"Where’d you coming from?" | "Jupiter."
We live in crazy world! Sebuah arena pertarungan milyaran manusia yang berlomba-lomba untuk berada di posisi tertinggi, semua akan dilakukan untuk meraih rasa bahagia, kekayaan yang menjadi sasaran utama dan membuat manusia mudah untuk lupa serta buta dengan hal-hal menjijikkan yang mungkin ada disekitar mereka, dari popularitas hingga keluarga, berhadapan dengan masalah untuk bertahan hidup di dunia yang sudah dipenuhi dengan masalah. Maps to the Stars, funny nightmare and bang bang Hollywood satire.
Bukan menjadi sesuatu yang mengherankan ketika Benjie Weiss (Evan Bird) dikenal sebagai salah satu remaja penuh sensasi, karena pada dasarnya ia juga berasal dari keluarga yang tidak kalah banyak memiliki sensasi. Ibunya, Cristina Weiss (Olivia Williams) merupakan sosok ambisius yang selalu mengendalikannya, sementara sang ayah, Dr. Stafford Weiss (John Cusack) merupakan seorang psikologis dengan klien beberapa selebritis high-profile yang celakanya merupakan sosok yang egois, sedangkan kakak perempuannya, Agatha Weiss (Mia Wasikowska) menderita sebuah disorder kriminal.
Sosok terakhir itu menciptakan masalah baru bagi keluarganya, ketika ia hendak kembali ke Los Angeles dari mulai menjalin pertemanan dengan seorang supir limousine bernama Jerome Fontana (Robert Pattinson), hingga memanfaatkan koneksinya dengan Carrie Fisher untuk menjadi asisten pribadi bagi Havana Segrand (Julianne Moore), salah satu klien sang ayah yang merupakan seorang aktris terkenal yang sedang bermasalah, merasa berada di bawah baying-bayang popularitas sang ibu dan ingin mencoba berbagai cara untuk dapat melepaskan hal mengganggu tersebut.
Maps to the Stars layaknya dunia kecil dimana kita bisa menyaksikan
salah satu sistem paling berbahaya terkait kebahagiaan yang eksis di dunia ini.
Berawal dari rasa tidak pernah puas yang menendang jauh-jauh rasa takut untuk
mencoba hal yang baru, kemudian akan datang masalah yang menciptakan tekanan,
sesuatu yang jika tidak dapat dikendalikan dengan baik bukannya semakin
mendekatkan kita dengan kebahagiaan yang awalnya kita cari, namun justru
memberikan kehidupan dipenuhi rasa takut yang melelahkan. Ya, pada dasarnya
kisah yang Bruce Wagner tulis
berdasarkan dari pengalamannya ketika menjadi chauffeur dikawasan Beverly
Hills Hotel ini hanya ingin berbicara satu hal kepada penontonnya:
insecurity, rasa tidak aman atau cemas yang tentu saja dapat dikategorikan
sebagai sebuah masalah yang juga punya kemampuan untuk membawa manusia masuk
kedalam masalah.
Ribet? Sebenarnya tidak, karena isu yang coba
digambarkan oleh film ini sesungguhnya sangat mudah anda temukan pada
orang-orang di kalangan atas, sebut saja seperti mereka yang akan dengan
mudahnya menjadi stress luar biasa ketika harga saham mereka semakin melemah,
atau contoh lainnya artis yang terlibat dalam sebuah skandal dan terancam
menjadi enemy banyak orang. Sangat umum, tapi disini dikemas dalam bentuk yang
lebih kecil: Hollywood, ia menyindir,
menampar, hingga menggelitik mereka dengan menggunakan hal-hal bodoh dan
murahan yang sering terjadi didunia selebriti dilengkapi dengan aksi provokasi
yang mayoritas dikemas dalam tampilan psychotic. Benar, psycho, psikologis,
jiwa-jiwa hampir kosong dan dilanda rasa takut yang bersumber pada ketenaran
mereka, komedi hitam dengan pesan yang menarik seperti yang dilakukan Martin Scorsese di The Wolf of Wall Street.
Tidak sama persis memang, tapi hal pertama yang
terlintas ketika karakter-karakter itu mulai menunjukkan berbagai sisi hitam
kehidupan mereka kepada penonton adalah sebuah studi karakter mengerikan yang
ingin mengajak penontonnya ikut menertawakan apa yang karakter lakukan, campur
aduk dengan sedikit kesan berantakan yang terus mampu mengundang senyuman,
bersama narasi standard yang digunakan dengan efektif oleh David Cronenberg. Hal itu juga menjadi sebuah kejutan sebenarnya
karena meskipun ia punya banyak bintang di divisi akting ada rasa pesimis pada
film ini, film keempat sang sutradara yang saya tonton, dan film keduanya yang berhasil klik setelah Eastern Promises. Dua film yang berada
diantara mereka (A Dangerous Method,
Cosmopolis) yang menjadi alasan, sebuah kisah membingungkan yang sulit
untuk dinikmati dan terasa tumpul ketika menyampaikan misinya.
Hal tersebut yang menjadikan Maps to the Stars terasa menarik, karena meskipun tidak ada yang
special pada masalah yang ia angkat tapi cara mereka digambarkan berhasil
memberikan pengalaman yang menarik, menggunakan karakter unik dengan kekacauan
moral disekitar mereka, dirakit bersama cita rasa horor terkait kehidupan yang
berinteraksi dengan penontonnya seperti mereka berada didepan ular yang tidak
menggeliat kesana-kemari untuk membuat mereka waspada, hanya diam namun menebar
teror menggunakan desis yang konsisten. Ada rasa penasaran pada apa yang akan
hadir selanjutnya, sebuah keterasingan yang tampil gelisah tanpa mencoba
memberikan dramatisasi sentimental, yang meskipun sedikit ceroboh di paruh
akhir tetap mampu menjaga rasa putus asa dalam cerita untuk terus meraung dari
ekspresi wajah para karakter yang tidak sulit ditelisik, empati pada masalah
mental yang terbentuk dengan kuat berkat kinerja akting yang sama kuatnya.
Benar, divisi akting, bukan hanya that old Lindsay Lohan, melainkan sebuah kesatuan ensemble yang
diberikan porsi sangat baik oleh David Cronenberg dan berhasil memberikan
kontribusi yang baik pula pada cerita. Dari Olivia
Williams dan John Cusack yang
mampu menjadikan karakternya terus di ingat meskipun mereka tidak sedang berada
didalam layar, Robert Pattinson yang
kembali membuktikan ia bisa tampil baik jika tidak menjadi main lead, hingga Evan Bird yang tampil menarik berkat
eksekusi penuh percaya diri. Mia
Wasikowska punya peran sedikit lebih besar, sebuah kegelisahan yang manis
seperti mengintai dan menebar waspada akan hadirnya sebuah ledakan, sedangkan
bintang utamanya tentu saja Julianne
Moore. Menawan, sederhananya mungkin seperti itu. Hanya itu? Tentu saja
tidak, kinerja yang kuat dan ekspresif, namun jika anda bertanya apalagi nilai positif dari kinerja dari wanita
53 tahun itu di film ini, mungkin sisanya dapat diwakili oleh sebuah senyuman.
Overall, Maps to
the Stars adalah film yang memuaskan. Ini seperti menyaksikan separuh The Wolf of Wall Street dengan separuh August: Osage County, kisah yang mencoba
mengajak penonton untuk mengamati sembari menertawakan karakter yang dipenuhi
masalah dan tekanan, permasalahan mental dan moral dari karakter-karakter unik
yang dimainkan dengan baik oleh divisi akting, menggunakan perspektif yang
mungkin akan sedikit terasa asing namun tidak menghalangi kekuatan dari upayanya
untuk menggambarkan problematika manusia dari yang sederhana hingga yang rumit
(ya, masih banyak, dan itu kejutan yang menarik) secara santai namun tetap
tajam. Manis. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment