"I am Hercules!"
What? Another Hercules? Iya, benar, 2014 sudah punya The Legend of Hercules yang rilis diawal tahun lalu, dan kali ini
giliran Hercules lainnya untuk beraksi. Tapi tunggu dulu, buang hal negatif yang ada dipikiran kamu, karena meskipun tidak punya buzz yang cukup besar menjelang
rilisnya di akhir juli yang lalu Hercules
yang satu ini punya apa yang penonton harapkan dari sebuah popcorn movies.
Setelah menyelesaikan Twelve Labors, Hercules (Dwayne Johnson) kini mulai dihantui oleh
dosa dari masa lalunya. Ia kini bersama rekan-rekannya, Autolycus (Rufus Sewell), Amphiaraus
(Ian McShane), Atalanta (Ingrid bolso Berdal), Tydeus (Aksel Hennie), dan
keponakan Iolaus (Reece Ritchie) menjadi
tentara bayaran, menawarkan jasa menggunakan reputasi legendaries miliknya.
Namun suatu ketika, Cotys (John Hurt),
King of Thrace, meminta bantuan Hercules dan rekan-rekannya, permintaan
yang justru membawa masalah yang lebih besar kepadanya.
Hercules yang ditangani oleh Brett Ratner terasa sangat seimbang, ia punya hal-hal negatif tapi
di lain sisi ia juga berhasil memberikan hal-hal positif untuk menjadi
penyeimbang yang baik. Yang sedikit ternodai mungkin adalah sisi kepahlawanan
dari sosok Hercules itu sendiri,
tampak sedikit kosong disini, bahkan ketika sudah dibantu oleh pedang, perisai,
cambuk, hingga panah, hal tersebut tidak hadir dalam komposisi yang kuat
terlebih dengan penampilan dari Dwayne Johnson
yang cukup lemah dalam hal karakter walaupun ia imbangi dengan eksekusi yang
baik pada adegan aksi.
Mereka yang menginginkan Hercules dalam tampilan epik mungkin akan sedikit kecewa, karena
setelah ada sedikit percikan harapan di bagian awal yang berantakan itu pada
akhirnya Brett Ratner menjadikan ini
sebagai sebuah film action kelas standard. Segala mitologi Yunani kuno itu perannya cukup minim disini, begitupula dampaknya,
mereka seperti hanya meminjam sosok Hercules
kemudian memasukkannya kedalam formula klasik film action modern. Nah,
disini anehnya, keputusan licik untuk tidak mau tampil terlalu rumit dan
terlalu serius itu pula yang menjadikan Hercules terasa mudah untuk dinikmati.
Cukup mengejutkan memang karena dengan plot yang
mengalir dengan lancar itu Brett Ratner
seperti paham bagaimana memanfaatkan dengan baik budget besar yang ia punya.
Cerita tumpul, tapi dengan menekan hingga PG-13
dan kemudian mengimbangi nilai minus tadi dengan kemeriahan bersenang-senang, Hercules ia bentuk menjadi kombinasi
aksi, humor, dan tragedi ditemani dengan visual yang selalu berusaha tampil
sibuk untuk membuat lelah penontonnya. Uniknya ketika bersatu ada kesan charming dari film ini, dan bagi mereka
yang tidak memasang ekspektasi tinggi otot, ledakan, dan berbagai aksi
pertempuran itu akan terasa menyenangkan bersama sedikit drama yang
intensitasnya cukup baik.
Tentu saja tidak megah apalagi jika membandingkan Hercules dengan film yang rilis
berdekatan dengannya, Guardians of the Galaxy, tapi dengan penggunaan trik yang licik Brett Ratner berhasil
membuat penontonnya merasa kesal tapi juga tidak tega untuk menjatuhkannya
terlalu dalam, karena dengan tidak memilih untuk tampil serius, tidak mencoba
untuk tampil epic, Hercules berhasil
menjadi sebuah film laga yang cukup menghibur.
0 komentar :
Post a Comment