atau justru harus dibenci,
sehingga mereka akan berani untuk menaruh persepsi pada masalah perempuan yang
ditemani komedi yang cukup lucu ini.
Overall, Obvious
Child adalah film yang cukup memuaskan. Nilai plus hadir dari beberapa
lelucon yang berhasil melemparkan hit dengan kerasnya, dan tentu saja
penampilan mumpuni dari Jenny Slate.
Di luar dua hal tadi ini adalah sebuah semi mumblecore yang sedikit monoton, subjek yang kontroversial itu kurang berhasil membawa isu aborsi
menjadi sesuatu yang benar-benar penting dan menarik, seolah hanya ditempatkan ditengah
sebagai sebuah gimmick untuk menyokong karakter untuk bertarung dengan rasa
bingung akibat belum siap untuk menjadi dewasa, yang bahkan punya intensitas drama yang kurang menarik. Seperti stand-up
comedy, hit or miss. Segmented.
ini film udah dr 2014 ya, saya baru nonton tadi malem hehe jd akhir ceritannya gimana sih? hubungan si donna sama max gimana? dia jd aborsi kandungannya? ceritanya ngegantung gitu soalnya :(
ReplyDeleteSaya sudah lupa detailnya. Sorry. :)
Delete