"Life doesn't give you bumpers."
Saya selalu kagum jika menyaksikan video timelapse di
youtube dimana seseorang menampilkan foto dari perkembangan wajahnya atau
keluarganya dalam rentang waktu bulan, tahun, dari sejak ia kecil dan masih berada
dibawah asuhan orang tuanya, hingga ketika ia telah wisuda dan mengenal arti
cinta. Konsep timelapse itu dipakai Richard
Linklater untuk bercerita, sebuah film yang dibuat secara berkala dalam
rentang waktu 12 tahun, sebuah perjalanan hidup yang, menakjubkan. Before midnight, before sunset, and before
sunrise, there’s Boyhood.
Tahun 2002, anak laki-laki berusia enam tahun bernama Mason Evans, Jr. (Ellar Coltrane)
tinggal di Texas bersama saudara perempuannya Samantha (Lorelei Linklater) serta sang ibu, Olivia (Patricia Arquette), yang kini berstatus single mother.
Hanya punya kesempatan bersama sang ayah, Mason
Sr. (Ethan Hawke), setiap akhir pekan, hingga wisuda satu dekade kemudian
Mason harus berjuang menghadapi berbagai masalah yang masuk menemani
pertumbuhannya, dari pubertas, seks, hingga sakit hati.
Satu dekade di sinopsis tadi mungkin akan ditampilkan
dengan bantuan teknologi oleh mayoritas film pada umumnya, namun di sini
berbeda, dan itu pula yang menyebabkan Boyhood
terasa special, perjalanan selama bertahun-tahun itu merupakan sebuah
petualangan real time, sebuah semi-documenter yang menangkap
pertumbuhan nyata seorang anak dari ketika dari masa kanak-kanak hingga
beranjak dewasa. Saya kurang yakin apakah sebelumnya karya yang sangat menuntut
kesabaran seperti ini pernah diciptakan, namun kerja keras setiap tahunnya
selama 12 tahun ini akan dengan mudahnya semakin mempertebal rasa kagum kamu
pada sosok Richard Linklater.
Ya, pria ini gila, ketika insan perfilman
berlomba-lomba bermain dengan teknologi untuk berusaha meraih keuntungan
berlipat ganda dari film-film mereka, Linklater justru memakai cara berbeda
untuk menjadikan penonton mengenang bahkan mencintai karya-karyanya. Before Series punya rentang Sembilan
tahun, kali ini ia panjangkan tiga tahun untuk kembali membawa penonton masuk
menyaksikan hitam dan putih dari dunia yang kali ini ia lengkapi untuk tidak
Cuma menggambarkan tentang cinta dan pernikahan, mengajak penontonnya selama
hampir tiga jam untuk seolah menjadi mata lainnya yang melihat, mengintip, dan
terlibat dalam kehidupan Mason.
Ini keren, ketenangannya masih sama seperti Before Series, minim kejutan, tanpa
melodrama, tapi ia tetap mampu mencuri atensi penontonnya, dan itu dengan
tampil santai. Tidak ada satu masalah utama yang harus dipecahkan disini, kita
seperti dibawa berkeliling untuk menyaksikan apa saja sebenarnya yang menemani
evolusi manusia, bertemu dengan masalah dan juga kegembiraan, dari acara
berkemah hingga keterlibatan Harry Potter
didalamnya, ada transisi yang halus dan mulus pada cerita, dan itu impresif
mengingat karakter dan cerita sendiri adalah fiktif namun potongan-potongan itu
tetap dapat menyatu dengan mulus dan tampak nyata.
Yang cukup disayangkan mungkin adalah pilihan dari Richard Linklater untuk merilis Boyhood di tengah tahun, karena besar
kemungkinan ia akan kehilangan buzz untuk bertarung di kategori tertinggi
berbagai ajang perhargaan. Boyhood
memenuhi syarat untuk menjadi film terbaik tahun ini, kinerja aktor yang baik,
alur cerita yang mulus, kehidupan sosial di era modern itu berhasil menunjukkan
kepada kita realitas yang ada berkat kehandalan Richard Linklater dalam mengolah eksperimen coming-of-age ambisius miliknya ini.
Cantik.
Saya baru selesai nonton, keren filmnya, saya penasaran dg bintang filmnya kok bisa mirip eh ternyata emang satu orang yang sama untuk setiap peran.
ReplyDelete